08. Apa Hakmu Peduli Padaku?

6.5K 931 36
                                    

Vote dulu kawan-kawan 😘😘

"Ibu Tania ingin bertemu, Pak." Desta memberitahu saat telepon diangkat oleh Raga.

"Suruh masuk, Des."

"Baik, Pak."

Tidak lama kemudian Tania Wiratmaja masuk ke ruangannya. Perempuan itu tampil anggun dengan rok pensil berwarna coklat dan atasan berwarna peach.

"Terlalu sibuk sampai tidak bisa mengangkat telepon dariku?"

Raga segera merogoh saku celananya, ia mendapati dua panggilan tak terjawab dari Tania. Ponselnya dalam mode silent. Pantas saja tidak berbunyi.

"Maaf. Profilnya diam. Ada apa kamu menelepon? Dan, oh, silakan duduk."

"Papa mengundang kamu makan malam di rumah, kalau kamu tidak sibuk."

Dahi Raga berlipat. Bukan sekali dua kali ayah Tania memberinya undangan seperti itu. Ia selalu menolaknya dengan halus. Sebab ia tahu bahwa ada maksud lain yang tersembunyi di balik undangan tersebut.

"Maaf, Tania. Aku sedang tidak bisa pergi selain untuk urusan kerja. Aku harus menjaga seseorang. " lelaki itu bersyukur karena memiliki alasan untuk menolak.

"Oh." Tania terlihat kecewa, "Siapa?"

"Seseorang, kamu tidak perlu tahu."

"Ya sudah, bagaimana kalau hari ini makan siang bersamaku?" Tania mengundi peruntungannya.

Lelaki itu meringis tak enak. Untuk makan siang tersebut, dia tidak bermaksud menolak. Ia akan setuju andai tidak ingat kalau dirinya akan pergi untuk menjemput Nessa. Iya, dia masih berjuang.

"Lain kali ya? Aku harus pergi setelah ini."

Tania tersenyum memaklumi, "Sesibuk itu ya kamu?"

Raga membalas dengan senyum tipis. Tidak ingin membuat perasaan perempuan itu terusik.

"Kalau begitu aku pergi saja. Terimakasih sudah menerimaku di sini."

Tania cukup bersyukur karena Raga mau menerima acara bertamu yang tidak berhubungan dengan pekerjaan sama sekali. Raga sudah menghargainya. Yah, itu pun karena papanya adalah rekan lelaki itu. Sedikit banyak Tania sudah mendengar tentang Raga. Tentang betapa datar sambutan lelaki itu terhadap perempuan yang diindikasikan ingin dekat dengannya.

Raga juga segera membereskan pekerjaannya yang tersisa. Ia harus cepat supaya Nessa tidak lebih dulu pulang. Mungkin gadis itu akan menolak jemputannya, tapi, siapa peduli? Inilah usahanya memperjuangkan Nessa.

Pusing tiba-tiba menyerangnya, membuatnya oleng dan berpegangan ke tepian meja. Ia menenangkan diri sejenak sampai pusingnya hilang. Tidak terlalu memedulikan hal itu, Raga menyambar kunci mobil dan meninggalkan ruangannya.

"Des, tolong undur meeting-nya ya."

"Oke." sahut sekretarisnya.

Raga memang tidak membolehkan Desta bersikap formal padanya jika situasi tidak mengharuskan. Karena, terasa aneh bila temanmu melakukan itu padamu, kan? Desta adalah adik kelasnya saat SMA dan menjadi adik tingkatnya saat kuliah.

Seperti biasa, kalau tidak menunggu di dalam mobil, maka Raga akan berada di luar sambil bersandar ke badan mobilnya. Tidak peduli dengan pandangan tertarik yang dilayangkan beberapa perempuan padanya. Sungguh, selain Nessa, ia tidak berniat untuk peduli dengan perempuan mana pun. Kecuali mamanya tentu saja.

Raga melihat jam di pergelangan tangannya. Sudah lewat sepuluh menit dari jadwal Nessa pulang. Dari mana ia tahu jadwal gadis itu? Oh, tentu ia 'mencuri' tahunya tanpa sepengetahuan Nessa.

(Un)forgiven Mistakes [Open Pre Order: 70k!]Where stories live. Discover now