13

17.2K 1.2K 19
                                    

Alan mengerjapkan matanya menatap sekeliling ruangan, ia menarik nafas panjang begitu mengenali tempat yang digunakannya untuk tidur. Kamar sederhana dengan ukuran tak seberapa luas dan jelas sangat jauh berbeda dengan kamar mewah yang biasa huninya. Alan bangkit dan duduk ditepi ranjang, matanya kembali meneliti sekeliling mencari seseorang, kemana dia?

Tiba-tiba Alan teringat sesuatu dan segera menyibak selimut yang dipakainya, matanya membesar melihat bercak darah yang menempel disprei. Ternyata yang semalam itu nyata bahkan Alan masih merasa pegal-pegal. Senyum miring tersungging dibibirnya, rasa bangga menyelimuti hatinya karena ia orang pertama yang menyentuh gadis itu. Ia salut gadis itu bisa menjaga dirinya dengan baik bahkan masih suci sampai umurnya 21 tahun. Sonia saja bahkan sudah kehilangan keperawanannya di umur 17 tahun. Selama ini Alan beranggapan dizaman sekarang ini kesucian bukanlah hal yang penting lagi bagi pasangan yang baru menikah, karena ia juga bukan perjaka lagi saat menikahi Sonia dan kenyataan Sonia tak suci lagi tak jadi masalah baginya.

Tapi kenyataan semalam menghentak anggapannya selama ini, terlebih Anjani menangis setelah ritual malam pertama mereka membuat Alan bertanya-tanya.

"Kenapa kau menangis?"

"Saya menangis karena bahagia sekaligus sedih Pak," jawab Anjani disela isakannya dan sukses menghadirkan kerutan dikening Alan, "Saya bahagia karena bisa mempersembahkan harta berharga saya untuk lelaki yang menjadi suami saya, tapi saya sedih karena lelaki itu bukan orang yang saya cintai."

Alan tersentak, hatinya tersentil oleh perkataan Anjani. Anjani ingin mempersembahkan harta berharganya untuk suami yang mencintainya, dan ia hanyalah lelaki egois yang memaksakan kehendak untuk mencapai ambisinya. Dan dengan kekuasaannya ia menghancurkan impian indah seorang gadis baik seperti Anjani.

Pintu terbuka dan Anjani muncul diambang pintu, pandangan keduanya terkunci beberapa detik dan Anjani memalingkan pandangan dengan wajah merona.Dadanya berdegup kencang melihat pemandangan indah dihadapannya, Alan yang duduk dipinggir ranjang bertelanjang dada dan bawahannya hanya tertutup bokser setengah paha, seperti sengaja mengekspos dada bidang dan perut kotak-kotak membuat Anjani menelan ludah. Wajah Anjani kian memanas mengingat tubuhnya yang telah bersentuhan dengan tubuh kokoh Alan, telah merasakan liat dan kerasnya otot-ototnya membuat Anjani ingin mengulanginya. Anjani meringis menyadari ia telah jatuh kepesona lelaki itu.

"Mmmh, Pak Alan saya mau kekampus dulu, sarapan sudah saya siapkan dimeja,"ucapnya dengan terbata-bata, mengatasi gugup dan gemetar yang nyaris menguasai dirinya. Anjani masuk kekamar mandi dan terdengar suara air mengucur dari keran, ia keluar lagi dan mendekati Alan, "Bak mandinya sudah saya isi, saya pergi dulu," pamitnya dan seperti kejadian semalam Anjani mencium punggung tangan Alan dan berlalu keluar kamar setelah menyambar tas dimeja rias.

Alan terpana dan tak berkata sepatah katapun, ia baru tersadar begitu mendengar suara pintu ditutup dan menghela nafas menyadari ia sendirian dikamar. Ditatapinya punggung tangannya yang tadi dicium Anjani, seulas senyum hadir dibibirnya tampaknya ia harus membiasakan diri dengan kebiasaan baru itu,kebiasaan yang tak pernah dilakukan Sonia padanya.Alan berdecak kesal, baru satu hari menikah dengan Anjani ia sudah membanding-bandingkan Sonia dengan wanita itu. Alan bangkit dan melangkah kekamar mandi menyiram tubuhnya yang terasa lengket setelah semalam banjir keringat.

Anjani menyusuri lorong rusun mencapai tangga dan menjejak anak tangga turun kelantai bawah, ia tersenyum dan mengangguk menyapa penghuni rusun yang berpapasan dengannya, dirusun ini sangat ramai dan nyaris semua unit terisi. Kehidupan dirusun nyaris sama dengan komplek perumahan dan penghuninya saling kenal satu sama lain. Lantai bawah disediakan tempat berjualan dan pedagangnya pun berasal dari penghuni rusun.

Sebuah mobil mewah memasuki parkiran rusun dan seorang pria muncul dari balik pintu kemudi, Anjani tersenyum mengetahui orang itu Denis yang mau menjemput bosnya.

"Pagi Pak Denis, mau menjemput Pak Alan ya?"

Denis mengangguk sopan, "Iya Bu Bos, apa Bos sudah bangun?"

Anjani terkekeh, "Jani aja Pak Denis, berasa tua saya dipanggil Bu, pak Alannya sudah bangun dari tadi, Pak Denis masuk saja."

Denis balas terkekeh, matanya meneliti Anjani yang sudah rapi seperti orang hendak keluar, "Bu Bos mau kemana?"

"Kekampus, kebetulan ada jam kuliah pagi, pergi dulu Pak," pamit Anjani dan berlalu meninggalkan Denis.

Denis menatap punggung Anjani yang menghilang ditelan angkot, ia melangkahkan kaki menaiki tangga rusun menjemput Alan.

Sampai didepan unit yang ditempati Anjani Denis mengetuk pintu, ia memutar kenop begitu terdengar suara Alan yang menyuruhnya masuk.

"Pagi bos," Sapa Denis seraya mengangguk sopan, Alan yang sedang menikmati sarapannya tak menyahut ia menyuruh Denis duduk dengan sorot matanya.

Selesai sarapan Alan masuk kekamar dan keluar dengan menenteng jas dan tas kerja, ia memakai jas didepan Denis dan keluar setelah terlebih dulu mengunci pintu rusun. Denis mengekori dibelakangnya dalam diam sampai mereka masuk kedalam mobil. Sesekali Denis melirik Alan yang menyandarkan tubuhnya dijok belakang dan pria itu menautkan alisnya mendapati sang Bos tersenyum sendiri.

"Sukses bos?" giliran Alan yang menaikkan alisnya menanggapi pertanyaan ambigu Denis, "First nightnya, sukses nggak?"

Senyum Alan kian lebar namun ia tak mengeluarkan sepatah katapun, Denis maklum pasti bosnya sedang berbunga-bunga terlihat dari raut muka sang bos yang berseri-seri dan senyum yang tak lepas dari bibirnya.

***

Wuah Alan habis belah duren tuh, tapi sengaja nggak saya ceritain detailnya, gimana ya... kok risih ya nyeritain bagian hot diatas ranjang, kayaknya giamanaaaa gitu, meski saya syuka baca cerita yang ada bagian 'itu'nya ha...ha...


RATNA ANJANIWhere stories live. Discover now