Airport

115 1 0
                                    

Ketika hari Kamis 29 Juni ini berangkat ke Jakarta, saya teringat saat sehari yang lalu bahwa ada peristiwa yang mengharukan sekaligus membuat saya sedih untuk mengenangnya yaitu Tragedi Mandor. Setelah saya sampai di Airport, beberapa hal yang baru sudah tekemas di dalamnya, bahkan harus berjalan sekitar 50 meter lagi untuk mencapai tempat keberangkatan. Ini mengingatkan saya tentang Fiqih yang sebenarnya sifatnya dinamis dan selaras dengan perkembangan zaman, bangunan sudah menjadi lebih baik dari biasanya dan kualitas pun standar untuk bandara Internasional. Banyak yang mengira bahwa bangunan Airport hanya begitu-begitu saja tanpa ada perubahan, bahkan diluar perkiraan saya dengan dihiasi dengan lukisan-lukisan yang enak dipandang seperti Tugu Khatulistiwa, Budaya Melayu dan beberapa gambar lainnya. Hal ini menjelaskan bahwa sebenarnya kehidupan ini pada dasarnya dinamis. Tetapi yang membuat kehidupan ini menjadi statis terkadang itu dari manusianya sendiri, saya teringat ayat Alquran yang berbunyi "Allah tidak akan mengubah suatu kaum sebelum kaum tersebut merubah dirinya sendiri"

Saya selalu memperhatikan tiap-tiap di dalam airport bahkan banyak hal yang baru saat itu juga, yaitu ada penambahan tempat makan seperti Bakso, Excelso, AW dan beberapa lainnya. Ini menunjukkan bahwa semakin tinggi peradaban manusia semakin tinggi juga Ilmu Pengetahuan dan Teknologinya. Makanya tokoh-tokoh seperti Ibnu Syina, Ibnu Rusyd, Ar-Razi, Ibnu Firnas dan juga beberapa tokoh lainnya merupakan intelektual muslim saat itu yang sangat berkontribusi dalam dunia Islam, makanya tidak heran peradaban yang lalu rata-rata telah menjadi tolak ukur untuk kemajuan negara Barat, sebut saja Andalusia, di masa kegelapan, daratan Spanyol merupakan tanah yang tidak terawat, setelah Daulah Islam Dinasti Umayyah Damaskus yang saat itu telah hancur ditangan Abbasiyah, oleh Abdurrahman bin Mu'awiyah dijadikan sebagai tanah yang subur bahkan Madrid dan Barcelona yang dulunya tandus menjadi subur karena saat itu dinasti Islam yang merawatnya. Makanan disana juga lumayan mahal, bahkan Coca Cola yang biasanya harga 5 ribu langsung melonjak ke harga 18 ribu dan pastinya naik 260% , dan saya juga teringat dengan perkataan teman saya

"Memang iya kalau Surga itu dapat dibayar dengan cara berdo'a saja tanpa ada usaha yang benar, padahal Surga itu lebih mahal ketimbang iPhone diamond yang harga per unitnya mencapai 1 miliar rupiah, dan pasti kita harus membayar untuk masuk ke Surga paling tidak cara membayarnya dengan Taat dan Patuh perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya, ada cara pintas untuk pergi ke Surga tanpa bayar, tetapi hanya Allah dan Rasul-Nya yang tahu sedangkan kita hanya diberitahu sekecil ilmunya saja"

Mendengar kata-kata yangterakhir kali itu saya teringat dengan Alquran yang berbunyi, Apabila ada yangbertanya tentang ruh, maka katakankah bahwa ruh itu adalah urusan Tuhanmu dankamu tidak diberikan pengetahuan melainkan hanya sedikit.Ini dimaksudkan sebenarnya kita tidak pernah tahu soal ruh, soal masuk Surgaataupun masuk Neraka akan tetapi merupakan hak preogratif Tuhan untukmenentukan bahwa kita pantas masuk Surga atau Neraka. Kembali lagi padaairport, bahwasanya kita ini sudah hidup pada zaman yang plural akan sosial,bahkan kehidupan yang sekarang ini sudah tidak bisa dihindari lagi, darisosial, budaya, humaniora dan lain-lain. Kita lihat bangunan di airport terasaseperti di luar negeri dengan teknologi yang hebat, tetapi setelah kita lihatbaik-baik ada juga yang mengandung unsur kebudayaan yang kental di sekitar sepertisaja kebudayaan Melayu yang bisa dilihat dari gambar di ruang tunggukeberangkatan, ini menunjukkan bahwa kebudayaan sudah menjadi karakter yangtidak bisa dilepas karena ia bersifat semi perenial, walaupun kebanyakan sudahfuturistik.[]


QS Ar Rad 11

QS Al Isra' 85

Essay Of Life (Kumpulan Esai)Where stories live. Discover now