Day 24. Tragedi Nggak Berdarah

Start from the beginning
                                    

“Kak Mias...” Dan juga gugup.

“Pake!” ucapnya lagi. Aku nggak bisa menolak karena takut diperhatikan orang lain. Tanpa pikir panjang lagi aku memakai jaketnya. Ada bau Kak Mias di sana. Perasaanku jadi makin aneh dibuatnya!

***

Flu Kak Mias makin parah. Kemarin kami hanya mengobrol. Kak Mias masih nggak mau pergi, tapi aku melihat wajahnya benar-benar merah. Aku cemas dia makin sakit, karena itulah aku menyuruhnya pulang. Ketika aku menyerahkan jaketnya, dia menggeleng kencang. Dia masih memaksaku memakainya. Sekarang... Kak Mias jadi makin flu.

“Dia flu, Mahi! Makin parah daripada kemaren.” Meis curhat. Dia meneleponku. Aku menelan ludah. Hari ini tanggal merah. Aku nggak tahu kalau Kak Mias akan makin sakit gara-gara kemarin itu.

Aku jadi merasa makin bersalah karenanya. Karena itulah... aku memutuskan untuk menjenguk cowok itu. Aku datang berkunjung ke rumah Kak Mias. Ketika aku mengatakan akan menjenguk Kak Mias, Mama membelikan parcel buah-buahan untuk kubawa serta.

Aku datang dan Meis langsung menyambutku. Dia menarikku masuk, mengambil parcel buah di tanganku, lalu mendorongku ke kamar Kak Mias. “Sejak kemaren dia nggak mau makan. Hobinya nyengir dan juga senyum-senyum sendiri. Makanya, kamu jagain kakakku dulu, ya! Aku mau bikin jus apel!”

Meis begitu kurang ajar karena kabur dan mengabaikanku di kamar Kak Mias. Ini kali pertama aku berkunjung ke kamar Kak Mias. Kamarnya sederhana sekali. Aku nggak tahu kalau Kak Mias bisa jadi seperti ini. Dia masih terpejam.

“Kak Mias...” panggilku pelan. Kak Mias masih nggak bereaksi. Meis sempat mengatakan kalau kakaknya baru saja minum obat flu yang menyebabkan kantuk, jadi dia pasti tidur sekarang. Aku melangkah ke arahnya. Wajah Kak Mias terlihat ganteng ketika tertidur begini. Damai dan juga seperti nggak punya dosa.

Jemariku bergerak. Aku ingin menyentuh dahinya. Siapa tahu saja dia demam, sebab wajahnya merah begitu! Sayangnya ketika jemariku sudah hampir sampai di dahinya, Kak Mias menarik lenganku tanpa sadar, masih dengan mata terpejam. Bibirku jatuh menghantam bibirnya. Aku melotot. Kak Mias spontan membuka matanya. Mungkin tadi dia mimpi, atau dia sengaja mengerjaiku!

Tapi kenapa harus ada tragedi seperti ini?!

Aku melepaskan diri dengan paksa, dengan wajah merah padam karena malu. Kak Mias mengerjap beberapa kali, lalu dia beranjak bangkit dari tidurnya.

“Mahi...” bisiknya.

“Itu... Kak... itu... aku nggak sengaja... aku nggak tahu kalau Kakak... itu... jadi aku jatuh dan bibir kita... bibir kita...” Aku gugup.

Kak Mias menyentuh bibirnya sendiri.

“Maaf...” katanya.

Aku sudah memaafkannya kalau memang nggak sengaja. Tapi aku juga bisa malu dan butuh waktu untuk menganggapnya biasa dan kecelakaan semata. Kak Mias menghela napas berat. Dia menatapku serius. Aku gugup, menunduk, memalingkan wajahku, dan juga bersiap kabur.

Aku nggak bisa ada di atmosfer seperti ini!

Aku mencoba untuk membuka mulut, tapi Kak Mias masih saja bertingkah menyebalkan. Dia masih memperhatikanku, menatapku dengan sorot tajamnya yang melelehkan gunung es yang tertabrak kapal Titanic itu!

“Maaf karena aku melakukan itu, Mahi! Aku tadi mimpi kamu datang, dan kamu buru-buru pergi di mimpiku. Karena itulah... aku mencoba menahan kepergian kamu dan narik tangan kamu. Ternyata... kamu datang beneran. Aku nggak tahu itu!” Kak Mias menjelaskan panjang lebar. Aku menelan ludah.

“Tadi aku nggak bermaksud buat bikin yang aneh-aneh, kok! Aku cuma... cuma... mau ngecek kondisi dahi Kak Mias. Aku takut Kak Mias demam karena wajah Kakak merah banget...” Aku menunduk malu.

“Maaf... karena aku udah nyium kamu. Aku nggak sengaja tadi, Mahi! Tapi... aku nggak pernah nyesel.”

Petir siang bolong mencoba menyambarku sekarang!

“Tadi emang nggak sengaja, tapi... aku bisa bikin yang sengaja suatu hari nanti!” katanya. Ucapannya membuatku bingung, tapi juga sakit hati.

Apa semudah itu? Dia bicara seolah-olah nggak ada hal yang bisa dia ungkapkan lagi. Dia bicara gitu seolah-olah aku nggak pernah ada masalah dengannya. Lain kali mau disengaja? Memangnya aku cowok apaan? Aku cowok! Dan aneh kalau cowok dan cowok ciuman! Aku kira yang seperti itu hanya ada di cerita atau di film, tapi ternyata ada yang sungguhan begini?! Kak Mias berhasil menyentuh hatiku dengan sudut tersinggung yang nggak akan bisa kumaafkan lagi!

Aku berdiri. Hatiku sakit. Kak Mias memperlakukanku seolah-olah aku ini sesuatu yang bisa diperlakukan seenaknya! Tanpa pamit, aku pulang. Meis masih di dapur. Suara juicer terdengar dari sana. Aku nggak peduli. Aku telanjur salah paham dan juga sakit hati dengan ucapan Kak Mias tadi!

Bahkan ketika Kak Mias meneleponku berkali-kali, aku nggak mengangkatnya! Aku sudah telanjur muak dengan tingkahnya!

TBC

30 Days Make Me Feel Your LoveWhere stories live. Discover now