04. Aku Menjagamu di Sini

8.8K 1K 16
                                    

Iya, aku tau ini ngaret banget. Karena itu, maaf yaa, maaf banget pokoknya.
Happy reading, dan mohon koreksinya 😊😄

***

Reyhan sungguh jahat. Nessa berjanji akan mengomelinya saat kakaknya itu pulang nanti. Tibanya ia di rumah setelah kehujanan ria di jalan ia tak menemukan siapapun. Rumahnya yang memang sepi menjadi semakin sepi. Yang ia temukan di ponselnya beberapa menit lalu menjelaskan semuanya. Bahwa Reyhan sedang dalam perjalanan bisnis dadakan ke Kalimantan. Nessa ditinggalkan tanpa pamit dan tanpa persiapan.

Tak ada yang bagus ditinggal seorang diri di saat cuaca sedang tak bersahabat. Hujan belum berhenti. Justru makin deras disertai petir yang menghempaskan cambuknya. Dingin mulai menyengat tulang, memaksa Nessa pergi ke dapur untuk menyeduh segelas cokelat panas dan membawanya kembali menuju kamar.

Lampu yang mendadak padam bersama petir yang menggelegar membuat jeritan Nessa menggema. Gelas yang dibawanya terlepas dari tangan, membuat isinya tumpah dan mengenai kakinya. Ia terduduk, rasanya panas bukan main.
Sebentar kemudian ia menangis tanpa suara dengan tubuhnya yang bergetar. Bukan karena perih di kakinya, tapi karena ketakutannya akan gelap. Sejak kecil ia phobia gelap. Gelap membuatnya tak melihat apapun dan membuatnya membayangkan hal-hal buruk terjadi padanya.

Jauh dari rumah Nessa, Raga yang sedang menyalakan lilin langsung mengangkat panggilan.

"Halo, Rey,"

"Lo di mana?"

"Di rumah. Kenapa?"

"Nessa gak ngangkat telepon. Gue khawatir. Gak terjadi apa-apa kan?"

Tidak terjadi apa-apa selain ... tadi siang. Tapi Raga tentu tak akan mengatakannya.

"Gak ada apa-apa selain pemadaman listrik dan hujan de—"

"Listriknya padam?!" Reyhan menyela dengan bentakan, "Sial! Listriknya padam dan gue di sini gara-gara pekerjaan lo!"

"Tunggu Rey, kenapa?" kernyit Raga, bingung dengan kemarahan Rey.

"Nessa phobia gelap, Bodoh! Kalau dia kenapa-napa, lo—"

Raga langsung mematikan sambungan. Secepat mungkin ia mengambil kunci mobilnya.

"Mau ke mana hujan-hujan begini?"

"Vanny phobia gelap, astaga, bagaimana aku bisa lupa? Aku pergi, Ma."

Terburu-buru Raga menyalakan mobil dan melaju dengan kecepatan tinggi yang sebenarnya bukan hal bijak dilakukan saat hujan dan jalanan licin. Pintu depan rumah Nessa sudah dikunci. Tapi Raga tak kehilangan akal, di memutar ke belakang rumah, lewat di sana dan menuju samping rumah tanpa menghiraukan dirinya yang mulai basah kuyup. Ia masuk melalui pintu geser yang menghubungkan ruang tamu dengan kolam renang. Untungnya pintu itu dibiarkan tak terkunci. Bodohnya ia tak membawa apapun untuk dijadikan penerangan. Mengandalkan insting ia mempercepat langkah menaiki tangga ke lantai atas. Lalu langkahnya memelan ketika telinganya mendengar suara tangis tertahan. Matanya menajam dan ia melihat Nessa. Terduduk di lantai memeluk lututnya sendiri.

Raga terdiam dalam kebimbangan. Apa yang harus ia lakukan? Mendekat atau tetap berdiam diri? Jelas ia tahu Nessa tak pernah menginginkannya berada di dekat gadis itu. Tapi situasinya berbeda. Jadi ia mendekat. Mengulurkan tangan dan menyentuh lengan Nessa hati-hati. Gadis itu sontak berjengit, terkesiap dan beringsut takut.

"Siapa? Jangan...,"

Tangan Raga mengambang di udara, ia menariknya kembali. Gadis itu ternyata tak mengenalinya.

(Un)forgiven Mistakes [Open Pre Order: 70k!]Место, где живут истории. Откройте их для себя