18 Hari yang Menyebalkan

4.1K 342 2
                                    

"Ren tumben banget pagi-pagi lo udah nongol di sekolah" Tanya Sefa heran saat dia dan dinda ke dalam kelas sudah ada Rena duduk malas dengan kepala di letak kan diatas meja.

"Iyaa Ren, mana masih pagi-pagi muka lo udah di tekuk gitu, Kamu kenapa? Sedang ada masalah ya? Bearntem sama Bintang? Atau lagi sakit?" Tanya Dinda khawatir

"Rena kan emang lagi sakit" Sahut Sefa polos dan lantang, untung kelas masih sepi jadi gak ada yang dengar

"Stttt.. Jangan ribut honey" Dinda menaikan telunjuknya di depan bibir, tentu saja Dinda dan Sefa sudah tau tentang penyakit Rena dan mereka tidak punya piliha kecuali diam "Gue tau tapi kan tidak biasanya dia seperti ini" Sambung Dinda.

Di tengah-tengah perdebatan Dinda dan Sefa, Rendy datang membawa kotak makanan dengan senyum pantang menyerah.

"Pagi Ver, ini gue bawain bubur kacang ijo makanan kesukaan lo, lo pasti belum sarapan kan?" Kata Rendy sambil memberikan kotak makanan warna hijau ke Rena.

"Lo masih belum menyerah juga ya?" Rena melirik Rendy dengan tatapan malas.

"Gue gak akan menyerah Ver, gue percaya suatu saat nanti lo mau maafin gue dan kembali seperti dulu lagi" Sahut Rendy yakin.

"Vero sahabat lo udah meninggal kecelakaan 5 tahun yang lalu, jadi percuma lo mau berbuat apa juga lo gak akan pernah menemukan Vero di sini" Rena memutar mata nya kesal.

"Rena Veronica Renaldy sahabat gue belum mati dia hanya mengubur jiwanya, tapi hati dan raganya masih di sini, gue janji akan kembalikan semua itu"

"Try me, dan lo akan percaya klo gue benar" Tantang Rena, kali ini andrenalin nya benar-benar klimaks bahkan ini masih sangat pagi.

Sefa dan Dinda hanya saling bertatapan melihat Rena dan Rendy berdebat. Mereka tidak berani masuk sebagai pelerai.

"Tunggu ajah Ver, gue pasti bisa" Usai berkata demikian Rendy kemudian keluar dari kelas Rena, meletakan bubur kacang ijo di meja Rena, bahkan baunya bisa tercium di hidung Rena membuat Rena malas karena dia benar-benar suka bubur kacang ijo dan saat ini dia lapar tapi gengsi nya terlalu tinggi untuk memakan itu.

"Ren, Rendy sepertinya serius ingin mengejar cinta lo" Kata Dinda

"Gue gak peduli, sebelum dia berhasil melakukannya gue udah gak ada" Jawab Rena ketus

"Rena lo kok ngomong begitu sih" Sefa sedih mendengarkan perkataan Rena.

"Emang belum ada donor ya buat kamu?" Tanya dinda sambil memegang bahu Rena.

"Belum" Jawab Rena datar.

"Fika kan saudara kamu, mungkin sumsum tulang kalian cocok Ren" Saran Sefa, bukan saran yang baik karena justru membuat Rena menatap sinis kepadanya.

"Gue lebih baik mati dari pada harus mendapatkan donor dari anak haram itu" Tegas Rena.

Mood nya sudah sangat rusak, dan semakin rusak sekarang. Dari pada berada di sana dan hari nya semakin kacau, Rena lebih memilih cabut.

***

Dr. Hendra

Saat nya transfusi darah.

Pesan dari dokter Hendra membuat rena memiliki tujuan cabut dari sekarang. Dia hampir saja keliling kota tanpa tujuan yang jelas andai dr. Hendra tidak mengirimi nya pesan.

Untuk tranfusi darah, Rena sangat patuh setiap bulan nya. Hanya itu yang bisa membantu nya menjaga kondisi tubuhnya selain obat-obatan yang rasanya sangat pahit.

Lagian entah dari mana datang keinginan itu, sebuah keinginan yang timbul begitu saja mengusik hati nya. Keinginan untuk hidup lebih lama lagi.

"Kamu masih minum obat yang aku kasih?" Tanya dokter Hendra setelah selesai memeriksa laporan laboratorium Rena.

"Masih dok" Jawab Rena datar, kantong kedua tranfusi nya sementara berjalan "Sepertinya gak ada perubahan, semakin hari gue merasa semakin lemas"

"Itu karena kamu masih tetap mengkomsumsi minuman keras" Jelas dokter Hendra.

Entahlah, benar kah itu karena alkohol? Menurut Rena alkohol justru membantu banyak. Yang membuat nya lemas adalah anak haram yang di bela mati-matian oleh Oma dan Bintang.

"Kalo gue berhenti minum alkohol apa mungkin gue bisa sembuh dok?" Mendengar pertanyaan Rena dokter Hendra menghelas nafas.

"Rena tidak ada salahnya kamu berusaha" Kata dokter Hendra.

"Gue putus asa dok"

"Bagaimana dengan Fika? Kamu tidak mau..."

Fika lagi, Fika lagi. Rena bosan mendengar nama itu. Rasa lemas nya semakin menjalar.

"Berhenti membehas Fika dok, gue lebih baik mati dari pada harus mendapatkan donor dari dia" Rena memotong pembicaraan dokter Hendra.

Mendengar jawaban Rena dokter Hendra lebih putus asa lagi, penyakit Rena tidak mampu lagi di sembuhkan dengan minum obat ataupun kemoterapi yang kemungkinan berhasilnya kecil. Namun sumsum untuk donor Rena sangat sulit di dapatkan.

"Saya kasi kamu obat yang kemarin ya, saya mohon minumlah obat itu dan berhenti minum alkohol"

****

"Makan yuk, laper nih" Ajak Vino. Sudah sewajar nya dia lapar karena sekarang memang waktunya untuk makan siang.

"Yuuk" Timpal Vino semangat, dia juga sudah sangat lapar.

Bintang menutup laya komputer nya, Pekerjaan nya belum ada yang selesai. Konsentrasi nya sedikit terganggu oleh kemarahan Rena pagi tadi. Sebaik nya Bintang memperbaiki dulu masalah nya baru lanjut bekerja jika ingin fokus nya kembali.

"Aku akan makan siang bersama Rena, Kalian makan berdua saja" Ujar Bintang melepas jas putih nya dan mengambil kunci mobil meninggalkan runagan nya.

"Yaaaah.. mau gimana lagi. Dia sudah punya istri" Vino mengerti jika Bintang tidak seperti yang dulu lagi. Perhatian nya jauh terbai sekarang.

"Maka nya, lo juga nikah supaya ad ayang ajak makan siang" Cibir Agung.

"Sok-sok nasehatin gue, Lo sendiri ajah belum nikah" Balas telak Vino.

***

Rena berjalan lesu di koridor Rumah Sakit, sesekali matanya melirik ke arah ruangan Bintang, tak ada keinginan kali ini untuk menganggu Bintang, perasaan marah nya membuatnya malas memikirkan Bintang yang terlihat membela Fika dimatanya.

Kenapa dia harus membela Fika, Rena tidak bisa berdamai dengan itu. Apapun alasan nya. Belum lagi oma Ratna yang sepertinya memang menyayangi Fika. Bahkan saat kasih sayang Oma hanya untuk nya, Rena masih merasa tidak cukup, dan kini harus terbagi dengan Fika. Orang yang sangat dibencinya.

"Hai Rena" Sapa dua orang di koridor memecah lamunan Rena.

Dia adalah Vino dan Agung, tapi tentu saja Rena tidak mengenali nya. Rena mengerutkan dahi.

"Lo kok ada di sini? Bukan nya mau makan siang bareng sama Bintang?" Tanya Agung merasa heran, padahal Bintang sudah keluar tiga puluh menit yang lalu.

"Atau kalian miss komunikasi ya? Mungkin Bintang jemput lo di sekolah tapi ternyata lo udah di sini. Biar gue telpon Bintang dulu" Vino berusaha meluruskan meskipun Rena belum mengatakan apa-apa.

Dan perasaan malas Rena semakin merajai tubuh nya. Dia ke sini bukan untuk bertemu Bintang apa lagi makan siang bersama nya. Tapi mendengar hal itu justru membuat Rena berfikiran lain.

"Gak usah di telpon, dia lagi makan siang dengan gadis pujaan nya" Ujar Rena ketus. Yang ada di dalam fikiran nya saat ini adalah Bintang makan siang bersama Fika. Mungkin sekalian untuk memastikan kondisi Fika baik-baik saja.

Rena merebut Hp Vino yang masih memanggil nomor Bintang tapi tidak di angkat. Sebagai ganti amarah nya, Rena membanting hp itu di lantai.

Vino dan Agung saling bertatapan heran. Seberapa nakal Rena? Mereka sudah tau kok Rena memang trouble maker. Dan sekarang mereka berdua harus mengerti bahwa berurusan dengan mahluk kecil nan lincah itu harus hati-hati jika tidak ingin jadi korban. Mereka mungkin lupa itu.

JELAGA HATI (REVISI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang