alaska; 35

459K 32.3K 3.3K
                                    

ALASKA menghela napas berat, sedari tadi pikirannya melalang buana ke hal yang semestinya tidak ia pikirkan hingga sekeras ini. Beberapa kali ia memijat pangkal hidungnya lamat-lamat, mengerutkan keningnya, dan menggeleng kepala. Hal yang ia lakukan tersebut tak luput dari pandangan teman-temannya yang lain. Alaska yang biasanya bersikap biasa saja kini menjadi tidak seperti itu.

Pagi tadi saat sarapan bersama keluarganya, Ayahnya memandangnya dengan tatapan berbeda begitupun dengan Bundanya. Alaska tak tau apa-apa, ia beberapakali melempar tatapan samar pada kakaknya, Arka, namun lelaki itu hanya mengedikan bahu tanda tak tahu apa-apa.

Alaska jadi mengingat-ingat kesalahan yang ia perbuat baru-baru ini, dan ia merasa tidak ada. Yah, tidak ada kecuali semalam, dirinya terlambat pulang dikarenakan harus menunggu lama di Cinemax. Black phanter membuat ia dan beberapa anak Batalyon harus rela menunggu di tempat itu. Namun, ia sudah mengirim pesan kepada Bundanya bahwa ia akan sedikit terlambat pulang dan apakah ia juga masih salah akan hal itu?

Sampai akhirnya, Ayahnya angkat bicara setelah sarapan dan barulah Alaska tau apa yang sebenarnya terjadi. Pria dengan tinggi menjulang itu tidak berkata panjang namun isinya jelas bahwa ia melihat Alana di rumah sakit kemarin, cewek itu cek cok dengan pria yang kemungkinan Ayahnya dan terakhir Alana yang ditampar pria itu.

Setelah mendengar cerita panjang yang dirangkum Tama, Alaska diam saja dengan pikiran fokus pada sekelabat ingatan yang telah berlalu yaitu, saat di mana ia tak sengaja melihat aksi anak dan bapak itu saling cek cok namun cerita dari Ayahnya ini lebih parah dari yang ia lihat sebelumnya. Alaska ingat sekali saat pertama kali melihat Alana cek cok dengan Ayahnya yaitu saat ia dan teman-temannya menemani Chandra ke kelas Alana untuk menemani cowok itu berbicara pada Viona agar menemani Chandra ke pesta, di situ saat Alana keluar kelas Alaska hendak ke WC namun tidak jadi sebab, tidak sengaja ia mendengar perdebatan dua orang itu di koridor sepi dan yang kedua saat Alana akan pulang bersamanya namun pria itu menjemput Alana dengan sedikit memaksa.

Jujur, Alaska rasa itu bukan masalahnya namun berbeda dengan Bundanya. Wanita yang teramat sangat ia hormati itu terlihat cemas saat ayahnya telah selesai bercerita. Dua saudaranya memandangnya dengan tatapan penuh tanda tanya sama seperti dirinya.

"Kalau boleh tau, aku salah di mananya, Yah?" tanyanya saat itu.

"Dari kamu ngebawa Alana ke pesta waktu itu, kamu udah milih jalan yang salah." Tama merapikan simpul dasinya, "kamu kan tau prinsip Bundamu, perempuan yang dibawa anak lelakinya di hadapannya dan berhasil memenangkan hatinya secara otomatis sudah diseret masuk ke Wardana," sambung Ayahnya.

Sekarang ini, Alaska memejamkan matanya beberapa kali kala mengingat-ingat perkataan Ayahnya pagi tadi. Ia cukup paham dengan kalimat tersebut. Bundanya itu tipe orang yang sulit nyaman dengan seseorang. Jadi, tidak heran jikalau wanita itu terpaksa dijodohkan dengan Ayahnya dengan alasan itu juga. Dan, Alana Juwanda perempuan yang entah bagaimana caranya dengan mudahnya membuat Bundanya takluk dengan sekejap mata.

Alaska jadi pusing sendiri memikirkannya. Sebab, secara tidak langsung Bundanya itu menginginkan dirinya membantu Alana.

Di waktu yang sama di tempat yang berbeda. Matahari di pagi ini cerah sekali berbanding terbalik dengan suasana hati Alana. Sedari tadi ia memilih diam di tempat duduknya dengan mata memandang ke arah jendela kelasnya yang langsung memperlihatkan lapangan basket yang terbentang luas.

Di bawah sana ada Alaska bersama anak-anak Batalyon yang lain. Para cowok-cowok itu tengah menguasai lapangan dengan bermain basket, bermain skateboard walau itu bukan arenanya, duduk di pinggir lapangan seraya bernyanyi dengan Chandra yang bermain gitar, juga Alaska yang tengah bergulat dengan kamera terbangnya atau yang lebih dikenal dengan kata drone. Kalau saja Alana sedang tidak dilanda kegalauan pasti ia akan merecoki orang-orang itu atau lebih tepatnya ke Alaska saja. Namun kini, untuk bernapaspun rasanya Alana susah.

ALASKATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang