CHAPTER 3 BAB 4

729 72 3
                                    

BAB 4

Namaku Emily, aku berusia 14 tahun dan saat ini aku duduk di bangku SMP. Hal yang sedang aku lakukan saat ini adalah memandangi seseorang yang sedang tertidur di mejanya. Seorang pria yang berpenampilan cukup mencolok di kelas kami karena dia memiliki paras yang tampan, sehingga banyak gadis bukan hanya di kelasku saja, tapi bahkan gadis di kelas lain pun menaruh perhatian padanya. Entah harus merasa senang atau sedih, karena pria yang cukup populer ini sangat dekat denganku? semenjak bersahabat dengannya aku sering dikerjai oleh para gadis yang tertarik padanya dan terkadang mereka selalu menatapku dengan tatapan yang dipenuhi kebencian. Jujur aku merasa terganggu dengan tingkah mereka dan aku benar-benar tidak menyukai ini. Kadang aku berpikir, apakah pria ini menyadari atau tidak tatapan benci para gadis itu padaku disebabkan karena dia yang dekat denganku? di sisi lain aku merasa senang dan sedikit bangga karena bisa dekat dengannya dan membuat gadis-gadis itu iri padaku.

"Hei Emily apa yang kau pikirkan, senyum-senyum sendiri sambil memandangi Elliot yang sedang tertidur tanpa berkedip?"

Suara itu benar-benar mengagetkanku, suara itu berasal dari seorang gadis bernama Alice. Dia sahabat baikku di kelas, selain Elliot. Sepertinya hanya dia gadis yang benar-benar mau bersahabat denganku.

"Ti ... ti ... tidak kok, memangnya siapa yang sedang memandang Elliot?" aku cepat-cepat membantah perkataan Alice padaku tadi.

"Hahaha ... sekeras apapun aku memojokkanmu, kau tidak akan pernah mengaku Emily."

"Huuh, sudahlah jangan menggodaku seperti ini!"

Perasaan malu dan kesal pada Alice bercampur jadi satu pada saat itu. Melihat ekspresiku itu, Alice kembali tertawa..

"Hahaha ... iya ... iya ... maaf, aku hanya bercanda. Oh iya aku ingin memberikanmu ini" Alice memberikan sebuah surat padaku.

"Apa ini??"

"Seseorang memintaku untuk menyerahkan ini padamu"

"Siapa??"

"Kau baca saja sendiri surat itu, nanti juga kau akan tahu" Alice berkata seperti itu sambil tersenyum nakal padaku.

***

Saat ini aku sedang duduk termenung di kamarku sambil memandangi tiap kata dari isi surat yang sedang aku baca. Aku sedang membaca sebuah surat yang tadi diberikan Alice padaku. Aku sangat terkejut setelah mengetahui isi surat itu, isinya adalah sebuah ajakan kencan dari seorang pria bernama Rico. Aku tahu siapa pria itu, dia adalah kakak kelasku sekaligus wakil ketua OSIS di sekolahku. Aku benar-benar terkejut dan bingung dengan apa yang harus aku lakukan. Haruskah aku menerima ajakan kencan ini? aku berpikir kalau aku harus meminta pendapat orang lain dalam situasi seperti ini. Tapi aku hanya punya dua sahabat baik di sekolahku yaitu Alice dan Elliot. Aku sempat berpikir untuk meminta pendapat Alice, tapi mengingat dia tertawa dan menggodaku tadi, membuatku mengurungkan niatku. Lalu pikiranku beralih pada Elliot, sepertinya hanya dia satu-satunya orang yang bisa aku mintai tolong untuk memberiku masukan akan kebimbanganku ini.

Tetapi seketika itu juga aku membayangkan, kira-kira apa yang akan Elliot katakan padaku? mungkinkah dia akan merasa terganggu dengan hal ini? karena aku meminta bantuannya untuk memberiku saran tentang ajakan kencan dari pria lain. Seandainya dia memiliki perasaan khusus padaku, mungkinkah dia akan merasa terganggu dengan hal ini? cepat-cepat aku menggelengkan kepalaku dan membuang jauh-jauh pikiran itu. Tapi bagaimana bisa aku memiliki pikiran seperti ini? aku merasa sangat bodoh.

Tidak dapat ku pungkiri, sebenarnya akulah yang memiliki perasaan khusus kepadanya, perasaan khusus yang lebih dari sekedar sahabat. Pikiranku menerawang dan aku teringat pertemuan pertamaku dengan Elliot. Ketika pertama kali aku bertemu dengannya, aku sama sekali tidak merasakan hal yang istimewa. Walaupun terkadang aku merasa risih dengan ocehan beberapa teman wanitaku yang terus membicarakannya. Di mataku dia hanyalah sesosok pria yang bersemangat, periang dan sepertinya suka menolong orang lain. Walaupun terkadang dia bersikap cuek terhadap masalah-masalah yang ada di sekelilingnya. Aku yakin dia tahu kalau banyak gadis di sekolah kami yang mengincarnya, tapi dia seakan-akan tidak peduli sama sekali pada hal itu. Walaupun kami sekelas tapi aku tidak pernah mendekatinya atau sekalipun mengajaknya berbicara. Hingga suatu hari sesuatu hal terjadi padaku yang membuat aku merubah pandangan dan sikapku padanya.

Skills Master (The Original Skills) (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang