8. Kedai Es Krim

832 56 16
                                    

Tetapi, di sisi lain. Baz menyerahkan kedua amplop itu kepada satu orang. Siapakah dia?

-🍦-

Ada kalanya bersenang-senang. Tetapi, ingatlah untuk kembali ke realita!

-🍦-

"Baz," panggil Lyn. Lyn sempat melihat ketika ia ingin menyerahkan amplop putihnya ke kotak yang bertuliskan nama Xavier, Baz terlihat habis menyerahkan amplop ke kotak Xavier.

Tetapi biarlah, Lyn juga tak peduli. Setelah pemberian amplop, sedikit perbincangan meminta maaf atas perlakuan senior di sini, dan lain sebagainya. Akhirnya ospek terakhir telah usai. Hingga saat ini juga Lyn belum bertemu Xavier.

"Aer, lu mau ikut gue pulang?" tanya Baz, ia sudah tak ingin mengungkit-ungkit perihal ponsel Lyn. Hal itu bukan berarti Baz tak bertanggung jawab. Tetapi, setiap ia ingin bertanggung jawab perilaku yang Lyn berikan kepadanya justru seperti itu. Jadi, Baz mencoba membiarkannya.

Lyn berpikir sejenak, jika ia pulang--ia tak ingin bertemu dengan Leo maupun Seila. Tetapi, ia juga tak mungkin menginap di rumah Baz. Ia pun berbicara, "Nggak usah, Baz. Gue mau ke suatu tempat dulu."

"Mau gue anter?" tanya Baz, ia cukup khawatir dengan keadaan Lyn.

Lyn segera menggeleng keras, ia hanya ingin sendirian sementara. Tanpa ada yang menemaninya, ia butuh ketenangan untuk sejenak.

"Oh? Oke. Kalau gitu gue duluan, ya," ujar Baz tak lupa mengacak-acak puncak kepala Lyn.

Lyn marah, rambutnya jadi berantakan gara-gara Baz. "Baz rambut gue jadi berantakan liat!" Lyn menunjuk rambutnya yang sudah mirip dengan singa.

"Iya, deh gue rapihin. Sini pala lu." Baz menarik kepala Lyn hingga Lyn merasa sedikit sakit pada kepalanya.

"Sakit, Bego," ujar Lyn mencubit pinggang Baz.

Baz terkejut atas makian Lyn. "Oh, sekarang sudah berani ngomong kasar, ya."

Lyn tercengang. Sekarang? Memang dulu ia pernah bertemu dengannya.

Lyn tersentak karena, usapan pada kepalanya yang begitu lembut. Lyn mendongakkan kepalanya untuk menatap Baz, di situ Lyn melihat Baz yang begitu serius merapikan rambutnya.

"Nah, udah rapi. Kalau gitu gue duluan, Lyn. Lu hati-hati, ya," ujar Baz tersenyum kemudian ia berlalu dari pandangan Lyn.

"Oke. Hati-hati juga, ya, Baz," kata Lyn balik. Lyn melambaikan tangannya sembari berusaha untuk tersenyum lepas, tetapi nyatanya ia tak bisa.

Setelah Baz menghilang dari pandangan Lyn, Lyn melangkahkan kakinya tak tentu arah. Ia tak tau harus ke mana. Entah bagaimana, Lyn akhirnya sampai di depan kedai es krim 'Haagen Dasz'.

Lyn melihat kedai itu sangat ramai. Ia memutuskan untuk masuk ke dalam kedai. Di dalam ia melihat Risya sedang kerepotan melayani para pelanggan. Memang tak aneh jika kedai ini ramai, cuacanya saja sudah seperti api neraka.

"Eh? Ada Lyn, mau pesan apa?" tanya Risya ketika melihat kedatangan Lyn yang baru ia sadari.

"Eng--tadinya mau pesan. Tapi, ngeliat tante yang repot, boleh Lyn bantu?" tawar Lyn dengan hati-hati, ia takut apabila Risya tersinggung dengan perkataannya.

"Oh? Boleh banget. Ayok bantu tante nyiapin barang-barangnya. Nanti tante yang buat," jawab Risya dengan senang hati.

Lyn pun bergegas untuk menyiapkan beberapa cup dari ukuran kecil hingga besar. Tak lupa Lyn menyiapkan sendok dan toping es krim tersebut.

When A Meet AWhere stories live. Discover now