Hilang

853 44 0
                                    








Dua minggu sudah aku tak mendengar kabar darinya. Ponselnya tak pernah aktif saat kuhubungi. Aku tak tau dia dimana, disekolah, bahkan dirumahnya pun ia tak ada. Seperti tak berpenghuni rumah itu kosong. Saat kutanya kepada satpam. Ia seolah menyembunyikan sesuatu yang aku tak tau apa itu.

Aku menjauhi semuanya, sahabatku pun bingung dengan sikapku. Mereka bertanya apa yang terjadi, namun aku mengatakan bahwa aku baik-baik saja. Pagi ini aku sudah berada dikelas dengan mengisi waktu luang dengan menulis, aku menyukai kegiatan itu.

Via datang bersama dengan pacarnya Alvin. Via menyapaku dan aku hanya membalas senyum sebisaku. Via menghela nafas panjang dan dia duduk dibangku didepanku. Aku sengaja menjauhi mereka karena aku tak ingin mereka terlibat masalahku. Aku kembali menulis dan kini Shilla pula yang datang bersama Cakka. Shilla duduk disebelah Via sedangkan Cakka dan Alvin kembali kekelasnya karena kami berbeda kelas.

Pelajaran dimulai dan aku mulai memperhatikannya dengan seksama, bagaimanapun aku tak mau melepas predikat juara umumku untuk masalah seperti ini. Aku terus memperhatikan guru sampai ada wali kelasku masuk dengan seseorang sepertinya, tapi aku tak memperhatikannya. Aku terus mengerjakan tugas yang diberikan guru tadi kepadaku.

“Anak-anak tolong perhatikan, ini ada murid baru pindahan dari Aussie. Silahkan perkenalkan dirimu” perintah wali kelasku kepada murid tersebut, tapi aku tak peduli aku terus saja mengerjakan tugasku.

“nama saya Alexander Ferdon atau kalian bisa memanggil saya dengan nama Alex” aku mendengar murid baru itu memperkenalkan dirinya membuat para siswi heboh tak terkecuali Via dan Shilla namun aku masih tak peduli.

“oke Alex baiklah kamu bisa duduk disebelah Ify. Dia sedang menulis” ujar wali kelasku, aku mendengar derap langkah menuju kesebelah mejaku. Tapi aku tetap tak peduli. Bunyi kursi berderit menandakan bahwa anak baru itu duduk disebelahku.

“hey gue Alex” kulihat ia mengulurkan tangannya padaku, aku tak menoleh dan menjawab “gue tau, tadi udah denger”.

“nama lo Ify?” tanyanya lagi sepertinya berusaha mencari perhatianku. “lo tau kenapa nanya. Udahlah gak usah basa-basi gue sibuk” aku menutup pembicaraanku padanya dan kembali fokus pada buku.

***

Bel pulang sekolah berbunyi, aku masih berada dibangku ku. Aku masih mencoba menghubunginya –Rio- pacarku yang sudah 6 bulan ini. Aku meng smsnya entah sudah yang keberapa kali.

To :  Rio
Kamu tau, tadi ada murid baru. Dan dia duduk disebelahku.

Pesan itu terkirim namun tak ada balasan.

To : Rio
Kamu nggak cemburu Yo? Dia seorang pria loh

Sama seperti sebelumnya tak ada balasan.

To : Rio
Aku kangen kamu Yo.

Akhirnya air mataku yang selama ini kutahan tak dapat lagi dibendung, mengalir dengan derasnya membuat dadaku sesak. Sakit sekali rasanya. Aku tak tau bagaimana keadaannya, sehatkah dia, atau sakit.

***

Aku melihatnya lagi dan lagi, dia menangis setelah memainkan ponselnya. Aku tak tega mengatakan yang sebenarnya aku tak mau melihat sahabatku menangis. Aku melihat kearah Alvin yang juga melihatku.

“Vin kamu tega ngelihat Ify kayak gitu terus?” tanyaku padanya. Aku melihatnya menghembuskan nafas panjang.

“tapi kamu tau kan aku udah janji sama Rio”

“Vin please” aku mengatupkan kedua tanganku memohon padanya. Aku melihat kearah Shilla dan juga Cakka yang juga mengangguk. Kami pun menemui Ify yang langsung mengusap air matanya dan tersenyum seolah tak terjadi apa-apa.

