TIGA

57.7K 5.5K 55
                                    

'Drrrtttt drrrrttt drrrrrttt'

Handphone Ana berbunyi tanpa henti, seolah tak mengetahui bahwa sang empunya sedang hibernasi untuk waktu yang cukup lama. Tanpa ampun akhirnya Ana dapat menjangkau Handphonenya dan kemudian melemparkannya kedalam keranjang cucian baju tepat disebelah pintu kamar mandinya. 'Kena!'

Hingga waktu menunjukkan pukul 4 sore pun Ana tak berniat bangkit dari tidurnya. Dalam lelapnya ia hanya ingin merdeka. Ya, ingin merdeka sekali ini saja. Lembur tak berkesudahan sejak 2 minggu lalu memaksanya harus merelakan jam tidurnya. Waktu pulang ke apartemen yang tadinya sehari sekali menjadi 3 hari sekali. Itupun hanya untuk mandi jika Ana malas mandi di kantor. 'Dear Mas Yoga, gue ga masalah ga dapet bonus tambahan. Tidur seharian gini aja udah bonus buat gue.' Racau Ana dalam tidurnya.

Hingga kemudian waktu telah menunjukkan pukul 7 malam. Ana bangkit dari tidurnya, duduk dipinggir ranjangnya dan merasakan seluruh badannya pegal. Badan Ana sakit luar biasa, rontok hingga ke tulangnya.

"Gue butuh pijet." Tukas Ana cepat sebelum akhirnya ia menemukan handphone yang tadi ia buang ke keranjang cucian bajunya.

60 missed call dan 121 messages. Good Job Ana! Lu tidur apa mati?
Ana kemudian memeriksa satu persatu panggilannya. 25 missed call dari Tisa, sisanya dari Mas Andrie, Mbak Haftia, Bu Susy, Pak Leo, dannnnnn Mas Yogaa!!
Ana kemudian bangkit dan seketika kaget. Pikirannya melayang, kemudian...

"Ya Allah, gue harusnya tadi pagi meeting buat ke Cannes! Goblok!"

Diraih ponselnya yang tadi jatuh ke lantai kamarnya, segera dihubungi Mbak Haftia. Ya, menghubungi Mbak Haftia merupakan tindakan yang tepat, Ana belum siap untuk diomeli Mas Yoga karena melupakan perihal meeting penting mereka. Segera handphone Ana tersambung ke nomer Mbak Haftia.

"Halo Na?" balas suara disebrang sana.

"Mbak, maafin Ana. Ana lupa."

"Ya ampun Ana tadi kamu dicariin sama Mas Yoga ke seluruh penjuru kantor loh. Siapa tau kamu ketiduran di pantry lagi."

Ya, kejadian memalukan dimana Ana kedapatan tertidur di pantry karena kurang tidur. Dan sialnya ia dipergoki oleh bosnya sendiri, Mas Yoga.

"Duh mbak, Mas Yoga marah ya mbak? Aku pasti diomelin deh."

"Hahahaha, Mas Yoga batalin meetingnya. InshaAllah besok ya jam 9. Jangan sampe ga ngantor lagi." ungkap Mbak Haftia.

"Seriusan Mbak?"

"Serius Ana. Udah ya Mbak udah dijemput. Bye Ana." Putus Mbak Haftia disebrang sana.

Seketika Ana bangkit dan langsung mengambil handuknya dengan kasar. Setengah jam berlalu, dan Ana telah mengenakan kaos dan celana jeans. Ia lapar, sangat!

"Telfon balik Tisa kali ya." ucapnya kemudian.

Tuuuutt tuuuut tuuuttt...

Tisa tak menjawabnya.
Ia coba berulang kali hingga kesepuluh kalinya. Tetap tanpa jawaban dari Tisa.

"Ini anak kemana sih? Tadi yang nelfonin gue kayak debt collector, sekarang ditelfon balik ga diangkat. Balas dendam apa?" Rutuk Ana.

Lapar dan menunggu bukan kolaborasi yang indah. Perut Ana tak ingin diajak kompromi. Akhirnya ia keluar dari balik pintu apartemennya, menuju parkiran mobil. Mengendarai mobilnya, dan berlalu menuju salah satu restoran cepat saji yang cukup dekat dengan apartemennya. Namun sebelumnya, ia mampir untuk mengantarkan laundry-an nya yang ntah sudah berapa lama ia tinggalkan dimobilnya. Saat akan meraih plastik laundry, matanya terpaku pada jaket hitam yang tersampir dijok penumpang. Seketika pikirannya kacau, ia punya kewajiban untuk mengembalikan jaket tersebut, namun desir hati yang ia temui semalam tak ingin lagi ia rasakan.

Curing TimeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang