1. Ayah Ibu Kekasihku

3.6K 268 6
                                    

Serial QUEENNORA – 1. Ayah Ibu Kekasihku

Penulis : Uniessy

Dipublikasikan : 2016, 5 Agustus

*****

Mataku tak lepas dari layar ponsel selagi berada di kamar Nora. Sementara yang punya kamar entah sedang apa. Sejak tadi keluar kamar dan belum kembali.

"Ini apa sih?" gumamku, heran sendiri.

"Kenapa, Queen?"

Aku mendongak demi mendengar suara Nora yang menyapa telingaku. Dia ada di dekat meja, sehabis meletakkan sepiring camilan berupa pisang dan ubi goreng.

"Wah, ada gorengan!" aku memekik senang. Langsung beringsut mendekati piring saji, mencomot satu pisang goreng dan mengunyah dengan lahap.

"Sudah baca bismillah belum, Queen?"

"Sudah dong, bos!"

"Ini minumnya ya," Nora menyurungkan segelas air ke dekat piring sebelum kemudian duduk di sampingku. Mendadak, aku teringat postingan yang ada di laman facebook-ku tadi.

"O, iya!" sentakku tiba-tiba. "Aku mau tanya pendapatmu..."

"Perihal?" tanya Nora sebelum menggigit ubi goreng.

"Menurutmu, ayah dan ibu Nabi Muhammad, ada di mana? Surga atau neraka?" tanyaku cepat. Kulihat Nora melirikku sebelum mengerjapkan matanya pelan, lalu mengalihkan pandangan ke gelas berisi air minum untukku.

"Ada apa?" Nora balik bertanya.

"Kok ada apa?" balasku. "Aku kan tanya pendapatmu."

Tanpa menunggu lanjutan dari jawaban Nora, aku bergegas mengambil ponsel, membuka postingan yang tadi dibagikan oleh teman facebook-ku.

"Ini," aku memperlihatkan postingan tersebut pada Nora. Dia langsung mengambil alih ponsel dari tanganku. Keheningan melanda kami dalam beberapa detik.

Beberapa orang melakukan demo sebab ada seorang ustadz yang menyatakan bahwa orangtua Nabi Muhammad Shallallahu 'Alayhi Wasallam adalah kafir.

Nora meletakkan ponselku setelahnya.

"Begini," dia tampak berpikir. Aku menduga dia mencari kalimat yang bisa langsung kupahami. Huhuhu, Nora tahu saja temannya suka lama dalam urusan loading... "Dari Anas bin Malik, ia mendengar ada seseorang berkata; 'Wahai RasulAllah, di mana tempat kembali bapakku?' dan Nabi menjawab; 'Di neraka.' Dan saat orang itu berpaling, Nabi Shallallaahu 'Alayhi Wasallam memanggilnya dan berkata; 'Sesungguhnya ayahku dan ayahmu di neraka.' Tercantum dalam hadits shahih Muslim."

Nora mengakhiri kalimatnya dengan menelan ludah, kelihatannya pertanyaan ini sungguh memberatkannya. Aku jadi tidak enak hati.

"Tapi bukan itu yang jadi solusi, Queen..." tambahnya.

Nah lho... nah lho... maksudnya?

"M-maksudnya?" aku tak mengerti. "Berarti orangtua Nabi kita memang adalah kafir kan?"

"Jika beliau berkata demikian, tidakkan kita merasakan kepedihan dalam hati beliau? Demi tenggang rasa, beliau menjelaskan pada orang lain bahwa orang yang beliau cintai, berada di neraka?" kata Nora.

Dia melirik lagi ponselku yang layarnya sudah mati. Aku diam saja. Sebab sungguh, aku hanya ingin tahu, di antara dua pendapat yang sama sama kuat, yang mana sih yang sebenarnya benar?

"Jika memang orangtua beliau berada di neraka, bukankah yang benar tak harus selalu diungkit? Seperti halnya saat Abu Dzar benar ketika memanggil Bilal; 'Hai anak budak hitam!' Namun dia ditegur Sang Nabi dengan tudingan ke wajah; 'Dirimu masih terdapat jahiliah.' Dan Abu Dzar menyungkur ke tanah, menaburkan pasir ke wajah, serta meminta Bilal menginjak kepalanya yang tentu ditolak oleh Bilal..."

Nora menjelaskan dengan raut wajah sedih. Sementara aku belum paham ke mana arah pembicaraan kami. Ini loading-ku benar ganggu...

"Atau ketika Abdullah bin Umar berkata kepada sang ayah; 'Mengapa bagian Usamah bin Zaid kautetapkan lebih banyak daripada bagian Ananda, padahal kami berjihad bersama di berbagai kesempatan?' dan dijawab oleh Sayyidina Umar dengan senyum sendu; 'Karena, ayah Usamah, Zaid bin Haritsah, lebih dicintai Rasulullah daripada ayahmu.' Sebab mereka mengukur segalanya dari hati yang paling mereka muliakan, yakni hati Nabi Muhammad Shallallahu 'Alayhi Wasallam..." kata Nora. "Jadi, tidak bisakah kita memahami situasi ini dengan melongok sedikit perihal apa yang dirasakan oleh beliau ketika membahas orang-orang yang beliau cinta?"

Wajahku mulai panas. Agaknya aku tahu ke mana arah pembicaraan Nora.

Tidak sepantasnya kita menghakimi perihal di manakah orangtua Nabi ditempatkan Allah. Meski jelas Nabi bersabda bahwa mereka di neraka.

"Kau tahu saat paman Nabi meninggal? Betapa sedihnya beliau hingga Allah memperjalankan beliau ke atas langit. Diberi perintah shalat sebagai hiburan. Apalagi jika kita menyinggung orangtua beliau. Yang beliau sayangi. Tidakkah kita menyayangi orangtua kita sendiri? Lantas bagaimana menurutmu jika lisanmu harus bertenggangrasa dan berkata bahwa orangtuamu di neraka padahal kau sungguh sayang pada mereka?"

Aku menangis. Nora jahat. Aku kan cuma tanya. Kenapa dibuat menangis...

Mengangguk, aku mengiyakan, "Aku paham sekarang, Nora..." kuambil ponsel dan ku-hidepost postingan barusan.

Sungguh, ini permasalahan yang sensitif.

"Aku berharap aku tidak tersesat atas masalah ini," kata Nora lagi. "Sebab sungguh, aku belajar menghadirkan sudut pandang Rasul dalam menyikapi sesuatu agar aku dapat belajar menjadi pribadi yang lebih lembut. Sebab penderitaanku bukan apa-apa dibanding dengan penderitaan yang beliau alami."

Aku kembali mengangguk, "Semoga aku bisa belajar sepertimu..."

"Semoga kita bisa belajar dari adab para sahabat pada Nabi kita nan mulia," Nora tersenyum cerah, dan aku menyeka air mata dengan canggung.

"Aamiin," sahutku.

"Makan lagi dong gorengannya."

"Tenang, nanti juga habis."

Kami tertawa bersama. Aku menghela napas lega, dan prihatin terhadap apa yang terjadi di luar sana. Sibuk bertengkar atas permasalahan ini, ditertawakan oleh kaum kuffar.

Duh.

Astaghfirullaah...

[ ]

[✓] Best FriendsOpowieści tętniące życiem. Odkryj je teraz