Dilematic CEO - 27 - Ketika Cinta Diuji

Start from the beginning
                                    

Seorang karyawan restoran mengantarkan Axel ke meja yang sudah dipesan oleh Olivia. Wanita itu sudah memesan tempat yang terpisah dari pengunjung lainnya, sehingga mereka tetap mendapat privasi. Tak sulit bagi Olivia melakukannya, koneksi yang dimiliki tersebar di semua kalangan.

Ketika Axel tiba, di meja sudah terhidang ember berisi es dan sebotol wine, juga peralatan makan yang tertata dalam posisi terbalik. Olivia tampak memesona, riasannya begitu serasi dengan pakaiannya. Warna bibirnya senada dengan cairan merah di dalam gelas yang dimainkan oleh jari-jari lentiknya.

"Kau terlambat sepuluh menit, Sayang," sapa Olivia begitu Axel tiba. "Aku sudah memesan makanan untuk kita, seperti biasa."

"Aku sibuk. Cepat katakan maumu, aku tak punya banyak waktu." Axel berkata ketus.

"Sibuk? Kau selalu menggunakan alasan itu untuk menghindariku. Ada apa denganmu, Axel? Kau tak pernah menjawab teleponku, bahkan mengabaikan pesan-pesanku," kata Olivia jengkel. Air mata menitik dari mata bulatnya.

"Ada apa denganku? Seharusnya aku yang bertanya. Kau terus-menerus menerorku dengan pesan-pesanmu. Don't kidding me, Baby! Menurutmu aku harus bagaimana?" sahut Axel frustrasi.

"Aku tahu kabar ini mengejutkanmu. Aku pun begitu. Aku tidak akan menuntutmu jika aku bisa mengatasinya sendirian." ujar Olivia sambil mengusapkan tisu untuk mengelap air mata yang berlinang.

"Bohong! Kau tidak mungkin hamil. Aku selalu memakai pengaman. Bagaimana mungkin aku memercayaimu?" geram Axel.

"Kau meragukanku? Atau karena kau sudah memiliki wanita lain, sampai-sampai ingin membuangku dan calon bayi kita?" Olivia tersedu. Lantas mengeluarkan sebuah amplop coklat bertuliskan nama rumah sakit. "Ini, bukalah!"

Axel mengambil amplop itu lalu membukanya. Surat pernyataan dokter dan foto USG terpampang menjelaskan umur janin di dalam kandungan. Rahang Axel mengeras menahan amarah yang entah harus ia tujukan untuk siapa.

"Ini tak ada hubungannya dengan wanita lain. Kau tahu, kita berdua sama-sama belum siap untuk punya bayi. Jadi kurasa -" Axel menelan gumpalan sesak di dadanya. "Kurasa sebaiknya kaugugurkan saja."

Olivia sangat kecewa mendengar pernyataan CEO yang menjadi most wanted para wanita lajang di New York itu. Wanita dengan iris mata berwarna hazel itu diam menatap tajam ke arah Axel. Dengan pandangan yang masih mengabur karena air mata, ia mencoba mencari kesungguhan di mata lawan bicaranya.

"Tega sekali kaubicara begitu. Aku tak menyangka ternyata kau seorang pengecut. Kau bahkan tidak mau bertanggung jawab."

"Maafkan aku, Olivia. Jika tanggung jawab yang kau maksud adalah dengan menikahimu, aku tak bisa. Aku belum siap. Tapi jika kau ingin merawat anak itu dan menuntut nafkah, tentu aku bersedia menanggung nafkah untuk kalian berdua."

"Brengsek kau, Axel! Aku tak butuh nafkahmu. Kau tahu penghasilanku lebih dari cukup untuk membiayai kehidupan mewahku. Ingat, aku bisa saja menyebarkan berita ini." Tanpa sadar Olivia mengeraskan suaranya, membuat beberapa pasang mata menoleh tak acuh pada mereka.

"Pelankan suaramu atau kita akan memancing para pemburu gosip!" Axel membekap mulut Olivia. "Maaf Olivia, kurasa pembicaraan Kita saat ini tak akan menemui titik terang. Sebaiknya aku pergi, nanti aku akan menghubungimu lagi."

Axel meninggalkan Olivia tepat pada saat makanan pembuka dihidangkan. 

Olivia menatap punggung Axel yang semakin menjauh. Air mata yang semula menetes tiba-tiba disekanya kasar. Wajah yang semula terlihat berduka berubah dingin tanpa ada rasa cemas bergelayut. Matanya berkilat penuh amarah. "Akan kubalas kau, Axel!" ucapnya lirih.

END Passionate CEO x Malam yang Tak TerlupakanWhere stories live. Discover now