"Aku ngapain ke sana, ya?" tanyanya pada kawan-kawannya. Bingung sendiri.

"Luna, please ... jangan pakai kelemotan lo untuk hal kayak gini, dong. Gue kira tadi lo mau ngapain nyamperin Kak Bara. Ya, ampun. Jangan cari mati deh sama, tuh, cowok."

"Oh, aku baru inget! Aku mau marahin tuh cowok! Aku balik ke sana dulu, ya."

"Eh-eh! Jangan! Nanti lo mati di tangan Kak Bara, gimana? Nggak boleh. Kita balik ke kelas ya, Lun? Yuk." Tahan kawan-kawannya yang tidak ingin Luna pergi ke sana lagi.

Luna menggeleng. "Minjem botol minuman kamu." Luna mengambil botol air mineral yang masih berisikan setengah botol dari tangan Andien dan melangkah kembali ke kerumunan dengan berani.

Ia melihat Bara tengah menendang kaki korban sanderanya. Dengan rasa berani yang entah datang dari mana, Luna melempar botol yang masih berisi setengah air itu ke arah sana dan terkena kepala Bara. Tepat sekali.

Aduh, kok kena, sih? Batin Luna panik yang melihat lemparannya malah terkena kepala Bara.

Bara menoleh tajam ke arah Luna. Membuang tongkat kasti itu ke bawah dengan bantingan keras. Kakinya melangkah mendekati Luna lalu mencekik leher cewek itu dengan tangan kanannya tanpa segan-segan.

"Cari mati?!"

Luna merasa sesak, wajahnya sedikit memerah. Tangannya dengan cepat menepuk-nepuk tangan kanan Bara dengan mata terpejam. Bukannya melepas cekikan itu, Bara malah justru makin mengeratkannya.

"Nantang gua, lo?!"

Luna menggeleng cepat, tidak sanggup membuka matanya.

"Bar, udah Bar. Tuh cewek bisa mati beneran, Bar, lo buat." Salah satu teman Bara teriak.

"Dia nantang gua."

"Nggak main asal cekik juga kali. Itu cewek, man, bukan cowok. Gile aje lo."

Bara tidak menoleh ke temannya, ia masih menatap wajah Luna dengan sangar bak seekor singa yang kelaparan. "Cowok cewek di kamus gua itu sama. Dia nantang, gua ladeni."

"Bar, kasian, Bar. Lepasin dulu, elah! Kampret!"

Mau tidak mau, Bara melepaskan cekikannya itu dengan kasar hingga membuat bekas memerah pada leher gadis itu. Luna pun terbatuk-batuk setelahnya.

"Kamu cekik orang nggak kira-kira, ya! Kalo tadi aku beneran mati, gimana? Ada asuransi?!"

"Bodo amat. Muka kayak pantat kuali aja sok jadi pahlawan kesiangan."

Luna terbelalak seketika saat Bara menyamakan wajahnya dengan pantat kuali. "Kamu yang pantat kuali! Aku nggak gosong. Sembarangan. Aku tuh ke sini niatnya baik. Mau nyelamatin korban siksaan kamu!"

"Hak apa lo nyelamatin dia? Emang lo pacarnya? Bukan, kan? Sana pergi! Nggak usah cari masalah sama gua."

"Aku nggak lagi cari masalah dan aku nggak akan pergi sebelum kamu minta maaf ke dia!"

"Bebal, ya!" Hampir saja Bara ingin menonjok wajah gadis itu, untung saja teman-temanya langsung menahan dengan cepat kepalan tinju Bara yang sudah melayang di udara.

"BAR! STOP! DIA CEWEK, BAR!"

"Apa? Mau nonjok mukaku? Sini tonjok, asal ada asuransi. Kalau nggak ada ... jangan."

Bara melihat cewek itu makin sangar. Bukannya takut, cewek itu malah makin menantang. Bara mendengus kasar.

"Gua tandai muka lo di buku hitam gua!"

Dengan amarah, Bara pergi meninggalkan tempat itu tanpa mempedulikan sanderanya yang tengah duduk ketakutan di lantai sana.

Sedangkan Luna hanya melihat punggung kekar Bara yang sudah menjauh sambil bergumam, "Dikira kamu aja apa yang punya buku hitam? Aku juga punya. Diary bersampul hitam di rumah. Ada gambar dora di balik sampulnya."

-B A R A-


Gimana? Gimana? Suka nggak sama cerita ini? 💕💕💕💕💕

Gak kebayang aku si Bara yang galak harus berurusan terus sama cewek lemot kayak Luna. Huahahha.

Jangan lupa votement ya.
Terima kasih semuanya.

See you di bab selanjutnya.

Luna Dealova - Bara Elang Nugroho

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Luna Dealova - Bara Elang Nugroho

BARA [TELAH TERBIT]Where stories live. Discover now