alaska; 26

404K 28.1K 1K
                                    

Jangan lupa baca Alaska 25 sebelum baca part ini, karena ini lanjutan part kemaren.

Enjoy!

******


PERGI dari kumpulan orang-orang itu adalah pilihan terbaik menurut Alana. Cukup telinganya saja yang panas jangan ikut-ikutan tangannya sebab, bisa saja rasa hormat yang Alana berusaha tanamkan untuk neneknya itu runtuh seketika pada saat itu.

Alana tau Papanya pasti pusing sekarang, dan orang-orang yang ada di sana pasti sedang berbisik-bisik membicarakannya. Demi apapun, Alana tak memusingkan itu semua karena hinaan neneknya yang berhamburan untuk Mamanya benar-benar membuat Alana hampir murka di depan wajah wanita tua itu kalau saja ia tak bisa mengontrol emosinya.

Kalau sudah seperti ini, apakah Alana masih bisa manggil wanita itu dengan sebutan nenek?

Persetan dengan semuanya Alana benci malam ini, apalagi sesuatu yang berhubungan dengan keluarga dari Papanya.

Mengabaikan teriakan Papanya yang memanggilnya, Alana berjalan keluar dari rumah besar itu seorang diri. Lagian jalanan yang cukup ramai malam ini membuat Alana tak perlu merasa terlalu takut.

Malam ini rasanya gelap sekali. Tanpa bintang, bulan, dan awan-awan yang sayup-sayup nampak kala malam. Alana merengkuh badannya dengan tangan yang satu sedangkan tangan yang lain mencoba menghubungi seseorang yang dapat menjemputnya di daerah sekitaran sini.

Dengan kondisi malam yang sangat dingin, Alana mendesah pendek. Tanpa jaket dan sesuatu yang dapat menghangatkan tubuhnya ia harus bertaruh dengan angin sepoi-sepoi yang melintasi tubuhnya.

Perempuan bersurai hitam itu menoleh sebentar ke belakang, melihat keadaan sebab sedari tadi sebuah klakson motor terus mengganggu indra pendengarannya. Kedua mata Alana mengecil, kala hendak memperhatikan dengan jelas orang yang sudah membuat keributan itu.

Motor besar berwarna hijau hitam dan juga plat yang familier. Saat orang tersebut membuka kaca helm-nya barulah Alana dapat mengetahui siapa orang itu. Marcello Arsetya.

"Lo ngapain?"

"Ikut gue, lo yakin bakal jalan malam begini, dengan kondisi sendirian gitu?"

"Harusnya tuh gue yakinin diri gue sendiri, kalau gue yakin gak pulang bareng lo!"

Sumpah, melihat Cello benar-benar membuat Alana kesal, apalagi mengingat kejadian saat Cello dengan kasarnya menarik-narik tangannya. Kejadian itu masih membekas dan susah hilang rasanya. Namun, entah kenapa ada rasa sedikit kesenangan juga untuk Alana sebab dengan Cello yang saat itu bertindak gila, Alaska datang menolongnya.

Andai saja yang menawarkan tumpangan saat ini adalah Alaska mungkin tanpa berfikir panjang Alana sudah duduk rapi di belakang cowok itu. Bahkan, tanpa disuruh pun sudah Alana lakukan seperti itu.

"Ayo cepetan naik."

"Gak, gu-" perkataan Alana menggantung saat tak sengaja melihat mobil Papanya yang mendekat ke arah mereka. Dengan penuh kejengkelan Alana mengumpat. Ia mengumpati keadaan yang terasa rumit ini. Di satu sisi ia ingin menolak tawaran Cello karena kesal dengan cowok itu. Dan di sisi lain ia ingin menghindari Papanya. Namun, satu-satunya cara cepat agar dapat menghindari Papanya saat ini adalah ikut dengan Cello. Tapi haruskah?

Dengan helaan nafas juga pejaman mata sekilas, Alana memilih naik ke motor Cello. "Buruan, tapi jangan balap."

