Bab 4

14.6K 871 23
                                    

Dira kini sedang duduk di atas rumput dihalaman belakang sekolah. Ini semua adalah ide Travis yang notabenenya pecinta alam. Dia selalu mengatakan kalau kita berdiam didekat pohon di siang hari itu bagus untuk pernafasan. Dira tak mengerti maksudnya namun Dira mengikuti saja.

Sekarang Dira dengan para sahabatnya duduk dibawah pohon yang sudah tua namun masih kokoh. Pohon itu besar dan berdaun lebat hingga mereka terhindar dari panasnya sinar matahari.

Dira menyandar pada batang pohon dengan mata yang tertuju pada rerumputan hijau di depannya yang bergoyang diterpa angin. Sebenarnya Dira ingin sekali pergi dari sana sekarang juga. Dira sudah memakai beragam cara dan alasan untuk pergi dari sana. Namun usahanya sia-sia karena para sahabatnya selalu berhasil menahannya.

Yang bisa dilakukan Dira sekarang hanya menahan diri dan menahan air matanya agar tidak keluar. Bagaimana tidak, cowok yang dicintainya, Reza kini sedang bermesraan dengan Vita. Mereka makan saling menyuapi dan diiringi dengan candaan.

Dira tak kuat melihatnya. Maka dari itu Dira selalu berusaha menyibukkan dirinya. Seperti melamun dan menatap langit yang biru. Saat sedang memandangi langit, Dira merasa terusik dengan suara seorang wanita yang sudah menghancurkan mood-nya pagi ini.

"Dimana Dira?" Dira mendengus saat wanita itu menanyakan keberadaan dirinya pada sahabat-sahabatnya. Dira pun bangkit berdiri lalu menepuk-nepuk rok bagian belakangnya yang sedikit kotor.

"Ada apa?" Tanya Dira dengan malas pada wanita itu yang ternyata adalah Rosa. Rosa menatap Dira dengan tatapan merendahkan membuat Dira geram ingin mencolok kedua mata Rosa dengan sumpit yang sedang dipegang Lea.

"Tak bisakah kau sopan sedikit saja? Aku ini gurumu." Ucap Rosa dengan angkuhnya. Dira mencibir dan memutar bola mata bosan mendengarnya.

"Kau bukan guruku. Aku tidak pernah diajari olehmu." Balas Dira. Rosa memicingkan matanya dengan tajam pada Dira. Sedangkan Dira hanya menatap Rosa dengan malas. Aura permusuhan antara Dira dan Rosa membuat keempat sahabat Dira juga Reza, Bara, dan Travis kebingungan.

"Emm ada apa Bu Rosa mencari Dira?" Tanya Vita dengan sopan. Rosa lalu menatap Vita dan tatapannya menjadi biasa saja, tidak seperti saat menatap Dira.

"Ada yang mencarinya." Jawab Rosa seraya melirik Dira dari sudut matanya. Dira yang mendengar itu pun langsung melangkah pergi dari sana.

"Dasar tidak tahu sopan santun." Dira tak menghiraukan perkataan Rosa barusan. Karena sekarang yang lebih penting baginya adalah menemui orang yang mencarinya. Dan Dira sudah tahu siapa.

Dira sampai didepan gerbang sekolah nya. Dira berjalan mendekati sebuah mobil sport biru yang terparkir dipinggir jalan. Dira mengetuk kaca mobil itu setelah berada didekat mobil dan tak lama kemudian kaca mobil pun terbuka lebar.

"Masuklah." Ucap seorang pria yang sedang duduk dibalik kemudi dengan kacamata hitam yang bertengger di hidung nya. Dira pun menurut dan masuk ke mobil itu.

"Ada apa?" Tanya Dira pada pria itu. Pria itu melepaskan kacamatanya dan menyimpannya di dashboard mobil.

"Aku harus pergi ke Bogor siang ini bersama Karin. Jadi, aku titip Keshia padamu. Ayah dan Ibu belum pulang dari Jerman." Ucap pria itu. Dira mengeluh dengan kesal. Lagi-lagi dia harus jadi pengasuh anak.

"Apa imbalan nya?" Tanya Dira seraya menatap pria yang berwajah mirip dengannya itu.

"Aku akan membelikanmu mobil setelah kau benar-benar lulus sekolah. Aku juga akan mengurus semua surat-suratnya." Jawab pria itu. Seketika itu juga Dira langsung tersenyum lebar. Spontan Dira memeluk pria itu.

"Wahh terimakasih Kakakku tersayang." Ucap Dira dengan tawa bahagianya. Pria yang ternyata Kakak Dira itu hanya mencibir mendengarnya.

"Sudah sudah. Sekarang kita pulang."

***

"Dira, kita harus berangkat sekarang. Tolong kamu antar Keshia untuk memeriksa giginya ya." Dira mengangguk patuh mendengarkan perintah Kakak Iparnya itu.

"Oh ya, diperiksanya kepada dokter langganan Keshia saja ya. Namanya Dr. Deon Rodriguez." Jelas Karin lagi. Dira hanya mengangguk lagi.

"Ya sudah. Kami berangkat dulu ya." Setelah itu Karin pun hilang dari pandangan Dira bersamaan dengan mobil sport yang tadi menjemputnya.

***

Deon duduk dikursi kerjanya dengan ponsel ditangannya. Hari ini pasien hanya sedikit jadi Deon memiliki waktu santai yang lumayan banyak.

Deon baru saja menerima pesan dari Erick yang mengatakan kalau Rosa, mantan pacarnya yang dia putuskan 2 minggu yang lalu itu menjadi guru disekolah Erick mengajar.

Deon tidak heran karena Rosa memang bekerja sebagai guru. Lagi pula, itu tidak menjadi masalah bagi Deon. Kalau Rosa bekerja sebagai suster atau dokter, itu baru menjadi masalah bagi Deon.

Deon menyimpan ponselnya diatas meja setelah membalas pesan Erick. Lalu Deon menatap langit-langit ruangannya yang bercat putih.

Rosa adalah teman semasa SMA nya dulu. Mereka memang tidak terlalu dekat dan hanya saling mengenal saja. Lalu, 4 bulan yang lalu Deon bertemu lagi dengan Rosa saat sedang makan siang di sebuah restoran. Mereka jadi dekat bahkan mereka bertukar nomor ponsel. Deon juga sering mengajak Rosa makan bersama hingga seminggu kemudian mereka resmi berpacaran.

Awalnya Rosa biasa saja, namun sejak hubungan mereka menginjak bulan ke-2, Rosa sering mengeluh dengan pekerjaan Deon. Rosa sering mengatakan kalau dia cemburu saat Deon mengobrol dengan perempuan lain yang berstatus pasien Deon.

Deon pun dengan sabarnya selalu memberikan pengertian dan penjelasan pada Rosa. Namun, Rosa keras kepala bahkan tak jarang juga menuduh Deon selingkuh dengan pasien nya sendiri.

Akhirnya, 2 minggu yang lalu Deon pun memutuskan Rosa dengan sepihak. Rosa sempat menolak namun Deon tak peduli. Deon bahkan tak menyesal karena telah memutuskan Rosa. Dalam pandangan Deon, Rosa adalah wanita manja yang apa-apa harus selalu dituruti. Sifat yang tidak sesuai dengan usianya.

Lalu, tiba-tiba Deon terbayang kejadian kemarin saat di cafe. Deon mengakui dirinya kurang ajar karena memaksa dan mengancam seorang gadis untuk menjadi pacarnya. Deon bahkan tidak mengenal gadis itu dan tidak tahu namanya juga.

Deon bahkan masih ingat bagaimana raut wajah ketakutan juga kaget gadis itu. Tapi Deon tak memperdulikannya dan memaksa gadis itu berpura-pura jadi pacarnya.

Deon memejamkan matanya saat dia mengingat bahwa kemarin dia juga mencium gadis itu. Deon bahkan masih bisa mengingat bagaimana rasa bibir gadis itu.

Manis dan membuat Deon ingin merasakannya lagi.

Sedetik kemudian Deon membenturkan kepalanya pada meja kerjanya. Tidak hanya sekali, tapi Deon melakukannya berkali-kali dan baru berhenti saat dirasa kepalanya mulai pusing.

Deon menggeram marah dalam hati. Untuk apa juga dia mengingat hal yang tidak penting itu?!

Deon kembali mengangkat kepalanya lalu mengacak rambutnya frustasi. Sepertinya dia sudah mulai tertular penyakit kegilaan Rosa.

Tiba-tiba pintu ruangannya terbuka dan menampakkan seorang perawat yang bertugas menjadi penjaga meja pendaftaran. Perawat itu terlihat kaget juga bingung melihat kondisi Deon yang tampak kacau.

"Ada pasien Pak." Ucap perawat itu.

"Suruh langsung masuk saja." Balas Deon dengan suara datar nya. Perawat itu mengangguk dan kembali menutup pintu ruangan Deon. Deon menyisiri rambutnya yang kusut dengan jemarinya.

Deon mengambil bolpoin dan mulai mencoret-coret hal yang tidak penting di atas kertas yang kosong. Tak lama kemudian suara pintu dibuka terdengar disusul suara derap langkah yang mendekat ke arahnya.

Deon mengangkat kepalanya dan hendak mengucapkan dua kata 'silahkan duduk'. Tapi dua kata itu tak jadi keluar karena Deon terlalu kaget melihat siapa yang sekarang berdiri dihadapannya.

Gadis yang dia cium kemarin di cafe berdiri didepan mejanya dengan seorang anak kecil. Dan Deon juga dapat melihat raut kaget di wajah gadis itu yang menurut Deon sedikit lucu.

Deon bertanya-tanya dalam hati. Kenapa juga dia harus dipertemukan dengan gadis itu lagi?!

____________________________________

Maaf untuk typo yaa..
Vote and comment oke....

Love The Doctor [SUDAH TERBIT]Där berättelser lever. Upptäck nu