***

Aku mengusap air mataku dan berusaha tersenyum melihat kehadiran Via-Alvin dan Cakka serta Shilla. “ada apa?” tanyaku sebiasa mungkin.

“lo mau ketemu Rio?” tanya Alvin balik.

Aku langsung menatapnya yang menyebut nama Rio. Tentu saja dengan antusias aku mengangguk. Dengan senyum berbinar aku menatap Alvin “emangnya Rio dimana Vin? Kenapa dia nggak sekolah? Apa yang sebenarnya terjadi?”

Kulihat, Alvin hanya menghela nafas dan tersenyum sendu. Ah mungkin hanya perasaanku saja.

“lo akan tau nanti Fy” balas Alvin kemudian mereka berempat berlalu, kembali meninggalkanku sendiri.

***

Pulang sekolah, Via, Shilla, Alvin dan Cakka akhirnya mengajakku untuk bertemu dengan Rio. Pria yang sangat amat aku rindukan. Aku bertanya pada diriku sendiri, ada apa ini sebenarnya. Kenapa mereka seolah tahu dimana Rio tanpa memberitahuku.

Aku menatap Via dan Shilla bergantian, mencoba meminta penjelasan “ada apa ini sebenarnya?” tanyaku namun tak ada satupun dari mereka yang menjawabku.

“Fy, sebenarnya” aku melihat gelagat Alvin yang aneh, pria itu terus saja menggerakkan kakinya gelisah.

“jujur aja, apa yang kalian sembunyikan?” aku makin penasaran dengan apa yang terjadi. Apa yang Rio ku alami sebenarnya.

Kulihat Alvin menggeleng tak jadi berbicara. Aku sebisa mungkin menahan tangisku, karena entah kenapa, feeling ku mengatakan ada hal buruk yang akan terjadi.

***

Mereka membawaku ketempat ini, sunyi, sepi dan sangat membuatku tak nyaman. Aku menatap pria yang berbaring dengan berbagai macam peralatan yang menempel ditubuhnya. Menunjangnya agar tetap bisa hidup.

Dia, Rio ku, pria yang menghilang selama ini sekarang berada tepat dihadapanku. Dengan mata yang terpejam dan tubuh yang makin kurus dan ringkih. Tak dapat kutahan lagi, air mataku turun begitu saja melihatnya.

Aku menatap keempat temannku untuk meminta penjelasan. Via sedang berusaha menenangkan ku, Shilla ikut menangis, Cakka memejamkan matanya kalut, satu-satunya yang masih dalam keadaan tenang adalah Alvin.

Pria sipit itu menatapku “dia...kecelakaan. gue...diminta buat gak ngasih tau lo Fy, dia gak mau lo sedih kayak sekarang”

Hatiku pilu mendengarnya, aku mendekat kearah Rio dan menggenggam tangannya erat. Aku mencium tangan itu.

“kenapa kamu kayak gini Yo?” aku kembali menangisinya. Aku merasa tak berguna menjadi seorang yang mendampinginya.

***

Hampir satu minggu, setiap pulang sekolah aku selalu menggunjungi Rio, membawakannya bunga, dan mengajaknya berbicara walaupun ia tak meresponku.

Aku selalu berdo’a yang terbaik untuknya. Aku ingin dia kembali bersamaku, memelukku, membuatku tertawa, dan semua hal manis yang biasa ia lakukan kepadaku.

Aku merindukan, sangat amat merindukan sosok Rio ku.

“apa kamu capek Yo?”

“kamu udah nyerah?”

“aku...ikhlasin kamu Yo”

***

Ia akhirnya pergi meninggalkan kami, ia meninggalkanku, aku mengikhlaskannya, aku merelakannya agar ia tak merasakan sakit lagi. Dan jangan lupakan bahwa aku sangat mencintainya.

Pria itu, aku melihatnya tersenyum padaku. Dia, cinta pertamaku, dan sekarang, dia telah pergi dengan tenang untuk menghilang.






FIN

udah lama sih aku ngetik ini. Tapi baru inget dan baru aku post. Maaf ya kalo gaje.

Kumpulan Cerpen Rify [✔️]Where stories live. Discover now