"Lo ngomong apa, bitch?" Dasar Cello sialan, manusia kadang baik kadang jahat. Alana mencoba bersabar. Mencoba menebalkan telinganya dari kata-kata pedas yang dilemparkan orang-orang untuknya.

Motor milik Cello melesat cepat membela jalanan kota. Alana beberapa kali mengumpati cowok itu secara terang-terangan juga memukul Cello dengan keras, tanda bahwa ia merasa tak suka jika Cello dengan sengaja mengencangkan lajuan motornya. Sebab hal itu membuat Alana spontan menubruk punggung cowok itu.

Jujur, Alana lebih akan sangat memilih diantar dengan Alaska tanpa rasa tulus daripada dengan Cello yang banyak modus.

Di waktu yang sama, Regan yang sedang mengendarai motornya tak sengaja melihat Cello juga Alana. Kini ia tengah menunggu lampu merah dan keberadaan dua orang itu tak jauh dari radarnya. Jadi, ia bisa dengan jelas melihat kedua orang tersebut.

Regan baru saja pulang dari acara kumpul teman-temannya dan tak sengaja melihat orang kedua orang itu.

'Katanya suka sama Alaska tapi nyatanya masih suka jalan bareng mantan.' batin Regan.

Cowok tinggi tersebut mengeluarkan ponselnya kemudian memotret kedua orang yang tengah bergoncengan itu secara diam-diam. Setelahnya, ia mengirim ke grub khusus dirinya dan ke lima temannya.

Chandra jomblo gengs (6)

StevanRegan:
20.56 Jalan bareng mantan


Putra surya bangsawan:
Mungkin ada urusan kali 20.59

Alfretantonio:
Wah wah wah 21.04

Virgo Gardapati:
Bukannya dia suka banget
sama Alaska, yah? 21.05

Chandra Mahardika:
Ti ati ketikung lo bray :v
@alaskawardana

alaskawardana:
Bkn urusan gue

Balasan-balasan temannya tak lagi Regan hiraukan sebab ia sudah fokus dengan jalanan yang sedari tadi telah terurai.

Beralih ke Alana dan Cello kini dua orang itu tengah bercek cok kecil. Cello dengan pemaksaannya pada Alana untuk balikan, dan Alana yang tegasnya menolak paksaan untuk balikan. Cukup saja untuk saat itu, Alana tak ingin mengulangnya kembali. Sekalipun nanti, kalau memang Alaska masih tetap pada pendiriannya. Cello bukanlah opsi terbaik untuk dijadikan sebagai akhir labuhannya melainkan, Alana yang masih belum berusaha sebaik mungkin untuk mendapatkan Alaska. Ia tau, kalau ia terlalu memaksakan kehendak namun kalau menjadi seorang Alana pilihan yang seperti ini sudah menjadi pilihan terbaik menurutnya.

Setelah sampai di depan rumah besar milik Alana. Cello tak membiarkan Alana untuk berjalan masuk meninggalkannya, cowok itu menarik Alana agar tak melanjutkan langkahnya.

"Lo gak ada terima kasihnya, ya?"

"Iya, iya makasih. Puas lo? Udah sana pergi, mau gue kasih uang juga biar kayak mas mas ojek? Mau?"

"Sialan lo Bitch!"

Alana tak memerdulikan perkataan cowok itu, ia lebih memilih masuk dengan cepat ke dalam rumahnya. Apalagi, saat melihat mobil asing yang terparkir rapi di depan pagar besar rumahnya.

Baru saja ia hendak membuka pintu rumahnya, seorang wanita keluar, berjalan cepat hingga membuat Alana mengernyit merasa heran. Iya, Alana heran, sebab mengapa istri kedua Papanya itu bisa berada di sini? Ia berusaha memanggil orang itu namun seorang asisten rumah tangganya memanggilnya untuk masuk sebab Mamanya yang katanya tiba-tiba terisak.











TBC.
Maaf karena ngaret updatenya. Kayak biasanya yah, jangan lupa komennn buat part ini :v












nisaafatm

ALASKATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang