TIANG LISTRIK

906 40 1
                                    

Malam itu pukul 9 malam, udara di rumah Ardi sangat panas dan sumpek. Pemuda itu berniat mencari udara segar ke luar rumah. Ia berjalan menuju poskamling. Barang kali ia bisa bergabung dengan bapak-bapak lain di sana. 

Sepanjang jalan, yang ia temui hanyalah kucing liar dan tikus yang tengah berlalu lalang melakukan aktivitas nya masing-masing. Padahal baru jam 9, tapi kenapa jalanan sangat sepi. Biasa nya di warung kopi bu Romlah yang tengah ia lewati sekarang, ramai oleh bapak-bapak atau anak muda yang sedang santai sambil meminum kopi hangat di temani oleh aneka macam gorengan. Dan yang ia lihat sekarang, Warung itu terlihat sepi. Namun tetap buka. di dalam etalase kaca terhidang banyak gorengan dan 1 Termos besar berisi nasi uduk. Ku lihat Bu Romlah keluar tengah menyapu di dalam warung. Saat ia menyadari bahwa Ardi tengah menatap ke arah nya, Ibu itu langsung tersenyum. Dan Ardi langsung membalas dengan senyuman.

"Tumben sepi bu?" Tanya Ardi sambil melangkah mendekati warung tersebut. Bu Romlah hanya tersenyum, tidak menjawab pertanyaan Ardi. Ibu itu kemudian berlalu masuk ke dalam ruangan lain. Ardi kebingungan. Biasa nya Bu Romlah selalu menanggapi dengan ceria ketika ada orang yang menyapa nya. Tapi Ardi tidak mau terlalu memikirkannya. Ia meneruskan perjalanan nya ke arah poskamling. 

Tidak jauh dari warung itu, terdapat Tiang listrik yang di lingkari oleh garis kuning kepolisian. Posisi tiang listrik tersebut agak sedikit miring seperti di hantam oleh sesuatu. Pria muda itu tertegun melihat nya. Ada kejadian apa di sini? Saat ia memperhatikan lebih seksama tiang listrik tersebut, terdapat bercak darah di bagian bawah tiang tersebut. Ada juga beberapa keping pecahan kaca yang berbentuk kecil-kecil. Kepala Ardi di penuhi oleh berbagai pertanyaan. Apa yang sudah terjadi di sini?

 Ketika Ardi ingin meneruskan langkah nya, ia mendengar suara tangis seseorang. entah dari mana asal nya. Saat Ardi tengah fokus mencari asal suara, ia malah menemukan sosok hitam seperti bayangan yang tengah bersembunyi di balik tiang listrik itu.  Bayangan itu bukan berasal dari nya atau dari orang lain karena ia hanya sendirian. Sosok hitam itu mendekati Ardi lalu melesat dengan cepat. Tubuh Ardi langsung goyah di buat nya hingga membuat nya jatuh terduduk. Sangat dingin ketika sosok itu melintasi tubuh nya. Pria itu kaget bukan main. Seperti ada kekuatan yang mendorong nya sampai ia jatuh seperti itu. Tanpa pikir panjang dengan rasa ketakutan yang memuncak, Ardi lari tunggang langgang ke arah poskamling yang jarak nya tidak jauh lagi. Di sana, Ia menemukan Pak Ian dan Pak salim tengah asik bermain catur.

Dengan Nafas yang tersengal-sengal Ardi langsung duduk di kursi kayu. Pak Ian dan pak Salim melihat pria itu dengan tatapan bingung. 

"Kenapa mas?" Tanya pak Ian menatap Ardi keheranan sambil menaruh batang rokok di sisi asbak.

"Ko kaya abis liat hantu gitu?" Pak salim berkelakar sambil tertawa kecil. Ardi mengangguk cepat dengan nafas yang masih ngos-ngosan. 

Setelah Nafas nya sudah mulai teratur, Ardi langsung bercerita. "Tadi saya lihat ada bayangan hitam di tiang listrik samping warung bu Romlah."

"Bayangan? masa sih mas? Bayangan mas sendiri kali ah." Jawab Pak salim dengan santai. 

"Bukan pak. Beneran saya ga bohong. Tadi saya mau lari ke warung bu Romlah, tapi tadi bu Romlah masuk ke dalam. Sebelum nya sudah saya sapa, tapi dia cuma senyum aja."

"Hah?" Pak ian mengerutkan dahi. "Emang warung Bu Romlah udah boleh buka? bukannya belum sempat di betul kan ya?" Ardi semakin bingung dengan omongan pak ian. Melihat ekspresi bingung Ardi, Kedua bapak itu saling bertatap muka. 

"Maap, Mas Ardi belum dengar berita kemarin malam?" Tanya pak Salim. Terdengar sangat hati-hati.

"Berita apa pak? Saya baru pulang dari dinas luar kota tadi sore. Sampai rumah saya langsung tidur. Soalnya kecapean. Baru sekarang nih saya keluar rumah."

"Malam kemarin, Ada kecelakaan di situ mas." Ujar Pak Salim dengan wajah serius. 

"Di tiang listrik itu?"

"Iya. Warung depan bu Romlah hancur di tabrak mobil. Supir nya lagi mabuk. Nahas nya Bu Romlah ikut tertabrak dan terseret sampai mobil itu berhenti karena nabrak tiang listrik. Kata saksi yang lihat,  Waktu itu Bu Romlah lagi nyapu di teras warung nya. Bu Romlah meninggal di tempat Dan supir nya masih kritis kondisi nya. Sampai sekarang belum sadar." Pak Ian menceritakan dengan raut wajah sedih. Karena hampir semua warga di RT itu adalah pelanggan warung ibu Romlah. Ardi tertegun mendengar cerita itu.

"Terus tadi siapa yang saya lihat pak? Saya yakin ko itu Bu Romlah. Warung nya juga masih buka. Banyak gorengan berjejer malah di dalam etalase nya." Ardi masih bersikeras dengan apa yang di lihat nya. "Ayo bapak-bapak ikut saya kalo enggak percaya." bapak-bapak itu mengangguk mengiyakan ajakan Ardi. 

Sesampai nya di sana. Pemandangan yang sebelum nya Ardi lihat telah berubah. Warung bu Romlah yang terbuat dari bilik kayu terlihat hancur di bagian depan. tiang penyangga nya patah. Di tambah lagi, Garis kuning kepolisian juga melingkari warung tersebut. Padahal Ardi Yakin ia tidak melihat nya di warung itu. Yang ia lihat hanyalah pada tiang listrik. 

Ardi terbengong-bengong selama beberapa detik. Dengan suara lemas, akhir nya mengatakan sesuatu. "Mungkin tadi saya salah lihat pak. Kaya nya saya masih kecapean karena perjalanan jauh." Ardi tertawa kecil sambil memijat pelan kening nya. Desiran angin malam membuat bulu kuduk Ardi berdiri. 

"Bisa jadi mas Ardi enggak salah lihat. Orang yang baru meninggal sebelum 40 hari, Arwah nya masih di sekitar sini." Jelas pak Ian sambil mengedarkan pandangannya ke arah warung.

"Bukan pak. Saya yakin yang mas Ardi lihat itu adalah Jin yang memang berkeliaran sekitar sini. apalagi ada kecelakaan yang sampai merenggut nyawa seseorang. Tambah seneng aja itu jin nakutin orang-orang yang lagi lewat jalan ini." Pak ian mengangguk-angguk mendengar perkataan pak Salim.  Ardi semakin MERINDING mendengar cerita bapak-bapak itu. 

Akhir nya Pemuda itu berpamitan dan memutuskan untuk kembali kerumah dengan perasaan takut yang masih memenuhi pikiran dan hati nya malam itu.

Cerita : Rachma feehily

MERINDINGWhere stories live. Discover now