MD 26 - Penantian

494 44 11
                                    

Terkadang menunggu itu bukan hal buruk. Karena bersabar bisa membawakan kebahagiaan.
__

"Udah dong, nanti kita bakal ke sana tapi kan nggak sekarang juga."

Ify menepis tangan Ryan yang akan menjangkau puncak kepalanya. Ia benci Ryan. Sangat. Karena dengan melihat Ryan maka ia akan langsung merindukan Rio. Mereka berdua benar-benar mirip tanpa cela yang kentara.

"Ngambek mulu, dah."

"Lo aja kalo diginiin bakal ngambek nggak? Marah nggak? Kecewa nggak?" Tembak Ify bertubi-tubi dengan kesal.

Ryan—mari panggil dia Ryan karena dia sudah mengakui bahwa dirinya adalah Ryan—menggaruk tengkuk lehernya. "Maaf, gue cuma mau bantu Rio. Dia nggak mau lihat lo sedih." Ucap Ryan dengan penuh penyesalan. Sekarang ia percaya, semua yang diawali dengan kebohongan tidak akan berakhir bahagia. Karena sedari awal semuanya tidaklah benar.

Sekarang, di rumah Ify hanya ada mereka berdua. Yang lain sudah pulang, termasuk Gisca. Ryan memaksanya pergi karena ia harus menyelesaikan banyak sesuatu dengan Ify. Awalnya Gisca tidak mau, dia tidak terima, dia tidak suka, dia cemburu. Selama ini, beberapa tahun ini, dia sudah banyak menanggung rasa cemburu. Bisa kalian bayangkan rasanya seperti apa? Tapi atas bujuk rayuan seorang Ryan, akhirnya Gisca pergi dari sini.

"Dia bener-bener nyuruh lo buat begini?" Tanya Ify dengan lirih. Rio lo dimana? Lo lagi ngapain? Sama siapa? Lo pasti kesepian dan kesakitan kan?

Ryan menggeleng, "gue yang kasih usul dan awalnya dia ragu tapi akhirnya mau karena bener-bener nggak mau lihat lo sedih."

"Lo mah emang ya! Emang dasarnya dari awal lo tuh bakat ngibulin!" Semprot Ify dengan tatapan penuh dendam.

Ryan hanya mengangkat kedua bahunya.

"Gimana Gisca selama ini bisa bertahan hidup sih punya cowok badung kayak lo? Lo nggak bayangin emang sakitnya jadi dia? Berat, Yan." Lidah Ify sedikit aneh saat memanggil laki-laki dihadapannya ini dengan nama aslinya.

Ryan tersenyum tipis tapi manis, "she's the best girl I ever had. Dia yang paling mengerti tentang ini semua. Gue nggak pernah liat dia protes terang-terangan tapi gue tau dia memendamnya dalam-dalam. Gimana lagi, Rio itu diri gue ditubuh yang lain. Dia berada dalam satu rahim disaat yang bersamaan dengan gue. Gisca segala-galanya buat gue tapi Rio prioritas gue saat itu. Lagipula, ini bisa jadi pengalaman gue sama Gisca. Gue sama Gisca dari dulu, dari kecil, selalu bersama. Kenapa kita nggak coba buat out of zona nyaman? LDR itu hal baru buat kita."

Ify mengernyit, "masih bisa disebut LDR emang? Bahkan saling menghubungipun gue yakin, kalian nggak pernah."

"Ya pernah lah sesekali."

"Amat sangat jarang."

"Yups."

"Kok santai gitu sih? Emang nggak takut apa kalo suatu waktu Gisca capek, lelah ngadepin tukang ngibul kayak lo terus dia minggat ke yang lain. Cari cowok lain buat manja-manjaan." Ceplos Ify tanpa ampun.

"Dia mah udah bosen manja-manjaan. Mau cari cowok lain siapa? Nggak bakal ada yang tahan sama manja-manjaan dia." Balas Ryan dengan terkekeh.

"Sombong lo, njay." Gerutu Ify.

"Udahlah, kenapa jadi ngurusin gue sama Gisca sih?" Gerutu Ryan.

"Pengin aja."

"Jangan bahas gue sama Gisca, berat. Karena lo jones."

"Xian nying! Yang buat gue jones juga elo ya!"

Ryan terkekeh mendengar nada kekesalan Ify.

"Lo pulang sono." Usir Ify.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Jan 25, 2019 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Mission Dare [SLOW UPDATE]Where stories live. Discover now