Lebih Indah

32 5 0
                                    

Bagian 4
LEBIH INDAH


Pagi yang cerah menyapa ku, beberapa siswa yang sudah berangkat terlihat riang bercerita tentang apa saja. Sayang sekali aku sendirian berjalan ke kelas, tapi bukan masalah sih, aku segera masuk kelas dan duduk nyaman, membuka buku paket Biologi, minggu ini kami akan membahas bab 4.

Karena guru biologi punya kebiasaan memberikan kuis dadakan, aku berangkat awal agar bisa fokus membaca dan memahami materi. Kelas ku masih sepi, biasanya jam 7 kurang seperempat kelas ku berubah menjadi pasar.

Tak berapa lama, aku mendengar derap langkah di dekat pintu, saat aku menoleh untuk mencari tahu siapa dia, aku mendapati si murid baru yang katanya nomornya privasi. Siapa lagi kalau bukan Abqary, pria itu masih sama, tidak punya ekspresi. Bahkan dia tidak menyapa ku sama sekali.

Bagaimana bisa lahir ke dunia ini pria sombong dengan rupa mirip tembok begitu? Apa dia kehabisan ekspresi sampai setiap muncul dimuka umum, wajahnya datar terus? Aku berdeham,

"Pagi" merendahkan gengsi, aku menyapanya

"Pagi" sahutnya datar

Menyebalkan!

Kalau saja dia bukan anak baru aku malas memberitahu. Anak-anak yang lain saja sering lupa bahwa kebiasaan bu Naumi adalah memberi kuis dadakan di bab baru.
"Hari ini ada kelas biologi" kata ku berusaha sabar

"Ya"

Ya ampuuun aku ingin menggigit es batu rasanya. Aku memejamkan mata sejenak, berusaha menekan rasa jengkel akibat responnya yang minim. Demi apapun...membiarkan aku duduk dengannya adalah kesalahan fatal tak termaafkan.

"Dan di bab baru, bu Naumi biasa ngasih kuis dadakan. Mau belajar bareng?"

Dih aku baik sekali ya?

Jangan berpikiran macam-macam dulu, aku bukannya mau sok cari perhatian pria dengan ekspresi datar ini, tapi kenapa ya? Aku juga bingung, rasanya aku jahat sekali jika tidak memberitahunya atau malah mengacuhkannya yang pasti belum punya buku paket seperti yang lain, ataupun ringkasan materi.

Dia menoleh padaku "Apa kamu keberatan mengajukan tawaran itu?"

Selain menyebalkan, dia suudzonan.

"Kalo aku keberatan udah males aku nyapa cowo tembok kaya kamu" batin ku kesal

"Orangtua ku nggak pernah ngajarin berat hati bantuin orang lain, sekalipun dia orang yang nggak suka sama kita" jawab ku kalem

Beruntung sekali dia, aku tidak emosian saat bicara dengannya yang super duper menyebalkan bin menjengkelkan. Ngidam apa dulu ibunya saat mengandungnya selama sembilan bulan?

"Terimakasih, kamu memang berbeda Lathifa"

Apa?

Kenapa mendengar kata-katanya aku jadi sedikit tidak fokus? Jantung ku merespon duluan sampai aku sulit membalas omongan Abqary, dia berdetak heboh seolah gembira sekali dengan kalimat "Kamu memang berbeda Lathifa".

Ini aneh, aku tidak pernah seperti ini. Bahkan saat seseorang dengan sengaja memujiku cantik, di depan banyak orang. Aku biasa saja, ilfeel malahan. Tapi ini hanya ungkapan sederhana.

Sepertinya otak ku bermasalah karena sekarang kata-katanya membuat tubuh ku panas dingin tidak jelas. Aku benar-benar mirip gadis amatiran. Memalukan! Maaaaaaa anak mu yang paling cantik teraniaya!

Parahnya... pria itu penyebabnya!!!

Lebay

Dia mendekatkan diri pada ku, aku sedikit menyodorkan buku padanya. Kami diam, memahami apa yang kami baca, aku sedikit menghafal beberapa yang perlu sebelum dia membuka halaman demi halaman.

Senja Bersimbah DarahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang