"Tau tuh, kayak matanya bagus aja," timpal Viona.

"Kalian kenapa sih? Sewot amat ama hidup gue."

Alana tertawa sumbang, cewek itu melipat kedua tangannya di depan dada, salah satu tangannya memegang botol air mineral yang tutupnya telah lenyap entah kemana. Ia berjalan mendekati Tia, tatapannya tak lepas dari mata cewek itu.

"Hahaha lo masih nanya kenapa gue sewot sama hidup lo? ngakakin gak yah?"

Melihat wajah Tia, entah kenapa membuat Alana geram ingin mencabik-cabik cewek itu. Ia kemudian menyiramkan wajah Tia menggunakan sisa air mineralnya tadi. "Renata, Viona" mendengar seruan Alana, Renata dan Viona ikut maju, mereka berdua memegang tangan Tia yang berusaha memberontak. Cewek itu sudah basah kuyup selain itu ia sudah tak bisa lari kemana-mana. Ia terdesak di tembok sekarang.

Sedangkan Kanin ingin berusaha lari dan mencari bantuan namun langkahnya terhenti saat Viona menarik keras cewek itu. Sekolah hampir sepi apalagi kantin. Jadi, siapa yang akan menolong mereka?

"Sekali lo ganggu hidup gue, gue gak akan pernah maafin lo. Sekali lo usik ketenangan gue, jangan harap hidup lo bakal bahagia," ujar Alana dengan nada mengancam.

Berpindah dari Tia kini Alana berbalik ke arah Kanin, Alana tersenyum, senyum yang sangat manis namun terdapat kebencian di balik itu semua. "Lo gak salah apa-apa tapi entah kenapa gue benci banget sama lo," ujar Alana seraya mengelus-elus surai hitam Kanin. Kemudian setelahnya Alana berjalan meninggalkan mereka. Viona dan Renata menghempaskan dua cewek itu.

"Saran gue sih, jauhin selagi bisa," ujar Renata penuh makna.

-oOo-

"Lan! Temenin gue ke pub dong bentar malem."

"Males, capek banget nih gue."

"Ya elah, bentaran doang, paling jam duabelasan kita balik."

"Males, Viona. Males, gue lagi mau mageran malam ini. Lagian, kenapa lo gak ajak Renata aja." cewek yang sedang menge-cat kukunya itu masih sempat-sempatnya menunjuk Renata yang tengah mengemudi.

Viona menoleh ke arah Renata sebentar kemudian melempar tatapan ke arah Alana. "Entar malem bokapnya balik, mana bisa Si Renata kabur."

"Emang bokap ama nyokab lo gak ada di rumah?" tanya Alana.

"Ada sih, tapi gue males ditanya ini-itu, diceramahin, pusing gue dengernya."

Cewek berambut terang itu menatap hasil karya pada kukunya. Warna hitam mengkilap, Alana tersenyum melihat bagaimana cantiknya kukunya itu.

"Harusnya lo bersyukur kali masih ada yang nanyain ini-itu ke elo. Lagian, mereka nyeramahin lo karena mereka masih peduli ama hidup lo. Lah, gue boro-boro ditanya, dilihat aja ogah," ujar Alana seraya terkekeh. Viona tau kalau Alana hanya menutupi kesedihannya dibalik tawanya itu.

Awal mengenal Alana, Viona mengecap cewek itu sebagai manusia gila si penebar pesona, senyuman dan tawa. Namun, semakin mengenal cewek itu ternyata dunia Alana terlalu rumit dan penuh cobaan. Mungkin, ini menjadi salah satu alasan mengapa Viona sedikit membenci Alaska sebab cowok itu tak pernah mengerti bagaimana seorang Alana.

"Yuk turun."

Mobil putih milik Renata terparkir rapi di depan sebuah toko buku. Jangan berfikir mereka akan membeli sebuah buku yang berkaitan dengan pelajaran. Namun, sebaliknya. Viona hendak membeli komik, Renata membeli novel romansa dan Alana yang memilih mengekor saja. Jujur, Alana tidak terlalu suka membaca, ia lebih suka menonton. Dengan alasan, ia lebih suka melihat pemerannya langsung tanpa harus repot berimajinasi.

Ketiganya berpencar, sibuk dengan kegiatan masing-masing. Alana berjalan mengelilingi rak-rak besar yang memuat banyak buku. Kadang kala ia mengambil sebuah buku yang memiliki cover menarik namun Alana tak berniat membeli benda tersebut.

Saat sedang berjalan, tak sengaja ia melihat seorang wanita tua bersama seorang anak perempuan. Anak itu masih memakai seragam sekolahnya, sepertinya masih SMP terlihat dari roknya yang berwarna biru. Wanita itu terasa famalier menurut Alana. Dilihat dari perawakan serta suaranya. Alana seakan mengenal orang itu.

Cewek itu meminggirkan sedikit badannya agar bisa menyembunyikan diri di rak yang tak jauh dari nenek dan cucu itu. Saat wanita itu menoleh dapat Alana lihat wajah orang itu. Seperti yang ia duga itu adalah neneknya. Nenek dari ayahnya.

Jujur saja, melihat kejadian ini cukup membuat Alana iri pada cewek yang sedang bersama neneknya itu. Mereka akrab dan dapat tertawa bersama. Berbeda dengan Alana yang tak dapat merasakan hal seperti itu.

Melihat neneknya kembali, seakan mengupas kembali kilasan masa lalu Alana. Saat di mana, ia yang masih berusia 12 tahun. Ia yang antusias untuk bertemu neneknya untuk yang pertama kalinya. Awal ia menginjakkan kakinya ke rumah besar milik wanita itu, bukannya mendapat sambutan hangat melainkan makian juga cacian untuk dirinya dan Mamanya.

Dan, dari sana Alana tau bahwa ia tak dapat diterima oleh pihak manapun. Hanya dua pertanyaan yang terlintas kala itu dipikiran seorang Alana kecil.

'Apa gue gak pantas hadir di dunia ini?'

Dan.

'Apa masih ada orang yang pengen gue hidup di dunia ini?'

Menatap sebentar kemudian memilih melangkah menjauh. Percuma ia berdiri di sana jika takdirnya tak bisa berubah.

Alana kembali berjalan, ia berhenti di mana tempat buku-buku pelajaran. Sungguh Alana tak berniat membaca apalagi menyentuhnya. Hanya berdiri saja. Siapa tau saja, setelah keluar dari tempat ini ia tiba-tiba pintar. Siapa tau kan?

Saat Alana berjalan menyamping tak sengaja dirinya menubruk seseorang. Alana menoleh begitupun dengan orang yang Alana tubruk.

"Loh, Regan?!"

"Bitch, ngapain lo di sini?"

"Emang salah kalau gue di sini?"

"Gak salah tapi tempat lo nyari buku yang salah. Lo harusnya nyari buku cerminan diri supaya bisa introveksi diri dulu kalau mau nyari pacar. Lagaknya kayak begini maunya yang kayak pangeran," Regan berujar seraya mencari buku yang diinginkan dari rak, "mikir dikit kek, Alaska tuh sukanya cewek yang lebih baik dari elo."














TBC.

Author note:

Kemarin banyak yg kecewa sm Alaska:v. Btw, perjuangan Alana itu masih panjang ya gengs, sepanjang cerita ini, wqwqwq :D

Regan on mulmed

comment for next











nisaafatm

ALASKAWhere stories live. Discover now