19

17.8K 1.4K 9
                                    


"Daddy!!!!" Alya memasuki ruang kerja Alan dengan sumringah, bocah itu sudah rapi dengan kaos pink bergambar hello kitty dan celana leging gitam selutut.Dipunggungnya bergelayut tas ransel kecil senada dengan bajunya, bedanya tasnya bergambar princess dan kaki mungilnya dibalut sepatu putih. Rambut pirangnya yang dikuncir dua bergoyang-goyang mengikuti langkah kakinya yang berlari kecil.

Alan menutup buku nikah ditangannya dan menyimpannya didalam brankas, menyatukannya dengan akte kelahiran Alya. Alan begitu berhati-hati menyimpan buku nikah dan akte Alya, seolah kedua benda itu harta pusaka yang tak ternilai harganya. Ya, kalian benar, buku nikah itu adalah bukti sah pernikahannya dengan Anjani.

"Wah anak Daddy udah wangi dan cantik, mau kemana nih?" sambut Alan dan menggendong Alya, menciumi pipi tembamnya gemas, Alya terkikik geli pipinya bergesekan dengan pipi Daddynya yang ditumbuhi bulu-bulu halus.

"Mau ketaman Dad, main sama tante Jani," manik Alya berbinar, kedua tangan mungilnya menangkup pipi Alan. "Daddy ikut nggak, nanti Alya kenalin sama tante Jani."

Alan menggeleng, "Alya saja, Dad banyak kerjaan," keduanya menoleh kearah pintu mendapati Bik Sumi yang sudah bersiap mengantar Alya ketaman. Alya mencium punggung tangan Alan dan berlari menghampiri Bik Sumi kemudian menghilang dibalik pintu ruang kerja Alan, meninggalkan pria itu yang termangu menatap punggung tangannya. Aksi Alya barusan mengingatkan Alan pada Anjani yang juga melakukan hal yang sama setiap kali ia berangkat atau pulang kerja. Ah, Alya kenapa tingkah lakunya persis seperti Anjani?

Alan mendesah, tiba-tiba hatinya terusik dengan orang yang hendak ditemui Alya. Ia ingin tahu seperti apa wanita asing yang begitu menyayangi anaknya dan selalu disanjung Alya. Tak mau mati penasaran Alan bangkit dari kursi empuknya mengambil jaket, topi dan kacamata rayban. Disambarnya kunci mobil diatas meja dan berlari kegarasi dan melaju menuju taman yang tak jauh dari komplek rumahnya.

Alan memarkirkan mobilnya dan mengedarkan pandangan kesekelilng, dilihatnya banyak pasangan bersama anak-anak mereka berlalu lalang diareal taman, ada yang bermain bola, ayunan, kejar-kejaran, main perosotan dan ada juga yang duduk ditikar yang digelar dibawah pohon. Boleh dibilang taman ini surganya bagi keluarga yang ingin mengisi liburan dengan biaya murah. Tak heran tempat ini dipenuhi pengunjung disetiap hari libur.

Alan melangkah kian masuk ketengah taman, matanya tak henti-hentinya menjelajahi penjuru taman mencari keberadaan Alya, kepalanya bahkan dilongokkan dan kakinya berjinjit meneliti kesegala arah. Lima menit berputar-putar Alan tak juga menemukan Alya, akhirnya ia mengarahkan kakinya kesudut taman sebelah utara, menuju pohon besar yang tumbuh dibagian pojok berhadapan dengan kolam kecil.

Puas berkeliling taman pria berjaket itu mengistirahatkan tubuhnya dibangku beton, diluruskan kakinya dan kedua tangannya terentang disepanjang sandaran bangku. Seorang wanita tambun lewat didepannya membuat Alan membenamkan wajahnya dibalik topi dan kaca mata yang dipakainya, ia tak mau Bik Sumi mengetahui keberadaannya ditaman itu.

Dengan langkah pelan Alan mengikuti Bik Sumi dan bersembunyi dibalik pohon, ia mengawasi pengasuh Alya yang bergabung denganseorang wanita dan anak kecil yang duduk atas tikar piknik.Alan bisa memastikan bocah mungil itu adalah Alya dan wanita yang memangku Alya adalah orang yang sering dipanggil Tante Jani.

Alan penasaran ingin melihat rupa wanita itu namun sayang posisi siwanita yang membelakanginya membuat Alan tak leluasa melihatnya. Dengan penuh kesabaran Alan menunggu kesempatan siwanita menghadapkan wajah kearahnya. Dan Alan ternganga dengan tubuh membeku begitu matanya menangkap rupa orang itu, Anjani? Alan menegang.

Tak mempercayai penglihatannya Alan mengucek matanya berulang kali, mempertegas pandangannya namun sosok yang dilihatnya tidak berubah, wanita itu memang Anjani, wanita yang bertahun-tahun dicarinya. Tubuh Alan terhuyung, kakinya lemas dan jantungnya berdetak kencang, ia begitu shock dan kaget melihat Anjani bersama Alya. Ia seakan tak percaya wanita asing yang selama ini diceritakan Alya adalah ibu kandung anak itu.

Tubuh lemas Alan bersandar dibalik pohon, ia menata debaran jantungnya yang berdetak kencang. Pria itu menekan dadanya kuat-kuat, bahagia dan haru bercampur aduk dalam hatinya. Bahagia ia bisa melihat wanita itu lagi setelah menghilang selama empat tahun, dan ia terharu Alya menemukan ibu kandungnya meski mereka tak mengetahui hubungan darah keduanya.

Alan kembali melongokkan kepalanya mengintip, matanya berkaca-kaca melihat keakraban Alya dan Anjani. Keduanya bersenda gurau dan tertawa, Anjani juga terlihat menyuapi Alya penuh kasih sayang. Alya terlihat sangat bahagia, tak pernah Alan melihat anak itu tertawa lepas seperti itu. Dirumah anak itu selalu khawatir dan ketakutan bila bertemu Sonia. Tanpa sadar ada cairan bening bergulir dipipi Alan yang langsung dihapusnya dengan kasar.

Seperti seorang stalker Alan mengawasi gerak-gerak Anjani, mati-matian ia menahan rasa rindu yang membuncah didadanya dan menahan keinginannya untuk berlari mendapati wanita itu, membenamkan kepelukannya melepas kerinduan yang terpendam. Alan sadar jika ia melakukan itu akan mengejutkan Anjani, ia ingin menikmati wajah cantik yang pernah mengisi malam-malamnya empat tahun yang lalu dari jarak jauh, dan ia harus puas memandangi senyum manis dan tawa bahagia wanita itu bersama anaknya. Ah Anjani, apa yang akan kau lakukan seandainya kau tahu anak yang ada dipangkuanmu adalah bayi mungilmu yang dulu kupisahkan secara paksa? Apakah kesalahan fatalku ini termaafkan?

***

RATNA ANJANIDonde viven las historias. Descúbrelo ahora