8. Illusion Palace

56 8 0
                                    

Lila terus mencoba untuk tetap fokus pada soal matematika yang ada dihadapannya. Namun percuma, pikirannya terus tertuju pada bagaimana kondisi kedua sahabatnya, Hondo dan Naura. Apalagi, saat bel masuk tadi Lila bertemu dengan Tresno, dan mirisnya Tresno tidak mau mengakui kalau dia yang mengirim Naura sebuah pesan singkat. Semuanya janggal. Entah apa yang Lila harus lakukan? Apa ia harus memercayai lelaki aneh itu?

"Serius Li, Nono gak mungkin ngelakuin itu," ucap Tresno dengan tatapan sulit dipercaya.

Tanpa babibu, Lila meninggalkan si Tresno sialan itu. Lantas Lila meraih ponsel pipihnya lalu mengklik nomor Naura. Tuuut...

"Halo Na? Lo dimana sekarang?" tanya Lila tanpa menunggu si penerima telepon menjawab sapaannya.

"Li, lo harus datang! Gue tadi melihat Hondo lagi duduk di sebuah batu besar dengan beberapa pisau di tangannya. Gue gak berani masuk karena banyak makhluk aneh bersenjata dimana-mana. Lagian gue gak tahu kapan gue bakal ketahuan. Pokoknya lo harus cepat! Dan untungnya tadi gue udah ketemu sama Tresno."

"Hah? Bagaimana bisa?"

Tut.. tut.. tut..

Panggilan pun diputus oleh satu pihak. Sengaja atau tidak, apapun itu, Lila harus bergerak cepat. Tujuan pertama adalah menemui Tresno di kelas Ips 3, si dalang masalah.

"Heh, Tresno? Lo mempermainkan kita ya?" tanya Lila dengan geram.

Tresno yang sedang membaca buku terkejut bukan main. "Maksudnya?"

"Jelasin ke gue, kenapa lo bisa jumpa sama Naura di tempat yang dibilang si dukun itu?" desak Lila membuat Tresno mencerna apa yang barusan dikatakan Lila.

"Tunggu? Nana jumpa sama Nono? Itu berarti, Illusion Palace. Nana benar-benar dalam bahaya Lila!" tegas Tresno membuat Lila tertawa sinis melihat akting Tresno yang melebihi Jack di film Titanic.

"Akting lo bagus, marvelous, sekarang apa? Lo mau minta gue percaya sama ucapan lo?" sinis Lila tertawa hambar.

Bagus sekali, setelah ini apa? Dukun, tempat tidak jelas, dan sekarang illusion palace. Sebenarnya apa tujuan Tresno?

"Bisakah lo sedikit saja percaya sama gue. Berpikiran positif, emang kalau sudah benci, lihat gue diam bernapas aja Lo udah gak suka."

Lila menghela napas, apa karena dia sudah terlalu membenci Tresno sehingga apapun yang dikatakan lelaki itu seolah kebohongan saja.

"Ma-af," ucap Lila pelan.

"Tidak apa, gue sudah biasa gak dianggap, apapun yang keluar dari mulut gue itu seolah gak ada yang berarti, tidak heran jika kalian berlaku seperti itu, jangankan kalian, sedangkan orang tua gue saja sudah terbiasa merendahkan gue sedari dulu," jelas Tresno sendu.

Lila semakin merasa bersalah, tidak, ia ingin memercayai Tresno tapi sulit melakukannya.

"Baiklah, mari pergi ke sana! Gue menghubungi Seze dan Kak Lowis dulu, lo cukup tunjukin jalannya," titah Lila sembari menekan tombol dial telepon.

"Ya, halo Ze, kita pergi sekarang. Hondo benar-benar butuh kita Ze."

"...."

Arduous Path (On Going) Where stories live. Discover now