Ayunan

3.9K 133 7
                                    

Suatu sore ketika cahaya matahari mulai meredup, aku duduk santai di sebuah kursi kayu panjang di depan warung kelontong milik paman ku. Jalanan cukup sepi di perumahan ini . Sejak aku duduk di sini dari setengah jam yang lalu, hanya satu atau dua orang yang melintas di jalan yang lebar nya hanya bisa di lalui 1 mobil dan 1 motor itu.

Belum ada seminggu aku tinggal di sini. Sebelum nya aku tinggal bersama orang tua ku di Bandung.  namun karena aku masuk universitas di darah Bogor, Jadilah aku menetap di sini selama aku meneruskan kuliah ku.  Paman dan bibi ku masih belum pulang dari tempat nya bekerja. Jadi setelah sepulang kuliah, aku menjaga warung ini untuk membantu mereka. Paman ku sangat senang ketika aku bersedia membantu untuk menjaga warung. Karena sebelum nya, Anak mereka yang bernama Putri sangat susah kalo di suruh jaga warung. Sekali nya buka, cuma sampe jam 4 sore aja. 

Di seberang jalan, berdiri sebuah rumah kosong yang sudah lama tidak di tinggali siapapun. pemilik rumah tersebut hanya berniat untuk menginvestasikan nya. Jangan kan untuk menempati,  menengok pun tidak. Jadi lah rumah itu mulai rapuh dan sangat kotor termakan oleh usia.  ketika hari mulai gelap seperti ini, saat lampu-lampu rumah tetangga sekitar mulai menyala satu persatu, hanya rumah itu yang gelap gulita. kegelapannya seolah menatap ku dengan tajam. Namun aku tidak menghiraukannya. 

Angin bertiup perlahan membuat daun-daun dari pohon buah kersen dan dahan-dahan kecil nya bergoyang. Begitu juga ayunan kecil yang menggantung pada dahan yang kokoh. Pak Dayat, Tetangga sebelah rumah itulah yang memasang kan ayunan itu untuk tiga orang anak perempuan nya yang masih duduk di taman kanak-kanak. 

Baru saja aku mau beranjak dari tempat ku berada karena sebentar lagi Magrib dan hampir gelap, 2 orang pemuda datang menghampiri warung.

"Bang, beli..." ujar pemuda itu bersamaan. ketika ku tengok ternyata mereka adalah Ardi dan Johan, Tetangga yang rumah nya di belakang rumah paman ku ini. aku langsung masuk ke dalam warung. "Kopi item 10 sachet ya bang." Ujar Johan sambil meletakkan 1 lembar uang 20-ribuan di atas etalase. Aku mengangguk lalu mengambilkan pesanan nya. "Oh ya, yang 2 di seduhin ya bang. mau ngopi dulu sebelum ke mesjid" 

"Okee siap bos."  setelah itu aku masuk sebentar ke rumah untuk mengambilkan 2 buah gelas. saat sudah di dalam warung, langsung ku seduhkan kopi untuk mereka. aku bisa mendengar mereka tengah bercakap-cakap. 

"Tumben buka bang warung nya. biasa nya kalo putri yang jaga, abis ashar dia udah nutup warung, padahal dia nya ada di dalam."

"Iya, mumpung ada saya. buka sampe malam juga enggak masalah." 

"Eh, lo nyium wangi melati enggak?" tanya Ardi pada Johan. 

"hmmh, iya ya. bang, lo nanem bunga-bungaan di sini?" Seru Johan pada ku yang sedang asik mengaduk kopi sambil jongkok. 

"Enggak ada ko. ada juga bunga dari pohon pepaya noh. mau berbuah bentar lagi." jawab ku santai sambil menempat kan 2 gelas kopi yang masih ngebul di nampan. ketika aku berjalan keluar, dua orang pemuda itu teriak histeris bersamaan.

"KUNTIIIILLL..Astagfirullah" Mereka berdua langsung lari terbirit-birit dengan sandal yang masih tertinggal di bawah kursi kayu panjang. Aku kaget dan hampir saja nampan berisi kopi panas ini terlepas dari genggaman ku. Jantung ku berdegub begitu kencang. Mata ku berusaha mencari sumber atau sesuatu yang membuat mereka ketakutan itu. 

Pikiran ku langsung mengarahkan pandangan ku ke arah rumah kosong yang gelap gulita itu. di bawah pohon kersen yang menjulang tinggi dan rindang, berdiri seorang wanita. tidak jelas seperti apa wajah nya, namun pakaian putih panjang nya lah yang membuat ia terlihat dari sini. tangan nya tengah menggoyang kan tali ayunan dengan kasar dan tidak beraturan. sekilas, aku mulai mendengar suara tawa cekikikan yang terbawa angin. tubuh dan kaki ku serasa membatu dan tidak bisa di gerak kan.  walaupun tidak jelas, tapi aku tau wanita itu tengah menatap ku dengan tajam dari kegelapan. begitu adzan Magrib berkumandang, ajaib kaki ku langsung lemas dan bisa di gerakan lagi. dengan sekuat tenaga  aku berjalan tertaih-tatih masuk ke dalam rumah tanpa menghiraukan warung yang pintu nya masih terbuka. air kopi tumpah-tumpah di atas nampan. aku langsung membanting pintu dan meletakan nampan berisi 2 gelas kopi itu ke samping ku. aku langsung membaca segala macam Ayat-ayat Qur'an termasuk Ayat Kursi. 

Putri keluar kamar karena mendengar kegaduhan di luar. 

"Kenapa a?" Tanya putri terkejut melihat ku yang tengah duduk di lantai dengan keringat bercucuran. aku menggeleng dengan perasaan yang masih tegang. Gadis itu lantas langsung menutup gorden samping pintu masuk. lalu menyalakan lampu. 

"Itu lah kenapa Putri enggak mau buka warung sampe sore-sore gini. soalnya tiap jam segini dia pasti muncul." Ujar Putri menjelas kan. Seketika, Bulu kuduk ku langsung merinding. 

Cerita : Rachma Feehily

MERINDINGWhere stories live. Discover now