5

18.5K 1.4K 17
                                    

Alan menyandarkan tubuhnya kesandaran empuk jok mobilnya, matanya terarah kekaca samping kirinya mengamati lalu lalang pejalan kaki ditrotoar. Alunan musik instrumental dari audio mobil menenangkan perasaannya, itu adalah hal terampuh untuk merilekskan tubuhnya yang lelah karena terlalu diforsir bekerja.

Akhir-akhir ini jadwalnya kian padat apalagi setelah yang mulia Arman Wijaya ayahnya membebankan posisi big boss di Wijaya Group kepundaknya, meski ada orang-orang kepercayaan yang membantunya mengendalikan perusahaan tapi tetap saja beban tertinggi kelangsungan perusahaan ada ditangannya. Alan tak memusatkan dirinya berkantor disatu tempat, ia sering mondar-mandir dari satu kantor kekantor lainnya. Ia mengontrol langsung perusahaannya dan memastikan segala sesuatunya berjalan dengan lancar.

"Sudah sampai bos," suara tegas Denis memutus lamunan Alan, pria tegap itu sudah berdiri diluar mobil dan sedang membukakan pintu untuk Alan.

"Thanks Denis," Alan keluar dari mobil dan merapikan jasnya, melangkah keloby kantor dan mengangguk membalas sapaan karyawannya. Ujung bibirnya terangkat membentuk senyuman mendapati para wanita yang dilewatinya buru-buru merapikan rambut dan tersenyum lebar untuk menarik perhatiannya, bahkan ada yang terang-terangan bertingkah genit menggodanya dan wanita itu akan mengelus dada karena Alan tak menanggapinya.

Alan maklum disetiap kehadirannya para wanita menatapnya penuh harap, ia terbiasa dengan sorot mata kaum hawa yang memujanya. Wanita mana sih yang tak tertarik padanya, postur tubuhnya tinggi menjulang dengan rambut sedikit pirang, alis matanya tebal dengan sorot mata hazel tajam mematikan, rahangnya tegas dihiasi bakal jambang yang kehijauan sehabis dicukur, dagunya kokoh, dada bidang dan perut yang terbentuk karena rajin ngegym. Pantas saja dimanapun Alan berada kaum hawa akan menoleh dua kali kearahnya.

Dikawal bodyguard setianya Alan memasuki lift pribadinya yang langsung mengantarnya kelantai teratas digedung ini, ia menduduki kursi kebesarannya dan menghubungi Pak Jayadi, tak lama kemudian pria itu muncul dari balik pintu dengan diiringi sekretarisnya membawa tumpukan berkas yang langsung diperiksa Alan.

"Apa ada permasalahan serius pak?" Meski ia pimpinan tertinggi namun Alan tetap memegang teguh norma kesopanan dan tetap memanggil pak Jayadi dengan sebutan Pak meski ia atasan pria itu.

"Semuanya lancar nak Alan, tak ada kendala berarti," jawab pak Jayadi, pria ini memuji sikap Alan yang meskipun tegas namun tidak angkuh.

Alan tetap fokus pada aktivitasnya tanpa mempedulikan Angela yang seperti cacing kepanasan disamping Pak Jayadi, ia bahkan sengaja membuat gerakan untuk memancing perhatian Alan namun Alan tak bergeming. Denis yang duduk disofa sudut ruangan hanya geleng-geleng kepala melihat pemandangan itu, ia sangat yakin Alan takkan tergoda dengan wanita seperti Angela, ia sangat mengenal selera Alan karena selain sebagai bodyguard ia juga merangkap asisten,sopir dan sahabat Alan, kebetulan dulu mereka teman satu kampus namun beda tingkat dan Denis dua tahun diatas Alan.

"Kalau begitu saya tinggal dulu nak Alan," Pak Jayadi bangkit dari kursinya setelah diangguki Alan, dengan tak rela Angela mengikuti bosnya namun masih sempat melancarkan aksinya.

"Kalau Pak Alan perlu sesuatu bisa menghubungi saya," suaranya sengaja dibikin sensual dan mengedipkan mata kirinya begitu Alan mengangkat wajah.

"Ok," Angela mendesah dengan sambutan pendek dari Alan, matanya kembali tertuju kewajah menawan sang bos yang kembali serius menekuni berkas dihadapannya, tampaknya berkas itu lebih menarik dari tubuh seksi Angela.

Alan menghembuskan nafas kasar begitu kedua orang itu menghilang dibalik pintu, bukan ia tak suka perempuan tapi ia paling sebal dengan perempuan yang sengaja melemparkan diri kehadapannya.

Alan menumpu siku dimeja dan menopang dagu dijemari tangannya yang bertaut, matanya diarahkan pada Denis yang juga tengah menatapnya, "ada kabar terbaru?"

Denis tahu maksud pertanyaan sang Bos, ia menggeleng lesu dan tak mengalihkan tatapan pada Alan yang merosot dikursi kebesarannya. Ia sangat paham perasaan yang berkecamuk dikepala Alan, sejak kejadian beberapa tahun lalu yang sengaja dilakukan sang bos namun kemudian disesalinya, namun sayang penyesalan sang bos terlambat, ia kehilangan sosok itu, sosok yang diam-diam mencuri separuh jiwa Alan.

Sebagai pelampiasan rasa bersalahnya Alan mengisi hari-harinya dengan bekerja dan ia sukses menjadikan perusahaannya berkembang pesat. Namun semua itu tetap tak mampu menghilangkan rasa bersalahnya, apalagi setiap melihat malaikat kecilnya tersenyum padanya, senyum yang selalu mengingatkannya pada orang itu.

Drrrrrt drrrrrt

Alan meraih ponsel dari atas meja dan melihat id pemanggil, "Hallo Ma." "............."

Tubuh Alan menegak, "Dimana mama sekarang?"

"............."

"Aku kesana sekarang!" Alan menutup panggilan dan bangkit dengan terburu-buru, "Denis, kita kerumah sakit mama dijambret dan ia terluka," titahnya seraya menekan tombol lift. Denis sigap bangkit menyusul sang bos memasuki lift.

Alan turun dari mobil begitu Denis memasuki pelataran parkir, setengah berlari ia menuju bagian informasi menanyakan ruang rawat mamanya, dibelakangnya Denis menyusul setelah memakirkan mobil.

"Mama nggak apa-apa? Gimana kejadiannya? Apa pelakunya tertangkap?" berondong Alan begitu masuk keruang rawat sang mama.

Maria, mama Alan berusaha bangkit dari posisi tidurnya, ia tersenyum melihat wajah panik anaknya yang meneliti luka-luka ditubuh mamanya.

"Mama nggak apa-apa, hanya luka gores dan lecet-lecet nggak parah kok," Maria lalu menceritakan kronologis kejadiannya, "Untung ada gadis itu kalau tidak mama nggak tau apa jadinya, kalau kehilangan uang nggak masalah buat mama yang mama takutkan kehilangan dokument penting yang mama bawa."

"Syukurlah, lalu mana orang yang menolong mama?" Alan celingukan mencari disekeliling ruangan, dari pertama masuk ia tak melihat orang lain dalam kamar rawat mamanya.

"Ia langsung pulang begitu mama bilang ada anak mama yang mau datang, kelihatannya ia baru pulang kerja."

"Siapa namanya?"

"Astaga!!!" Maria menepuk jidatnya membuat Alan dan Denis menautkan alis, "Mama lupa menanyakan namanya," keduanya serempak menggeleng takjub.

"mama....mama," gerutu Alan gemas.

Sudahmengerti alur ceritanya? Masih samar? Sabar, baca aja dulu oke?


RATNA ANJANIWhere stories live. Discover now