Day 24. Tragedi Nggak Berdarah

12.3K 2.1K 352
                                    

Gokilnya, aku datang! Kak Mias mengajakku bertemu dengan nada yang sangat santai seolah-olah kami teman dekat yang sudah biasa main bareng. Aku nggak ada niatan untuk menolaknya karena aku memang ingin datang. Selain itu, menolak juga akan menyebabkan masalah. Kak Mias berencana menjemputku, tapi aku nggak mau. Aku nekad membawa motor, meski harus melewati jalan tikus agar nggak kena tilang Om Polisi.

Lebih gokilnya lagi, aku malah berdandan. Dandan ala cowok dengan memikirkan baju apa yang ingin kupakai, gaya rambut, bahkan parfum. Aku rela mampir ke kamar Mama hanya untuk minta parfum mahal milik Papa. Mamaku belum pulang. Katanya tadi ada urusan dengan teman-teman lama. Hidup mamaku mungkin untuk temannya. Mari jelas ikut Mama.

Aku sudah berdandan rapi, dengan kemeja yang kulipat hingga siku. Aku nggak memikirkan jaket yang biasa kupakai karena ingin tampil rapi tanpa kusut. Rambut kutata sedemikian rupa agar terlihat lebih fresh. Wajahku lumayan juga! Aku berkali-kali mematut wajahku di depan cermin dan berdecak. Ada saja bagian yang membuatku nggak puas.

Seperti pipiku misalnya!

Nggak ada yang bisa membuatnya jadi lebih tirus apa, ya? Atau mataku yang agak belo-belo sipit mirip kucing ini. Aku benci bagian feminin dalam diriku. Aku ingin tampil ganteng seperti Kak Mias! Ah, kenapa Kak Mias lagi?

Aku datang ke sebuah cafe yang Kak Mias katakan. Awalnya kupikir aku datang lebih dulu, tapi ternyata di sana sudah ada Kak Mias. Aku melangkah cepat ke arahnya. Beberapa orang memperhatikanku. Mungkin ada yang aneh denganku!

Kak Mias sudah duduk manis di salah satu kursi. Ketika melihatku datang, dia mendongak dan melambai. Aku menelan ludah. Dia nggak berpenampilan keren seperti biasa. Dia memakai jaket, dengan masker dan juga topi hangat. Apa aku yang salah kostum, ya?

Begitu aku memperhatikan sekelilingku, mereka semua berpenampilan lebih keren dariku. Jadi, aku nggak salah kostum!

“Udah lama, Kak?” tanyaku basa-basi. Kak Mias menggeleng pelan.

“Kamu naik apa?”

“Bawa motor.”

“Punya SIM?”

Aku menggeleng. “Lewat jalan tikus, Kak!”

Kak Mias memperhatikanku dari ujung kaki sampai ujung kepala. Dia menggeleng pelan. Aku mulai curiga. Sepertinya aku memang punya kesalahan di penampilan sekarang! Aku memakai kemeja keren yang sering kulihat di majalah-majalan itu, lho! Apa aku terlalu aneh memakainya? Khayalanku untuk jadi sekeren itu mungkin nggak kesampaian!

“Ada yang salah, ya, Kak?” tanyaku pelan. Kak Mias mengangguk cepat.

“Sangat salah!” jawabnya tegas. Aku menunduk, memperhatikan penampilanku sekali lagi. Nggak ada yang memalukan, semuanya wajar. Di mataku.

“Baju kamu! Salah!”

Sekarang aku ingin mendengar versi lengkapnya. “Aku terlihat menggelikan pake baju ini, ya?”

Kak Mias mengangguk. Aku sudah berusaha untuk berdandan agar terlihat ganteng, tapi malah dijatuhkan dengan pendapatnya yang maha kejam itu!

“Sangat menggelikan!”

“Sebelah mana?”

“Kamu... udah tahu kalau lagi sakit, kenapa pake baju kayak gini? Kamu juga naik motor! Kenapa nggak pake jaket?!” Dia menatapku galak. Aku mengkerut karena nyalikut ciut mendadak.

Pantas saja dia datang dengan jaket tebal dan juga topi hangat begitu. Tapi kan aku nggak lebih parah darinya, jadi aku masih bisa dandan, dong!

Kak Mias melepaskan jaketnya. Dia menggunakan kaos lengan panjang di baliknya. Setelah itu, dia menyerahkan jaketnya padaku. Aku melotot, melongo nggak paham.

30 Days Make Me Feel Your LoveWhere stories live. Discover now