9. Tanpa Kabar

831 51 7
                                    

"Papa ada di--"

-🍦-

Dirimu yang terlalu sibuk hingga lupa dengan diriku yang telah menunggu kabar darimu.

-🍦-

"Papa ada di ruang kerjanya," jawab Seila sembari tersenyum menyambut kedatangan Lyn. Terlihat guratan mata yang terlihat sangat khawatir kepada anak semata wayangnya.

"Oh," tutur Lyn lirih. Ia tak ambil pusing persoalan panggilan tak terjawab yang cukup banyak itu. Lyn berpikir mungkin saja itu Seila yang meneleponnya menggunakan nomor Leo karena panggilannya tak kunjung Lyn angkat.

"Aku ke kamar dulu, ya, Ma." Lyn menaiki tangga menuju kamarnya. Ia merebahkan badan ke kasur empuk itu.

"WUAAA ... lelah banget," teriak Lyn sekencang-kencangnya. Ia menghembuskan napas berat.

You just want attention, you don't want my heart.

Maybe you just hate the thought of me with someone new.

[Attention-Charlie Puth 🎶]

Ringtone terdengar dari handphone Lyn. Lyn yang terlentang segera bangkit.

"Apa dari Kak Xavi kali, ya--" Harapannya pupus, ternyata telepon itu dari Bazyli. Mau ngapain coba itu orang. Lyn menggeser tombol hijau ke kanan.

"Ada apa?" ketus Lyn. Ia kesal karena itu bukan berasal dari Xavier tetapi dari cecunguk tak jelas.

"Sapa dulu kan bisa." Terdengar dengusan dari ujung sang penelepon. Lyn terkikik tertahan.

"Iya, iya. Ada apa Bazyli Alden Reynord?" ucap Lyn di lembut-lembutkan.

"Jijik deh, Lyn. Nggak cocok lu ngomong sok lembut begitu." Lyn terbahak cukup lebar. Sedangkan Bazyli di ujung telepon memaki kesal. Lyn berusaha menghentikan tawanya, tak lama tawanya pun reda.

"Haha, udah ah. Ada apa lu telepon?" Tumben saja Baz telepon Lyn, biasanya kan dia telepon karena ada hal yang mendesak saja.

"Ah itu, besok jadwal kita ngapain, ya? Gue bingung mesti bawa apa aja." Terdengar suara gresak-grusuk dari seberang telepon. Lyn mengingat-ingat apa jadwalnya besok. Ah--dia ingat.

"Kan kita udah ngisi Krs* sebelum ospek kemarin," omel Lyn kepada Baz melalui telepon.

Tepukan kening yang cukup keras terdengar dari seberang, kemudian ia berkata, "Ah, iya gue lupa. Baru inget ane. Haha."

"Udah kan? Gue tutup, ya?" tanya Lyn sebelum menutup teleponnya. Ia tau jika ditutup teleponnya secara mendadak itu tidak enak. Makanya, ia meminta izin terlebih dahulu.

"Masih rindu tapi--" Lyn mengernyitkan keningnya.

Rindu?

Rindu sama siapa?

"Lu rindu sama si--"

Tut!

"Anjir, tuh orang." Lyn memaki Lyn dengan suara yang keras. Lyn berdoa semoga saja Seila dan Leo tak mendengar makiannya itu yang cukup keras.

Memang dasar, cowok tak tau diuntung. Udah bela-belain tidak menutup telepon secara dadakan. Malah ia yang kena telepon yang ditutup secara dadakan.

"Ah mending tidur deh. Besok pagi aja nyiapin keperluannya." Lyn langsung menubrukkan tubuhnya ke kasur, memeluk boneka hangatnya, dan langsung terlelap begitu saja.

When A Meet AWhere stories live. Discover now