DUA PULUH DUA - Deal

42.9K 3.7K 70
                                    

Hal yang sudah menjadi biasa bila dikemudian hari hilang lalu kembali lagi rasanya seperti pindah ke dimensi lain namun diisi oleh manusia-manusia yang sama -Ana

Menjadi teman makan. Itulah hal paling tepat yang bisa digambarkan oleh Tisa pada sahabatnya. Sejak hubungan Ana dan Adit membaik dua minggu yang lalu, hampir setiap makan siang dan makan malam Ana selalu bersama Adit. Persis saat mereka pertama kali menjalani pendekatan satu setengah tahun yang lalu. Menurut Tisa sih hal seperti itu terlalu norak, karena baginya buat apa cuma jadi teman makan bila status yang disandang hanya 'teman'. Suatu saat diantara keduanya akan bosan dan dengan mudahnya mencari 'teman makan' yang lain.

Ana bukannya tak memikirkan ucapan Tisa, namun ia sendiri sebenarnya bimbang tentang hubungan apa yang sedang ia jalani dengan Adit saat ini. Sejak ia menganggukkan kepalanya soal permintaan Adit dua minggu yang lalu, ia merasa telah salah. Tidak seharusnya ia membiarkan Adit untuk mengusik kembali kehidupannya. Yang benar adalah ia harusnya melepaskan, membiarkan Adit mundur dan mencari kebahagiaan dirinya. Bukan malah menjerumuskan Adit pada perasaan, yang Ana sendiri tak paham bagaimana ia harus membalasnya.

Ana tak memungkiri bahwa hatinya masih tetap ingin bersama. Namun perasaannya masih ingkar untuk mengatakannya. Sekalipun ia mencoba untuk menerima karena sejatinya ia sangat merindukan Adit berada di sisinya, namun ada sisi lain dari hatinya yang menolak. Ntah karena apa dan bagaimana, semuanya terasa samar.

Setiap perjumpaan mereka sebagai 'teman makan' pun Adit tidak sama sekali menyinggung hubungan mereka. Mereka hanya akan makan dan tertawa bersama berbagi cerita aktivitas mereka seharian. Tidak ada bahasan soal bagaimana hubungan ini akan dibawa nantinya. Dari poin ini saja Ana amat sangat ragu apakah Adit masih akan tetap menunggu beberapa langkah di depannya seperti yang Adit katakan sebelum mereka memutuskan untuk mengakhiri kisah mereka.

***

"Na ngerujak yuk." Tawar Mbak Abby asisten produser divisi news.

"Ih tumbenan? Lo ngidam apa mbak?" tanya Ana keheranan.

"Iya nih. Si anak kacang pengenan rujak." Ujarnya.

"Si anak kacang? Siapa?" tanya Ana bingung.

"Ihhhh, lo ga tau gue isi?" Mbak Abby mendengus kecut.

Ana nampak terkaget-kaget. Setahu Ana, Mbak Abby memang sudah menikah tujuh bulan lalu, namun suaminya merupakan seorang pekerja offshore sehingga jarang pulang. Jadi kabar kehamilan Mbak Abby ini lumayan cukup membuat Ana tercengang.

"Kapan bikinnya Mbak?"

"Suami gue liburan 2 bulan kemarin. Awal dia sampe langsung bikin. Eh trus ternyata dikasih sama Allah. Yaudah alhamdulillah." Jawab Mbak Abby dengan senyuman kebahagiaannya.

"Wuidiiihhh. Selamat ya Mbak, gak nyangka ditinggal-tinggal bisa juga isi. Kirain gue nyewa suami bayaran." Ana tertawa keras yang seketika langsung mendapat toyoran dari Mbak Abby.

"Sinting lo ah. Yuk lah ke bawah, gue pengen banget iniiihhh." Mbak Abby sudah merengek dan kemudian memaksa Ana menghentikan pekerjaannya. Draft susunan acara ulang tahun Nat Tv tampak berceceran di mejanya. Ana memang ditugaskan Mas Yoga untuk memeriksa susunan acara dan printilan acara lainnya. Ana bukan merupakan bagian dari team event planner, tetapi Mas Yoga menitahnya untuk mengoreksi acara tersebut.

"Mbak bentar gue ganti sendal dulu yak, kaki gue kayaknya bengkak deh." Ujar Ana dan kemudian ia segera mengganti sepatu kerjanya dengan sendal jepit yang memang khusus ia sediakan di kantor.

"Kenapa dah kaki lo?" tanya Mbak Abby cemas.

"Tadi pagi gue bego, jatoh dari tangga walk in closet gue pas habis ganti baju. Kirain biasa aja, eh ini kok barusan sakit."

Curing TimeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang