5. a kiss

3K 76 1
                                    

Setelah kejadian itu Vale bisa sedikit terbuka dan tidak menahan egonya lagi, gengsinya sedikit berkurang. Semakin hari mereka bisa semakin akrab. Mereka sering menghabiskan waktu bersama. Makan siang, nonton, jalan jalan semua yang dilakukan anak muda pada umumnya. Namun belum ada satu diantara mereka yang mengakui perasaan masing masing.

Vano memang sedari awal menyukai Valeria. namun dia menunggu waktu yang tepat untuk bisa membuat momen romantis itu. Ia berniat membuat kejutan yang tidak akan bisa dilupakan Vale. Dia begitu yakin bahwa meminta Vale mejadi pacarnya adalah suatu yang mudah. Ia yakin Vale tidak akan menolaknya. Bahkan jika Vale menolak maka Vano dengan egoisnya akan memaksa tanpa perduli penolakan.

Valeria juga menyadari perasaannya terhadap Vano. Baru kali ini ia merasa nyaman dan merasa jantungnya terus berdetak kencang oleh Vano. Valeria tidak berharap bahwa Vano akan memintanya menjadi pacar. Bahkan Vale sendiri takut jika hal itu terjadi. Sudah cukup begini saja seterusnya. Bisa bersama tanpa perdulikan status. Entah sahabat atau pacar yang jelas perasaan itu ada dan mereka saling nyaman. Vale takut tidak bisa memenuhi permintaan Vano jika hal itu terjadi. Takut karena janjinya sendiri dengan orang tuanya.

To : Vale

"aku akan terlambat menjemputmu"

Setelah membaca pesan dari Vano, valeria melanjutkan fokusnya pada papan tulis yang menunjukkan jejeran soal yang harus segera dia kerjakan. Sudah menjadi rutinitas hampir sebulan ini Vale pulang bersama Vano. Awalnya memang penuh dengan drama karena Vale terus menolak tapi bukan Vano namanya jika tak bisa memaksa Vale.

Vale menunggu di samping gerbang sekolahnya. Ia menyandarkan bahunya pada tembok sambil sesekali memainkan handphonenya. Beberapa detik kemudian ia melihat Vano berjalan dengan gagahnya menuju kearahnya. Dengan senyum lebar dan hangat. Banyak siswa lain yang berbisik bisik memandang vano mengiringi langkah Vano. Rambut yang sedikit berantakan khas siswa yang lelah belajar seharian. Ujung baju seragam yang sudah tidak di dalam celana lagi dan juga dua kancing atasnya yang terbuka menunjukkan sedikit kaos dalamnya. Sempurna sekali penampilannya. Sempurna berantakannya bagi Vale. Mendapati pemandangan itu membuat vale menelan ludahnya sekian detik. 'Untung ganteng, kalo engga pasti aneh banget penampilannya' batin Vale.

"matamu itu terlihat seperti kucing yang menemukan ikan kau tahu" sapa vano dengan menyentil ujung hidung Vale yang sedari tadi memandangnya.

Vale tidak menjawab malah menunduk menyembunyikan malunya. Dan membuat pipinya merona.

"haha aku semenarik itu ya buat kamu" ucap vano dengan menarik dagu Vale agar pandangannya sejajar.

Disisi lain banyak siswa yang memperhatikan dengan penuh iri pada mereka berdua. Bahkan sorakan atau pekikan mereka bisa terdengar sekali waktu. Sungguh Vano jagonya dalam menggombal. Bahkan hal sekecil apapun yang dilakukan vano pasti dinilai romantis oleh para siswa itu.

"Ge er banget, ayo pulang" sergah Vale menutupi malunya dan melangkah mendahului vano. Namun beberapa detik kemudian ia berhenti dan berbalik menghadap Vano yang belum sempat beranjak dari posisinya. "oh ya kenapa kau jalan kaki, dimana motormu?"

"dia ada dirumah. Hari ini aku membawa kereta untuk princessku" ucap vano dan langsung menarik tangan Vale. Hingga berada di samping mobil jazz putih dan Vano membukakan pintu untuk Vale.

"memang kita mau kemana sampai kau membawa mobil ? aneh sekali !" ucap Vale sedikit curiga

"ini akan jadi hari spesial kita sayang lihat saja, siapkan dirimu" ucap vano dengan seringaian. Vano berniat menyatakan perasaannya dengan sungguh dan meresmikan statusnya.

Seketika vale khawatir. Dia tidak ingin vano melakukan hal itu. Ia tidak akan bisa menjadi pacar siapapun karena janjinya pada orang tua. Tapi vale juga tidak bisa menolak permintaan vano karena ia takut Vano menjauh.

We Will be OkDonde viven las historias. Descúbrelo ahora