1. Lucky Girl

21.2K 1.4K 48
                                    

"Perihal drama cinta, dunia lah yang memilihkan lawan main untuk kita."


Pernah gak sih kalian mendengar perumpamaan kalau orang lagi jatuh cinta itu tai kucing aja rasanya jadi kayak pancong greentea? Pokoknya gak ada kejelekan sedikitpun yang terlihat di mata kita tentang si doi. Everything about he/she is perfect.

And yep, aku lagi merasakannya sejak tiga bulan lalu. Bukan merasakan tai kucingnya ya, tapi merasakan jatuh cintanya itu. Buatku, dia itu sempurna. Matanya ada dua, hidungnya satu, kakinya juga dua pakai sepatu baru... lah kok kayak lagu anak-anak jadinya. Intinya segala sesuatu tentang dirinya itu membuatku memujanya.

Namanya Fandy Haiqal, dan aku yakin kalau dia itu jodohku. Kenapa? Sebab nama kami begitu mirip. Fandy dan Sandy. Pasti kalian sering nemuin kan banyak tuh jodoh yang namanya cuma kayak ketuker-tuker, seperti Angga-Anggi, Doni-Dini, Hadi-Hani, Vino-Vina. Yaa, walau gak selalu begitu sih tapi aku yakin kalau aku dan Fandy adalah salah satunya.

"... Boy, I won't let you go. All i wanna do is be your girl, neoui lucky girl neoui in--"

Lagi asik-asiknya nyanyiin lagu Red Velvet dengan suaraku yang sebelas dua belas sama suara nyamuk dugem itu─nguing nguing ngegerendeng─ tiba-tiba sebuah kaus basah mendarat di atas kepalaku.

"Mas Ares!!" seruku kesal. Aku langsung melempar kaus basah di kepalaku itu ke lantai dan menendangnya jauh-jauh. Heran, punya abang kenapa kelakuannya jengkelin banget. Kaus basah bekas keringetnya selalu dia lemparin ke aku. Dia pikir mukaku ini bak cucian kotor apa? Lagipula bukan masalah kausnya, tapi baunya itu loh. Udah kayak kambing abis lari marathon. Udah dasarnya bau, ditambah lagi keringetan ya jadinya bukan bau lagi, tapi busuk.

"Ih, dasar adik kurang ajar! Kaus gue bukannya taruh ke ember cucian malah dilempar ke lantai. Ambil lagi."

Eehh?? Kagak salah nih malah dia yang marah-marah? Becanda dia. Ada juga aturan aku yang ngomel karena rambutku yang baru keramas ini jadi bau lagi gara-gara kaus busuknya itu.

"Idih, ogah! Terakhir kali tangan gue megang kaus lu itu gue langsung ganti kulit ya!" jawabku hiperbolis. Punya abang satu-satunya tapi kelakuannya minta banget dihapus dari Kartu Keluarga. Kalau saja...

"Kalian tuh kayak Tom and Jerry banget ya?"

Nah ini! Kalau saja abangku itu bukan teman akrab Kak Fandy, aku pasti udah tip-ex namanya dari Kartu Keluarga.

"Dih, gue sama dia mah kayak film disney princess, Fan. Gue pangerannya, dia kudanya."

Sempak kadal! Rasanya pengin banget aku lakban mulutnya Mas Ares. Tapi gara-gara dia ngehina aku, aku jadi bisa lihat ketawa lepasnya Kak Fandy. Kalau saja mataku ini bisa mengambil gambar layaknya kamera, pasti aku sudah memotret senyum itu sebanyak-banyaknya. Kak Fandy kenapa ganteng banget sih, Ya Tuhan? Kalau gini caranya biar dikatain jadi kandang kudanya sekalian juga aku ikhlas.

"Kak Fandy jangan ketawa kayak gitu," tegurku padanya.

"Eh?" Tawanya seketika hilang. "Emang kenapa, Sa?" tanyanya dengan mimik muka serius.

"Kakak ketawanya manis banget soalnya, jadi pingin aku toplesin biar awet."

Mendengar jawabanku, Mas Ares langsung menjitak kepalaku. "Idih! Upil gue nih lu toplesin." Dengan cepat tiba-tiba saja tanganku sudah tercemari benda kecil menjijikan dari hidung Mas Ares. Aku bahkan tidak melihat saat ia menggalinya dari gua besar di batang hidungnya itu.

"Mas Ares jorok aaahh najis mugholadzoh lu!!" Aku langsung berlari menuju kamar mandi untuk mencuci tanganku sebelum seluruh tubuhku berubah jadi hijau karena terinfeksi upil Mas Ares. Awas saja tuh anak nanti!

***

"Sandy, ini apaan?" Aku menoleh ke arah Diandra yang sedang menyalin catatan topik kuliah minggu lalu dari binderku.

"ASTAGA, DIANDRA! SINGKIRKAN TANGAN HINA LU SEKARANG JUGA!" Aku langsung mengambil foto Kak Fandy dari tangan Diandra dan mengelapnya dengan lengan kemejaku.

"Wah, wah, jadi stalker lu ya? Fotoin orang diam-diam kayak gitu dari belakang," tuduhnya padaku.

"Dih, jangan asal tuduh ya. Nanti you bisa ai laporin karena pencemaran nama baik loh."

"Lebay banget lu!" serunya sambil menoyor kepalaku. "Jadi, itu siapa, San? Kenapa punggungnya doang yang lu foto?" tanyanya masih penasaran. Belum jadi hantu aja sudah penasaran mulu nih anak.

"Ya karena punggung ini lah yang akan menjadi tulang punggung buat biayain hidup keluarga kecil gue nanti."

"Gak percaya!"

Sialan nih anak. "Yee! Ya udah kalau gak percaya mah. Awas lu, gak gue undang ke nikahan gue nanti."

"Halaah, paling juga tuh foto lu beli di abang-abang tukang jepitan kan?"

Astaga naga... dia kata ini zamannya sinetron Kepompong yang foto pemainnya bisa kita beli di abang-abang jepitan kali ya? Eh tapi dulu aku hobi banget sih mengoleksi foto-foto mereka. Aku paling suka sama karakter bernama Helen. Sampai-sampai dulu email friendster-ku aja mengandung kata Helen di dalamnya. Idih, kalau diingat-ingat lagi kok kayaknya dulu aku nista banget ya? Alaynya gak ketulungan.

Oke, cukup, jangan nostalgia masa jahiliyah. Kita balik ke foto Kak Fandy yang katanya dijual di abang jepitan. "Sembarangan lo, Di. Ini gue dapat fotonya aja susahnya ampun-ampunan loh. Kudu pencetin tombol kamera terus-terusan sampai bisa dapat satu foto pangeran tampan ini." Iyalah, bayangin aja gimana susahnya ngambil foto orang yang lagi main futsal, lari sana-sini, supaya bisa dapat hasil jepretan yang aestetik dikit gitu. Ini aja kayaknya foto ke 57 yang hasilnya paling 'mendingan' walau cuma dari belakang aja, sementara 56 lainnya mah beuh blur semua.

"Pangeran dah tuh," cibir Diandra sambil menjawil daguku. "Kalau dia pangeran, lo permaisurinya gitu?"

"Bukan lah, gue kasurnya."

"Kok?"

"Biar ditidurin tiap hari, hehehe."

"Istighfar, Sandy!"

Aku tertawa terbahak mendengar peringatan dari Diandra. Aduh Kak Fandy, kapan ya aku bisa jadi lucky girl yang tiap bangun tidur ketemunya kamu, mau pergi diantarnya sama kamu, lagi emosi ditenanginnya sama senyuman kamu, kalau dijailin Mas Ares juga aku dibela sama kamu.

Kapan Ya Rabb kapan??! Biar aku gak kebanyakan mengkhayal kayak gini mulu.

***

To be continue

CRUSH Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang