ENAM BELAS

36.3K 3.8K 33
                                    

Ana tak langsung mengemudikan mobilnya menuju kantor, ia memilih untuk mampir ke Roberty Coffee untuk menenangkan pikirannya. Segelas greentea hangat segera masuk ke kerongkongannya disertai tuna croissant yang telah ia pesan sebelumnya.

Jarum jam sudah menunjukkan pukul 2 siang, dan Ana belum juga beranjak ingin pergi dari Café tersebut. Menenggelamkan diri dalam lamunan dan pikiran negatif seputar kejadian Adit dan Indira tadi di Gracel. Pekikan suara Rinjani yang memaksanya untuk tinggal pun tak mendapatkan perhatian Ana yang dalam dadanya sudah dipenuhi gemuruh sakit hatinya.

Ana berencana kembali ke kantor menjelang sore, dan kemudian mengambil jatah lemburnya hingga dini hari untuk menyiapkan materi berita di news production. Padahal jatah lembur Ana berlaku untuk minggu depan, namun saat ini ia sangat-sangat ingin mengambilnya.

Dihidupkan kembali ponselnya yang sempat ia matikan. Deringan telfon dari Adit sejak meninggalkan Gracel memaksa Ana untuk me-nonaktifkannya. Setelah ponselnya hidup, puluhan pesan dan juga missed call berdatangan. 70% dari Adit yang menanyakan keberadaanya. Sisanya dari Tisa dan grup-grup rumpi yang ia ikuti bersama teman-temannya.

Aditya LW

Na, dimana?

Na Please. Where r u?

Naa, angkat telfon aku!

Ana, aku bisa jelasin.

"Cih, jelasin endasmu!" Ana berdecih yang membuat pengunjung Roberty Coffee disebelahnya mendelik.

Kemudian pesan whatsap dari Tisa ia baca.

Tisaashoyyy

Eh mak lampir, lu dimana dah? Ini udah jam set2 kaga balik-balik.

Eh Noy! Lu udh makan belum sih? Gue beli batagor lu mau ga?

Eh meeting sama Rinjani masih lama??????

Anoyyy kok ga deliv sih????

ANOYYYYY!!! ADIT KE KANTOR! LO DIMANA??????????

Pesan terakhir dari Tisa membuat Ana mengernyit. Bisa-bisanya lelaki itu memutuskan untuk mencarinya ke kantor.

Segera ia menelfon Tisa.

"Heh sinting! Lo dimana? Lo ga diculik kan?" tanpa aba-aba Tisa langsung meneriaki Ana dari seberang dengan mulut tanpa filternya itu.

"Sopan dong bitch! Gue lagi di Roberty nih." Jawab Ana sambil menyesap greentea latte, pesanan keduanya.

"Sopan ndasmu ya. Lu manggil gue bitch itu sopan ngga kampret?" maki Tisa kesal. Ana tahu bahwa disana muka Tisa sudah merah padam dengan mata mendelik bak pisau yang siap dihunuskan.

"Ya lu sih gue telfon tuh jawab salam kek, apa kek." Ana membela diri.

"Lu ngapain elah di Roberty? Baru kelar dari Jani? Lama amat meetingnya? Lo meeting apa sekalian fitting baju?" Pertanyaan Tisa berderet-deret seperti karcis yang keluar dari mainan timezone.

"Gue di Roberty udah 2 jam an kayaknya Tis. Baliknya sorean deh sekalian ambil jatah lembur berita sama nyusun program." Jawab Ana.

"Eh shit! Lu kesambet apa? Tumben mau ambil lembur pas belum waktunya?" tanya Tisa seolah tak percaya.

"Gapapa, lagi pengen kerja. Udah ya Tis, kalo Mas Indra nanya bilang gue lagi nyusun program. Kalau Mas Yoga yang nanya bilang aja gue lagi meeting sama klien. Sekian."

Curing TimeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang