10. Dari Mata

6.8K 733 35
                                    

"Ada pesan dari matamu yang sampai ke hatiku."

Pagi ini aku harus ke kampus untuk melakukan transaksi pembayaran SPP sekaligus mengisi jadwal kuliah. Biasanya sih Papa yang langsung transfer ke rekening kampusku dan aku hanya tinggal mengisi jadwal dari rumah. Sayangnya sistem kampusku mengalami masalah dan sedang dalam perbaikan sehingga kami harus bayaran manual via teller kemudian lapor ke fakultas untuk mengisi jadwal kuliah, baru kemudian validasi lagi ke bagian pengurus akademik perkuliahan untuk meng-accept dan mengunci jadwal yang sudah dipilih agar nama kami tertera di daftar absensi sebagai mahasiswa aktif yang sudah melakukan daftar ulang dan berhak mengikuti perkuliahan. Ribet kan? Aku baru membayangkannya aja sudah merasa ribet. Makanya Diandra memgajakku buat datang pagi-pagi supaya gak terlalu antre. Ya kalau dipikir-pikir kampus kan isinya bukan puluhan orang doang, kalau sudah antre pasti bakal panjang banget kayak ular di game handphone zaman dulu.

"Hati-hati bawa uangnya, Sa." Mama mengingatkanku karena aku membawa uang tunai dengan jumlah yang cukup besar.

"Siap, Ma!"

"Kamu naik apa perginya? Papa udah berangkat, Ares juga tumben banget pergi pagi tadi."

"Naik ojek online paling," jawabku santai. Zaman sekarang semuanya sudah mudah. Mau apa-apa tinggal order terus duduk manis di rumah. Lihat saja, paling nanti lama-lama juga ada jasa jodoh online. Tinggal tulis mau kriteria kayak gimana terus server yang mencarikannya deh.

"Ya sudah, pesan sana."

"Iya, Ma." Sambil menikmati banana nugget dan juga segelas susu cokelat yang dibuatkan Mama, aku membuka aplikasi ojek online yang kumiliki dan mulai memasukan alamat rumahku sebagai tempat penjemputan dan juga nama kampusku sebagai tempat tujuan. Setelah pemesanan diproses, aku cuma tinggal menunggu untuk mendapatkan driver yang akan mengantarku.

"Berangkat dulu ya, Ma!" pamitku sambil mengecup punggung tangan Mama saat handphoneku menampilkan notif kalau driver yang akan mengantarku sudah sampai di lokasi penjemputan.

"Hati-hati, Sa."

"Sip! Assalamualaikum."

"Wa'alaikumsalam."

Sambil berjalan keluar, aku mengenakan asal masker biru mudaku. Tepat di depan pagarku rupanya benar sudah ada seorang pria yang sedang berkutat dengan ponsel di atas motor yang didudukinya. "Mas Michael ya?" sapaku padanya.

Pria itu mengangkat kepalanya. MasyaAllah! Ganteng pisan ini abang-abang. Ganteng begini kenapa gak coba casting jadi aktor aja ya? Yaa main sinetron juga kan lumayan biar kata yang nontonnya ibu-ibu juga.

"Oh iya, Kak Sandy ya?" Aku mengangguk mengiyakan.

"Mari, Kak, baru tadi mau saya telepon," katanya sambil menyalakan mesin motornya dan menyerahkan helm padaku.

"Hehe iya, Mas." Aku kemudian mengenakan helm di kepalaku dan mengisi jok kosong di belakang abang tampan ini.

"Sudah, Kak?"

Aku mengangguk. "Sudah, Mas."

Sesaat sebelum menjalankan motornya, Mas Michael ini membengkokkan spion kirinya ke arahku. Aku pun lantas menaikkan masker yang sedari tadi hanya menutupi daguku. Dari spion yang sama kulihat driver-ku ini sempat tersenyum dan menaikkan maskernya juga baru kemudian melajukan kendaraannya.

"Kuliah, Kak?" Di tengah perjalan, Mas Michael ini membuka topik obrolan.

"Iya, Mas, saya kuliah."

"Oh, semester berapa, Kak?"

CRUSH Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang