"Kook-ie mau kesemak?"

Bocah itu mengangguk dengan sisa airmata yang masih jatuh menuruni pipi gembilnya. Ia mengangguk polos dengan bibirnya yang terlihat mengerucut lucu. "Kesemak Noona," ucapnya seraya mengatupkan kedua telapak tangannya dengan sedikit memohon.

Hati Jira lagi-lagi mencelos. Jungkook hanya seorang bocah kecil yang menginginkan buah kesemak. Ia bahkan dengan polosnya memanjat tanpa tahu semut rang-rang terlihat memenuhi pohon. Disaat rasa gatal menghujam permukaan kulitnya, juga perih yang menyerang dari luka yang terbuka, ia hanya menggosok hidungnya dengan jari telunjuk, mata sembab karena tangisnya bahkan masih terlihat saat Jira mengecup puncak kepalanya dan berlari mengambil sekeranjang penuh buah kesemak yang ayah petik pagi tadi.

Jira mengupas beberapa, meletakkannya ke dalam keranjang yang langsung Jungkook letakkan di atas pangkuannya. Bocah itu berhenti menangis, meskipun sesekali terlihat ia mencoba menahan gatal dan terlihat menggaruk kulitnya. Jira mencoba memperingatinya untuk tidak menggaruk tangannya yang gatal, sebab, Jira tidak ingin kulitnya terluka. Pemuda kecil itu mendengarkannya, mengangguk patuh sembari menggigit kecil buah kesemak dalam genggamannya seraya meletakkan kedua netranya pada tayangan kartun yang sesekali membuatnya tergelak, melupakan kesemak yang sarinya menetes di atas karpet, atau pun kulit tangannya yang terasa gatal.

Ya ampun, bocah manis ini sungguh menggemaskan. Ia bahkan begitu mudah kembali tertawa riang hanya karena menonton tayangan kartun favoritnya, melupakan betapa gatal dan sakitnya puluhan luka gigitan semut pada sekujur lengannya juga perih pada lukanya yang terbuka.

Ia bahkan sempat memberitahu beberapa hal pada Jira untuk tidak memarahi Seokjin, sebab katanya, sebelum ia memanjat pohon beberapa waktu yang lalu, Seokjin dan dirinya tengah bermain satu permainan kecil saat Seokjin berpura-pura merintih menahan sakit pada dadanya. Jika tengah memainkan permainan itu, Jungkook seharusnya berlari keluar dari rumah, mencari beberapa pertolongan untuk ayahnya, tetapi saat melewati pekarangan belakang, ia justru tergoda oleh manisnya aroma buah kesemak yang memenuhi pepohonan dan melupakan permainannya dengan sang ayah.

Well, lupakan hal itu, sekarang Jira harus mencari dimana ayah bocah ini berada.

Tungkai kakinya melangkah dalam hentakan yang terdengar jauh lebih berat, beberapa luapan emosi membumbung tatkala mengingat bagaimana bocah itu menangis mengaduh kesakitan. Jika mencari seseorang yang ingin disalahkan, Kim Seokjin adalah orangnya. Kakinya hampir mencapai pintu depan, tetapi, sebelum benar-benar membukanya, pintu tersebut telah lebih dulu terbuka dari arah luar. Sosok Seokjin muncul di sana dengan wajah yang diselimuti kekhawatiran, Jira melihat mata Seokjin bergerak gelisah, sedikit terlihat berantakan. Wajahnya merah padam karena rasa kalut, teror absolut terlihat menghiasi wajahnya.

"J-Ji, kau melihat Jungkook?"

Mata pria itu terlihat hampir menitikkan cairan bening. Pakaiannya terlihat berantakan, ia bahkan terlihat benar-benar kacau. Belum sempat satu amarah lolos dari kerongkongan Jira, Seokjin telah lebih dulu menyelanya, berlari menyongsong putra kecilnya itu yang tengah asik menyantap kesemak dengan kedua iris yang lekat menatap layar televisi.

Ia memeluk Jungkook begitu erat, memejamkan matanya dengan kerutan khawatir yang terlihat pada dahinya. Beberapa peluh terlihat membanjiri wajahnya saat ia melepas pelukannya dan mengusap wajah anak semata wayangnya begitu sayang.

"Maafkan Ayah, Kook-ie."

Lelaki itu mengecup puncak kepala Jungkook begitu sayang seraya kembali memeluknya begitu erat. Jira ikut duduk diantara mereka, mengusap punggung Seokjin yang naik turun begitu cepat dengan kemarahan yang menguap entah kemana. Seperti ada tombol otomatis untuk melenyapkan kemarahan itu kapan saja dari dalam dadanya.

Limitless PresenceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang