32 Sentuhan

4.9K 384 14
                                    

Sunyi terasa begitu memanggil membuat Rena harus menutup kepala dengan bantal agar tak mendengar nyanyian kesunyian dari sudut kamar hotel yang saat ini dia tempati.

Harusnya dia tidur bersama Dinda dan Sefa di kamar sebelah tapi sungguh, dia sedang tidak ingin bergabung dengan mereka yang terasa asing baginya meskipun katanya mereka adalah sahabat Rena.

Terlebih Rena tidak ingin sekamar dengan Fika,  itu tidak akan terjadi.

Tapi tinggal lebih lama sendirian di kamar saat ini membuat Rena merasa di hantui dengan kesunyian.

Rena keluar dari kamarnya, menuju ke kamar sebelah. Di koridor panjang hotel, Rena terhenti sejenak,  berfikir ke kamar manakah dia ingi tuju.

Ke kamar Rendy?  Itu adalah ide bagus. Dia bisa bercerita banyak pada Rendy tentang kenangan masa lalu mereka yang indah, dan sahabat nya itu bisa mengimbangi semua kenangan itu karena mereka melaluinya bersama-sama.

Rena memencet bel pintu kamar tepat yang di sebelah kamar Rendy, entah apa yang menarik nya begitu kuat untuk ke sana meskipun seluruh logika nya mengajaknya ke kamar Rendy.

Pintu kamar itu terbuka hanya dengan sekali Rena memencet bel,  orang yang membuka pintu berada di balik pintu tidak meperlihatkan diri. Rena langsung masuk karena yakin pintu itu di buka untuk nya.

"Om Rena gak bisa tidur" Kata Rena sambil berjalan menuju jendela kamar untuk melihat pemandangan keluar

"Lakukan apapun yang kamu mau" Apa Rena tidak merasa d'javu dengan kalimat itu?

Tidak, Rena tidak merasa d'javu dengan kalimat itu,  tapi dia merasa nyaman mendegar nya. Dia seperti baru saja di sambut.

Rena baru akan berbalik menatap Bintang dengan senyum manis nya, tapi reaksi nya justru terbalik.

"Aah..  Om kok gak pake baju? " Rena menutup wajah nya, dia baru sadar kalau Bintang hanya memakai handuk menutupi sebagian badannya, dada lapang dan perut abs tampak begitu nyata menyerang pandangan Rena.

Bintang mengerut kan kening, itu adalah ekpresi yang tidak biasa dari seorang Rena "Tumben banget reaksi kamu seperti itu Ren" Kata Bintang dengan santai.

"Haa?" Rena bingung apa yang di maksud Bintang.

"Dulu kamu itu gak pernah kaget melihat saya setengah telanjang begini, santai banget malah. Pernah suatu ketika kamu pernah langsung peluk saya dalam keadaan seperti ini"

"Benar kah?  Gue Rena Renaldy meluk om dalam keadaan seperti ini? Gue pernah segila itu? " Rena tidak percaya itu, namun entah mengapa hati nya mengatakan Bintang berkata benar.

Bintang mengangguk pasti "Lebih gila dari itu"

Mendengar jawaban Bintang, Rena menjadi begitu tertarik dengan bagaimana dirinya selama lima tahun ini dari sudut pandang Bintang.

"Tell me about how crazy am I?" Rena duduk di tepi tempat tidur meraih satu bantal dalam pelukan nya.

Bintang mengambil handuk kimono untuk menutupi seluruh badan nya, bagaimana pun dia mencoba untuk santai dengan dada terbuka tetap terasa aneh bagi nya. Meskipun saat ini justru Rena sudah santai dengan penampilan nya itu.

Bintang duduk di samping Rena setelah kimono nya terpasang "Kamu bisa menghentikan perputaran bumi saat marah, kamu punya 10 mulut saat mengomel,  kamu punya 1000 alasan untuk membela diri saat salah dengan ekpresi yang bahkan penjaga neraka pun akan luluh" 

Rena tertawa lepas, itu terdengar sangat lucu baginya. Dia sangat suka cara Bintang mendeskripsikan dirinya seperti itu. Terdengar menyenangkan mengetahui dia memiliki sisi lain yang telah dia lupakan.

Astaga tawa itu betapa di rindukan Bintang. Sejenak, andai boleh. Bintang sangat ingin lepas kendali dan memeluk si pemilik tawa itu.

Rena tidak merasa rugi sedikit pun telah merubah keputusan nya masuk ke kamar Bintang, dia begitu merasa nyaman di sini dan ketenagan yang dia cari memang ada di sini "Gue penasaran kenapa gue meluk om waktu itu?  Bahkan dalam keadaan cuma pake handuk? "Rena melanjutkan pertanyaan nya.

"Saat itu kamu bilang sedang merindukan mama dan butuh pelukan, jadinya meluk saya"

Rena menarik nafas dalam, dia tidak tau bagaimana dia bisa kehilangan kedua orang tua nya dan bagaimana dia menghadapi nya saat itu, namun saat ini melihat begitu banyak orang di sekeliling nya yang menemani membuat nya merasa sanggup menerima kenyataan itu.

Aahh...  Membahas itu membuat Rena kembali merindukan mereka.

"Kalau dulu gue boleh meluk om karena kangen mama,  apa sekarang juga boleh? " Rena meminta ijin kali ini, hal yang tidak pernah dia lakukan sebelumnya. Rena hanya merasa tidak punya hak untuk memeluk seseorang yang sudah punya istri dan dia hanyalah om angkat.

Bintang tidak menjawab pertanyaan Rena dan langsung meraih tubuh kurus itu masuk dalam dekapan nya, sudah lama sekali, sangat lama dia menahan diri untuk tidak memeluk nya. Dan Kali ini tidak ada yang menahan nya. Rena, udara, tembok, atap, malam dan bahkan Tuhan pun mengijinkan nya. Maka dengan senang hati Bintang akan menghapus seluruh jarak dan medekap erat tubuh kecil itu.

Ada perasaan yang berbeda saat Rena masuk ke dalam dekapan hangat Bintang. Perasaan yang  membuat jantung Rena berdebar hebat meski rasa nya begitu nyaman. Semakin meyakini nya ada yang berbeda tentang perasaannya ke Bintang.

"Kalau ini adalah dosa, maka untuk kali ini saja biarkan gue menikmati dosa ini" Lirih Rena dalam hati dan mempererat pelukan nya.

***

"Kita balik ajah yuk" Ajak Rena saat mereka sudah berkumpul di lobby hotel dan bersiap untuk melanjutkan aktifitas liburan.

"Loh Ren kok balik?" Tanya Rendy heran atau lebih tepat nya keberatan, karena dia melakukan apapun dari agenda yang telah di susun nya.

"Iya Ren, kita kan belum sempat mutar-mutar,  masih banyak tempat yang seru loh" Sambung Sefa

"Gue merasa gak enak badan, gue mau pulang ajah" Jawab Rena dengan suara lesuh

Ada banyak hal yang dia tidak ketahui dan membuat nya tidak mengerti, tapi satu hal, perasaan nya ke Om nya sendiri membuatnya begitu merasa lesuh, dia begitu yakin sedang merasakan cinta terlarang. Dan sangat sulit untuk bisa berdamai dengan hatinya saat ini yang selalu berdebar bahkan saat hanya dengan mengingat nama itu.

Bintang menyentuh dahi Rena untuk merasakan suhu tubuhnya, dan tangan yang satunya meraba denyut nadi Rena di pergelangan tangan.

Dan ya ampun, sentuhan itu lagi-lagi membuat Rena merasa tidak karuan

"Kita pulang nya naik pesawat ya, supaya cepat tiba" Kata Bintang pada Rena

"Kalian boleh pake mobil dan lanjutkan perjalanan,  biar saya sama Rena yang pulang duluan" Lanjut nya sambil memberikan kunci mobil pada Rendy.

Tak ada yang protes,  tentu saja mereka merasa khawatir dengan keadaan Rena. Meskipun liburan itu harus berakhir berantakan tapi tak apa, karena Rena memang dalam keadaan tidak sehat dan mereka harus mengerti itu.

"Gue sama Dinda juga ikut naik pesawat bareng Rena,  kalian berdua ajah yang pake mobil pulang ya" Sefa langsung menyatakan ide nya.

Tentu saja Rendy harus siap berkata IYA, demi Rena. Fika yang selalu nurut dengan apapun itu hanya mengangguk.

Sepanjang di perjalanan Rena hanya tunduk lemas, dia bahkan tidak sanggup lagi menatap wajah Bintang. Rasanya jantungnya akan meledak saat menatap wajah itu.

Berulang kali Rena menghela panjang untuk mengatur detak jantung nya yang menjadi tidak karuan. Andai ini bukan cinta terlarang menurut nya, pasti tidak akan sesulit ini bagi nya.

"Kamu kenapa?  Pusing? Ada yang sakit?" Tanya Bintang saat melihat Rena berulang kali menghela panjang dan hanya tunduk diam

"Gak tau om,  rasa nya ada yang sakit tapi gak tau yang mana" Jawab Rena

Bintang memegang dagu Rena agar wajah itu menatap pada nya dan dia bisa melihat jelas kondisi Rena dari wajahnya.

Rasa nya Rena ingin kembali koma dengan tatapan itu.

JELAGA HATI (REVISI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang