Extra Part (i)

54.9K 3.4K 117
                                    

 Dua bulan berlalu sejak lamaran yang digelar di kediaman Ana. Saat ini, rumah keluarga Risyad Tedja kembali disIbukkan dengan persiapan ijab kabul yang akan diadakan pada hari minggu pagi yang cerah ini. Resepsi akan dilaksanakan setelah akad nikah yang bertempat di salah satu hotel di daerah Bandung. Akad nikah tersebut tidak mengundang banyak tamu, hanya keluarga dan teman terdekat dari Adit maupun Ana. Akad nikah bertempat di halaman depan rumah Ana yang rimbun. Ana sendiri yang menginginkan konsep pernikahan ala rusctic seperti pernikahan Raisa dan Hamish.

Ana yang sedang bersiap di kamarnya kembali merasakan jantungnya dipukul bertalu-talu. Deg-deg an setengah mati sukses membuatnya tak bisa diam dari dudukan di meja riasnya. Make up artist yang ia sewa pun kewalahan membubuhkan kembali bedak yang lambat laun tergerus dengan keringat dingin yang mengucur dari dahi Ana.

"Teh, tenang aja atuh. Ini kalau teteh gerak mulu Asti bingung nge-touch up bedaknya setebel apa lagi. Tisu yang Asti bawa sampe mau habis." Asti—Make Up Artist yang ia serahkan tanggungjawab atas wajahnya ini mengeluh. Ana kemudian duduk kembali dan memainkan ponselnya.

Dirutukinya Tisa yang sedari tadi tidak sampai juga dirumahnya. Padahal setengah jam lagi prosesi ijab kabul akan dilaksanakan. Tisa sejak satu jam yang lalu mengabari Ana bahwa ia sudah sampai di Bandung, namun ia harus menemani Abi untuk mampir ke hotel terdekat karena sejak meninggalkan Jakarta Abi belum mandi. Ana tidak tahu bagaimana Abi dan Tisa bisa berangkat bersama, mungkin setelah pernikahannya ini ia harus mencecar Tisa dengan segala macam pikiran di kepalanya. FYI, Abi merupakan adik kandung Adit, dan the shitty shit happen is, dia hampir terlambat datang ke acara kawinanan kakaknya sendiri. Same with Tisa! Ana menggerutu dengan sebal.

Tak berapa lama berselang, Ibu Amary mengetuk pintu kamar Ana. Memberitahukan kepada putrinya tersebut bahwa akad nikah akan segera dimulai.

"Yuk sayang turun." Bisik Ibunya lembut.

"Bu, Kakak takut." Ana berujar lirih. Bu Amary membawa putri sulungnya ini dalam pelukan.

"Kak, hari ini adalah hari bersejarah sepanjang pernikahan Ibu dan Ayah. Buah cinta kami, amanah Tuhan kepada kami, harus kami lepas hari ini. Tanggung jawab kami akan diambil oleh suami Kakak hari ini. Kakak nggak boleh takut, Ayah dan Ibu sudah mengambil keputusan paling berani dalam hidup kami untuk melepas kakak. Ibu sama Ayah saja tidak takut kenapa kakak harus takut?"

"Ibu sama Ayah pernah bahagia untuk pertama kalinya dalam hidup, yaitu punya Kakak. Dan Tuhan terus kasih kami kebahagiaan lain, mulai dari kakak bisa ngomong, bisa jalan, dapat ranking dikelas, juara lomba ini itu, masuk universitas impian, punya pekerjaan yang membanggakan, Ibu sama Ayah sampai kewalahan mengatur kebahagiaan kami. Kebahagiaan kami karena punya kakak. Dan hari ini kami harus kembali bahagia, namun Ibu sama Ayah senang karena untuk kali ini kami tidak kewalahan. Karena bahagia ini kami bagi berdua, berdua antara keluarga Tedja dan keluarga Wimala. Bahagia itu beban Kak, maka dari itu Ibu sama Ayah senang karena hari ini kebahagiaan kami bisa terbagi." Ibu Amary sudah melepaskan air mata yang sejak tadi ia tahan.

"Ibu jangan nangis ih. Kakak sedih." Ucap Ana sambil menyeka air mata ibunya.

Tiba-tiba pintu kamar Ana terketuk lagi. Ayahnya muncul dari balik daun pintu. Asti sudah meninggalkan kamar Ana sejak tadi saat Ibunya masuk.

"Gantian Ayah manjaan sama Ana ya Bu." Ayahnya meminta dan langsung mendapat anggukan dari sang Ibu.

Rasyid Tedja mendudukkan dirinya disalah satu sudut ranjang, dekat dengan kursi rias yang Ana duduki. Matanya menatap putrinya ini penuh cinta. Sebelum akhirnya menghambur pelukannya. Hangat. Pelukan Ayahnya selalu hangat buat Ana. Pelukan yang selalu ia rindu saat kecil dulu. Dimana saat terjatuh, ada Ayahnya yang siap memeluknya saat tangis itu pecah, pelukan yang selalu ia dapatkan saat Ana merasakan hidupnya terasa sulit untuk dijalani, dan pelukan yang selalu ia rindukan saat dulu Ayahnya masih sering bepergian keluar kota untuk tugasnya.

Curing TimeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang