prologue

1.2K 88 4
                                    

.

.

ATROPA

[The Disappearance of Magic]

Rozen91

Harry Potter © J. K. Rowling

00- PROLOGUE -00

.

.

Atropa tidak tahu kalau akhirnya akan seperti ini. Di masa yang berbeda ini, ia tak pernah berpikir akan melihat pemandangan ketika kedua orang itu akan saling melindungi. Kedua mata kelabu yang merupakan duplikat mata ayahnya itu hanya memandang diam, tertegun dan tenggelam dalam pikiran.

Apakah semuanya akan baik-baik saja... jika sihir menghilang?

Atropa yang egois. Gadis berambut panjang itu menundukkan wajahnya dan ia serasa ingin menangis saat itu juga. Tiba-tiba hatinya yang selalu dipenuhi oleh bara api kemarahan dan kecemburuan kini tampak retak di setiap sisi. Kedua orang itu... dua orang yang saling membagi senyum penuh arti itu padahal sebenarnya tidak seperti itu. Mereka tidak seperti itu di masa ketika Atropa lahir ke dunia.

Padahal... padahal dia hanya ingin memenuhi keinginan kedua orangtuanya. Kenapa malah jadi seperti ini? Mungkin seharusnya dia saja... mungkin seharusnya dia saja yang tak perlu ada. Mungkin dia memang tidak dibutuhkan. Ibunya bahkan tak pernah mau memandangnya, begitu pula ayahnya yang tak pernah menyisihkan waktu untuknya. Dan Atropa pun membuat keputusan ini demi meringankan perasaan pahit di hati keluarga yang hancur.

Akan tetapi, keberadaannya di masa ini malah membuat kedua orang itu saling mencintai. Atropa berjongkok, memeluk lutut dan membenamkan wajah di lengannya. Air matanya menitik-nitik dan merembes di lengan kemeja hitamnya. Rasanya sedih sekali. Gadis berumur 14 tahun itu tidak bisa menahan air matanya lagi.

Ia tidak pernah berpikir akan melihat hari ini datang. Ketika cinta itu benar-benar ada dan ia pun bahkan hanyut di dalam kehangatannya. Kalau begini akhirnya, mungkin saja semuanya akan bahagia nantinya. Paman-pamannya, bibi-bibinya, dan kakek neneknya juga. Semuanya bisa bahagia dan kepahitan yang mereka rasakan akan lenyap tanpa sisa. Mungkin ibunya akan memberikan nama yang lebih baik untuknya, mungkin ayahnya juga akan menimangnya dan mengatakan bahwa dialah anak perempuan terbaik di dunia.

Atropa senang sekali. Air matanya tidak terbendung dan mimpi itu terasa indah hingga ia berharap bisa menjadi kenyataan.

Perkamen kuno 'Pollium' mengeluarkan suara gesek ringan yang menarik perhatian Atropa.

Iris kelabu itu lantas berkilat dalam kepedihan.

Egois sekali, Atropa merutuki dirinya sendiri. Wajah adiknya terlintas di dalam pikirannya dan senyuman gadis itu pun berubah miris.

"Maafkan aku, Scorpius," gumamnya lirih. Atropa bisa melihat kesalahan di dalam logika dan rencananya sekarang. Apa yang sudah ia pikirkan? Kenapa dia tidak memikirkan posisi Scorpius jika semua rencana ini berhasil? Scorpius adalah oasisnya. Atropa sangat menyayanginya dan berjanji akan terus menyayanginya biarpun ayah lebih mencurahkan seluruh kasih sayangnya pada adiknya itu. Atropa sudah berjanji dan mencium kening Scorpius. Dan rencana ini... mungkin akan menghilangkan keberadaan Scorpius di masanya.

Atropa kini hanya bisa terdiam dalam keheningan malam di tengah-tengah hutan. Perkamen kuno yang kini berada di genggamannya itu menyadarkannya bahwa waktu tidak menunggu. 'Pollium' menuntut permintaan.

'Pollium' kini menuntut permintaan. Atropa sudah terlanjur membukanya dan ilmu sihir di dalam perkamen itu menuntut permintaan. Atropa hanya bisa memandang.

Ia teringat tentang seorang ayah dan ibu yang saling mencintai.

Ia teringat tentang seorang adik yang selalu mengaguminya.

Atropa menengadah. Setetes air mata meluncur dari ekor matanya. Kemudian, dengan perlahan ia mengambil nafas. Mempersiapkan diri. Keputusan yang terbaik, ia sudah mendapatkannya. Hal yang bisa terpikir di otak prodigy-nya.

"Kembalikan aku ke masaku. Sebagai gantinya—"

Mungkin bara api di antara ayah dan ibunya bisa menghilang

"—'kau' bisa ambil nyawaku."

jika Atropa tidak ada.

.

"Selamat tinggal."

Bisikan itu dibawa oleh angin untuk menyapa langit.

Banyak harapan dan perasaan yang ingin diungkapkan pada orang-orang yang memendam bibit duka di dalam hati di suatu masa yang berbeda,

karena pada waktu itu, Atropa akhirnya

bisa tersenyum lepas tanpa beban

.

-00-

.

Mrs. Potter, Ginny Potter, terisak pelan, susah payah menutupinya dengan sapu tangannya. Harry mengelap uap dari kacamatanya sebelum memakainya kembali dan memeluk Ginny. Al dan Lily hanya diam selama upacara berlangsung, mereka tidak terlalu mengenal Atropa dan bertemu pun hanya sekali dua kali. Namun, beda halnya dengan James yang ekspresi wajahnya masih tampak seolah ia baru saja ditampar dengan cambukan. "Atropa...," ucapnya pelan dengan nada syok di suatu hari ketika kabar itu datang menggemparkan suasana damai di keluarga Potter.

Pansy Krum tidak bisa menahan rasa sakit di dadanya hingga Viktor harus membawanya ke hotel untuk beristirahat. Pansy menolak dibawa ke Manor Malfoy, biarpun Astoria menawarkan. Dia tidak sudi, katanya. Sorot matanya tajam dan penuh amarah, sepenuhnya tertuju pada Draco Malfoy yang masih tinggal di samping pembaringan anaknya.

Pembaringan terakhir Atropa Malfoy.

Hermione Granger berdiri di sisi lain dekat kaki makam anaknya. Mereka berdua terdiam dalam suara gerimis hujan di pagi yang buram.

Kepedihan merambat seperti julur-julur duri mawar yang sangat menyakitkan.

Atropa benar. Ayah dan ibu kandungnya tidak lagi bersikap dingin terhadap satu sama lain.

Kekosongan telah menjadi penggantinya.

_prologue end_

.

.

Apakah semua akan baik-baik saja

jika sihir menghilang?

.

.

ATROPA : The Disappearance of Magic (completed)Where stories live. Discover now