18

17.3K 1.3K 13
                                    

Hening tercipta dalam perjalanan panjang menuju rumah Alan, Denis tak berniat mengajaknya bicara karena hatinya terasa perih. Berkali-kali ia menghembuskan nafas panjang mengendalikan perasaannya dan membasahi tenggorokannya yang tercekat.

Mata Alan tak lepas dari bayi dipangkuannya, bayi merah itu mengerucutkan bibir mungilnya dan bergerak-gerak dipangkuan Alan, semua yang ada dibayi itu mengcopy Alan, mata hazel dan rambut pirangnya persis seperti Alan. Mungkin bayi ini memang diciptakan untukku, kekeh batin Alan.

Selintas bayangan Anjani yang kesakitan bermain dipelupuk matanya, Alan merasa berdosa memisahkan bayi ini dari ibunya bahkan Anjani belum sempat melihat rupa anaknya. Alan menjadi orang paling jahat didunia ini memisahkan seorang ibu yang telah susah payah mengandung sembilan bulan bertaruh nyawa melahirkan anaknya dan Alan seenaknya membawa anak itu disaat sang ibu pingsan.

Alan menyandarkan kepala kesandaran jok, memejamkan mata menekan rasa bersalahnya, "Den, apa saya terlalu kejam?"

"Sangat!!!" Sambar Denis cepat tanpa menoleh kearah Alan, ia juga merasa bersalah karena atas usulnyalah Anjani teraniaya.

Mobil berbelok kerumah besar Alan, "tunggu sebentar Den, saya taroh bayi ini setelah itu kita kembali keklinik."

Denis mendengus, matanya mengekori Alan yang menghilang dibalik pintu utama dan tak lama pria itu kembali masuk kedalam mobil, tanpa bayi ditangannya mungkin sang bayi telah diserahkan pada Bik Sumi.

Mobil kembali melaju dijalan raya menuju klinik yang beberapa jam lalu mereka tinggalkan, hari telah gelap ketika mobil memasuki parkiran klinik. Bergegas Alan turun dan setengah berlari masuk kedalam tempat itu.

"Loh bapak suaminya Bu Anjani kan? Kok kembali lagi, apa ada yang ketinggalan?" tanya perawat yang tadi membantu persalinan Anjani heran, ia menatap Alan dan Denis bergantian dengan alis bertaut dan wajah penuh tanda tanya.

"Saya mau menjemput istri saya ," jawab Alan dengan nafas memburu.

Perawat itu terkejut, "Bu Anjani sudah pulang dari tadi, tak lama setelah bapak pergi membawa bayinya, kami berusaha menahannya karena masih lemah sehabis melahirkan tapi Bu Anjani berkeras mau pulang jadi kami tak bisa berbuat apa-apa."

Alan terkesiap, wanita itu pulang sendiri dalam keadaan lemah? Bagaimana kalau terjadi sesuatu padanya? "Baiklah, terima kasih."

Alan dan Denis kembali kemobil dan melaju menuju rusun, tapi mereka tak menemukan Anjani disana. Keduanya saling pandang dan berpikir kemungkinan tempat yang akan dikunjungi wanita itu. Mereka mencari Anjani ke kost lamanya dan hasilnya nihil, menurut teman-teman kosnya Anjani sudah lama pindah dari tempat itu. Alan memutuskan menyusuri jalan raya dan berharap menemukan Anjani namun setelah berjam-jam mereka berkeliling wanita itu tak juga ditemukan. Akhirnya dengan lesu Alan meminta Denis mengantarnya pulang, hatinya terasa kosong dan hampa kehilangan Anjani, ia menyesali tindakannya meninggalkan wanita itu sendirian diklinik.

Sampai dirumah persoalan baru menanti Alan, diruang tengah telah berkumpul orang tuanya dan orang tua Sonia, tak lupa Sonia yang menatapnya dengan tatapan garang.

"Bisa kau jelaskan tentang bayi ini?" geram Sonia seraya menunjuk bayi perempuan dipangkuan Bik Sumi.

Alan menghela nafas panjang, matanya mengawasi semua orang yang kini menatapnya dengan tatapan tak terbaca, "dia anakku." Jawab Alan pendek.

"Anak dari mana Alan??? Aku bahkan tak pernah hamil!!! Pokoknya kau singkirkan bayi itu dari rumah ini, aku tak mau melihatnya!!!" jerit Sonia histeris, matanya memerah menahan amarah yang menggelagak ubun-ubunnya.

"Alan, sekarang jelaskan bayi siapa ini, dari mana kau mendapatkannya." Tanya Arman, Papa Alan dengan nada lembut, pria ini memang terkenal kelembutannya namun sesekali ia bisa tegas, ia tak mau berprasangka buruk pada anaknya sebelum sang anak memberi kejelasan.

"Dia anakku Pa, Ma, aku.....mengadopsinya," Alan terpejam,suaranya melemah diujung kalimat, untuk saat ini ia tak mungkin mengatakan yang sebenarnya. Maafkan Daddy nak, bisiknya dalam hati seraya menatap bayi mungil yang tertidur dipangkuan Bik Sumi sendu.

Suasana menjadi panas, Sonia, Mamanya dan Mama Alan tak terima kehadiran bayi itu, mereka meminta Alan mengembalikan sang bayi kepanti tempat Alan memungutnya. Menurut mereka bayi itu tak jelas asal-usulnya dan akan mencemarkan nama baik kedua keluarga. Papa Alan dan mertua lelakinya tak ikut berkomentar, mereka hanya diam melihat tiga wanita yang murka memarahi Alan dan mencaci maki sibayi yang tak berdosa.

"Cukup!!!!" Sentak Alan marah, ketiganya sontak terdiam dengan mulut melongo, tak pernah Alan berteriak sekeras itu. "Bayi itu akan tetap ada disini meski kalian tak menerimanya, dia anakku dan tetap akan jadi anakku. Aku tak segan-segan bertindak kasar pada siapapun yang berani mengusiknya!!!" Teriak Alan dengan telunjuk teracung keudara. Bik Sumi yang menggendong bayi mengkerut ketakutan, belum pernah ia melihat tuan mudanya semarah ini.

"Tapi kenapa harus adopsi nak Alan? Kalian kan bisa punya anak sendiri?" Tanya Mama Sonia, sama seperti anaknya wanita ini menentang keputusan sepihak Alan mengadopsi anak, mungkin ia takut nanti cucunya yang lahir dari rahim Sonia mempunyai saingan berat dalam rumah ini.

Alan menatap mertuanya datar, "tanyakan pada anak kesayangan Mami kenapa ia tak mau mengandung anakku!" Alan berlalu menaiki tangga dan berhenti disamping Bik Sumi, "bawa anakku kekamar Bibik, besok kusiapkan semua keperluannya."

Bik Sumi mengangguk dan berlalu kekamar belakang meninggalkan ruang tengah yang dipenuhi isakan Sonia, wanita itu tak berani angkat bicara menjawab pertanyaan keras Alan tadi.

Seiring berjalannya waktu bayi itu tumbuh menjadi bocah mungil menggemaskan dan Alan sangat menyayanginya. Alya Alfani Wijaya, nama yang disandang bocah cantik itu, Alan sengaja menggabungkan namanya dengan nama Anjani karena ia tak bisa melupakan ibu kandungnya Alya.

Anjani, wanita itu bagai hilang ditelan bumi. Alan sudah mengerahkan anak buahnya bahkan menyewa detektif swasta untuk melacak keberadaannya, tapi tak satupun dari mereka yang memberikan berita menggembirakan. Entah wanita itu masih hidup atau tidak, tanpa disadari Alan kepergian Anjani telah membawa separoh hatinya, dan hati separoh lagi telah diberikannya buat Alya, putri cantik peninggalan Anjani.

Setiap kali bocah itu tersenyum, Alan seolah melihat Anjani yang tersenyum padanya. Meski paras Alya mirip Alan namun garis senyum Alya meniru ibunya, sampai saat ini hanya Denis satu-satunya yang tahu siapa Alya. Alan masih merahasiakan identitas anak itu pada keluarganya, ia tak mau keluarganya yang tak menerima Alya kian membenci anak itu.

Alan tak putus asa dan terus berharap suatu hari akan bertemu lagi dengan Anjani, bila ia rindu wanita itu Alan akan datang kerusun dan bersemedi disana, menciumi wangi Anjani yang tertinggal dibantal dan selimut. Mengumpulkan bayang-bayang Anjani yang berkeliaran disetiap sudut ruangan rusun.


RATNA ANJANIWhere stories live. Discover now