i.l.m.c.b-14

13.6K 1.4K 73
                                    

Hubungan Dion dan Raka gak baik-baik aja setelah kejadian  2 minggu yang lalu. Gak ada lagi Raka yang teriakin Dion. Atau Dion yang godain Raka. Sekarang ini, mereka saling menghindar. Jangankan tegur sapa, saling melirik pun mereka sembunyi-sembunyi.

Waktu itu, setelah Dion mengakui perasaannya ke Raka, saat itu juga Raka ninggalin dia. Dion sempet frustasi. Se-fatal itukah dampak dari menyatakan perasaannya ?

Seharusnya Dion gak usah ngakuin perasaannya ke Raka aja. Bilang kalau dia gak suka sama Raka. Pasti sekarang dia masih bisa godain Raka seperti biasa.

Harusnya Raka juga gak perlu nanya ke Dion soal itu, seolah Raka ngasih kesempatan Dion buat nyatain perasaanya, tapi sekarang malah Raka jauhin kaya gini.

Rumit.

Dan saat ini, mereka ada di kelas, hanya berdua. Berhubung ini jam istirahat, jarang ada yang mau melakukan aktivitas di dalam kelas, kecuali Dion dan Raka tentunya. Mereka sudah terbiasa menikmati jam istirahat di kelas.  Raka gak hobi ke kantin, dia lebih suka mengerjakan tugasnya kalau istirahat, dia juga selalu bawa roti atau bekal untuk mengisi perutnya kalau lapar. Sedangkan Dion udah punya kotak bekalanya, jadi gak perlu repot-repot pergi ke kantin buat antri.

Masalahnya satu. Mereka sama-sama canggung. Dan suasana ini sudah berlangsung selama 2 minggu juga.

Dion hanya bisa sekali-sekali melirik Raka di sampingnya. Kadang Raka pun juga kedapatan sedang melirik Dion. Ah sial! Dion gak tahan diem-dieman gini terus. Dia kangen Rakanya. Kangen dimarahin, dibentak, atau digeplak pake buku fisikanya yang bisa bikin geger otak itu.

Hari ini Dion harus omongin semuanya. Masalahnya harus selesai secepatnya. Harus.

"Beb err--Raka?" Dion sampai keringat dingin hanya untuk menyebut nama Raka.

Raka berdecih pelan, dia benar-benar tak ingin bicara dengan Dion.

"Hmm ?"

"Bisa bicara ?"

Raka memejamkan matanya sejenak berusaha menutupi kegugupannya. Ia lalu menoleh ke samping untuk melihat Dion

"Bisa" singkatnya.

Dion menatap ke depan papan tulis sambil menyenderkan tubuhnya di kursi "Gue salah apa sih Rak ?"

"Sa-salah? Ap-a?" Sekarang Raka yang gantian gugup.

"Dion--" Raka menatap Dion takut-takut "--kenapa lo ngehindarin gue gini, Rak ?" potong Dion kemudian mengubah posisinya menjadi menghadap Raka.

Raka bungkam. Ia benar-benar tidak tau harus menjawab apa. Selama ini yang bisa dilakukannya hanya menghindari Dion. Hatinya masih bimbang. Otaknya masih belum paham.
Oh ayolah! Tak bisakah waktu kembali ke keheningan 5 menit lalu agar Raka tak perlu pusing memikirkan jawaban Dion?

"Gue bingung Yon" Raka menunduk.

"Yang seharusnya bingung disini gue, Rak" Dion sebenarnya sudah ingin menangis sejak tadi, tapi mau ditaroh dimana mukanya nangis di depan gebetan ? Gak gentle.

Dion mengambil nafas, lalu dihembuskannya lagi dengan suara keras "Gue tau gue gak seperfect Novian. Dia Pinter, ganteng, kaya, hits. 'Njir, dia idaman banget" senyum kesal terlihat di bibirnya.

"Gue gak iri sama apa yang Novian punya. Kecuali satu Rak..." Dion menatap Raka "..
Dia punya tempat special di hati lo."

"Maafin gue"

"Ah...tiga tahun. Gue ngejar lo tiga tahun, dan lo malah asik ngejar Novian yang gak pernah peka sama lo sekalipun"

Benar. Dion benar.

I Love My Cute Bastard ✔Where stories live. Discover now