MD 23 - Diam.

1.3K 94 5
                                    


"Biarin Rio tenang dulu, kalo lo mau nemuin Rio bisa lain kali." Gisca terperanjat kaget saat seseorang menepuk bahunya.

Ia berada di depan rumah Rio tetapi bimbang harus masuk atau tidak. Dia terlalu takut memikirkan reaksi Rio saat melihatnya nanti. Tapi apakah Dia tidak boleh egois seperti apa yang dilakukan Rio?

"Kenapa lo ada di sini?" Tanya Gisca dengan mengernyit.

Alvin hanya menggidikan bahunya. "Rio yang nyuruh. Dia gak ada di dalem."

"Jadi Rio sengaja pergi biar bener-bener gak ketemu sama gue?" Jika saja di depannya ini Rio, mungkin Gisca akan menangis kencang di depannya.

"Enggak, tuh." Balas Alvin cuek. "Dia emang udah ada janji dulu sama kita, jadi lo pulang aja." Lanjutnya seraya pergi meninggalkan Gisca.

Ah, sebelum benar-benar pergi, Alvin membalikkan tubuhnya. "Kata Rio, jangan geer mentang-mentang nyuruh gue ke sini, karena gue dateng telat dan emang lewat sini. Jadi sekalian. Bukan demi."

Gisca menatap kepergian Alvin dengan sebal. Tapi kemudian Ia tersenyum tipis. "Ryan, gue kangen."

** **

Mereka terdiam menunggu salah satu dari mereka bercerita. Terdiam sembari menyibukkan diri masing-masing.

"Ngomong dong, Iel." Akhirnya Rio mengeluarkan suaranya dengan kesal. Dia tidak mau jika hanya berdiam-diaman seperti ini.

"Gue pikir lo dulu yang mau marah-marah ke gue." Balas Gabriel tanpa minat.

"Sebenernya ada apa? Kalo gada yang mau cerita, biar gue yang cerita tentang anjing rumah sebelah yang baru aja gigit kakinya pak RT." Sahut Cakka dengan sebal. Dia sudah menunggu lama tapi tidak ada yang mau memulai, sedangkan dirinya di sini sebagai orang yang tidak tahu apa-apa, jelas saja dia sebal.

Gabriel menghelas nafas. "Gue kerja di cafe om nya Rio."

Semua terdiam menunggu lanjutan cerita dari Gabriel.

"Kemarin gue kepergok sama Rio dan dia marah-marah karena beranggapan gue gak mau cerita ke kalian."

"Kenapa lo kerja di sana?" Tanya Cakka dengan menaikkan sebelah alisnya.

"Padahal sebenernya gue udah pernah minta ijin ke Rio buat gantiin dia di cafe, dan gue gak tau kenapa kemarin dia marah banget. Yah gue ngaku kalo emang belum punya niat cerita alesan gue kerja di sana, tapi gue udah minta ijin ke lo Yo." Gabriel mengabaikan pertanyaan Cakka dan menatap Rio dengan datar.

Rio mengernyit merasa Dia belum pernah mendengar Gabriel meminta ijin kepadanya. Astaga!

"Gue, gue inget lo pernah minta ijin ke gue lewat telepon." Ucap Rio saat kembali ingat. Bagaimana mungkin dirinya melupakan hal seperti itu? Lalu apa alasan yang harus Ia berikan kepada mereka?

"Jadi apa masalahnya?" Tanya Alvin seraya memandangi Rio dengan bingung.

"Tapi lo gak cerita alesan lo, Iel." Sanggah Rio.

"Kita gak berhak maksa Iel buat cerita. Dia pasti punya masalah sendiri." Sahut Cakka nembuat semuanya menoleh. "Itu Rio yang gue kenal." Lanjutnya seraya menatap Rio bingung.

Rio terdiam cukup lama. Dia salah langkah, dia tau itu. "Sori, gue.. cuma khawatir aja." Ucapnya dengan pikiran blank.

"Yaudahlah, sekarang semua terserah sama lo, Iel. Gue sama mereka gak bakal maksa. Gausah terlalu lo pikirin." Alvin menyikut bahu Gabriel.

Gabriel menatap wajah sahabatnya satu persatu, dia hanya tidak mau masalahnya ditanggung juga oleh mereka. Dia tidak cerita karena tentu saja, dia tau bahwa mereka bertiga tidak akan diam saja saat dirinya sudah bercerita.

Mission Dare [SLOW UPDATE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang