Kemudian untuk pemeran seorang putri, mengapa Shena yang dipilih karena anak itu juga memiliki karismanya tersendiri. Begitu ia melakukan satu adegan, penjiwaan Shena sudah cukup baik untuk se-usianya. Iya juga lumayan cepat dalam menghafal naskah.

Juri juga menilai kemistri yang dimiliki oleh Shena jika dipadukan dengan Angga. Apalagi, keduanya memang sudah mengenal satu sama lain sejak lama.

Jadi, di sinilah mereka.

"Persiapan untuk pementasan drama akan dilaksanakan beberapa saat lagi yaa anak-anak. Ingat, jangan malu-malu. Tunjukkan pada orang tua kalian agar mereka bangga." Bu Nova memasuki ruangan dan memberikan kata-kata penyemangatnya. "Oh ya, Angga dan Shena, tidak perlu gugup. Bayangkan saja kalian sedang latihan. Keluarkan semua emosinya nanti di atas panggung ya?"

Angga mengangguk, diikuti oleh Shena. "Baik Ibu."

Keduapuluh siswa itu akhirnya dituntun untuk memasuki area belakang panggung. Mereka diatur dalam posisi masing-masing sebelum nanti tirai pemisah berwarna merah akan terbuka dan menampilkan semuanya di hadapan penonton, yakni para guru, staff, wali murid, dan teman-teman sekelas.

Azka menghampiri Shena yang berada di hadapannya, "Shena! Nanti pas adegan kamu pingsan, tunggu isyarat dari aku ya. Nanti aku ngedip 3 kali, baru deh kamu langsung jatuh pingsan aja."

Seakan mengerti apa yang diucapkan oleh kakak kandungnya itu, Shena setuju. "Oke, nanti pelan-pelan ya pas adegan itu. Soalnya takut mahkotanya jatuh."

"Oke siap. Nanti pas adegan yang Angga berkuda itu, kamu jangan noleh ke Shena loh, Ga. Pokoknya liat fokus ke depan aja, oke?"

Giliran Angga yang mengangguk, "Iya, kak."

Acara pun dimulai dan mereka mulai memainkan peran masing-masing. Sebagai karakter utama, Shena dan Angga tentu ada di sepanjang jalan cerita. Penampilan inipun menjadi salah satu penampilan dengan antusias paling besar.

Semua pasang mata yang memandang memberikan banyak tepuk tangan dan apresiasi pada mereka. Tak terkecuali kedua orang tua Angga dan Shena.

Mereka duduk di satu baris yang sama.

"Pa, lihat, Shena cantik sekali! Azka jago banget aktingnya!" Ujar Mama, ketika Shena tengah melakoni peran.

20 menit berlalu dan penampilan spektakuler itupun usai. Sorakan penonton menghiasi ruangan begitu satu per satu dari mereka meninggalkan panggung. Pembawa Acara mengatakan bahwa para orang tua bisa menemui anak mereka ketika acara sudah selesai.

Angga dan Shena tengah duduk di ruang fitting, mereka menunggu makanan dan minuman yang memang menjadi jatah mereka semua yang sudah tampil. Sebuah kursi hijau di depan Angga kosong, anak itu menggunakannya sebagai tumpuan kaki.

Sangat melelahkan. Tetapi disaat yang bersamaan juga mengasyikkan.

"Cena, tadi waktu adegan kamu meninggal, kamu tidur beneran ya?" tanya Angga. Ia mengingat kembali beberapa menit yang lalu, dalam penghujung penampilannya begitu Shena diceritakan pingsan, perempuan itu sempat lupa mengucapkan salah satu dialognya sehingga harus diberi kode oleh Angga.

Shena menggeleng, "Nggak ya, itu aku cuma hampir lupa aja, gak tidur beneran!"

"Ooh, masa?" Angga menggoda sahabatnya.

"Iya! Yang ada kamu tuh Angga, tadi kamu nangis beneran ya, pas aku ada di dalem peti?" kini giliran Shena bertanya penuh selidik.

Pasalnya, Shena ingat ketika ia menutup mata, anak itu bisa merasakan ada buliran air jatuh di pipi dan bahunya. Hal itu terjadi ketika mereka memerankan adegan Angga memberikan bunga mawar sebagai persembahan terakhir untuk Shena.

Mendengar hal itu, Angga dengan bersikukuh mengatakan tidak. "Mana mungkin, jangan mimpi kamu."

"Beneran, tadi air mata kamu jatuh kok."

"Mimpi."

Shena menyerah. Tidak ada gunanya berdebat dengan Angga. "Ya udah deh iya. Tapi Angga, jawab jujur dong hari ini aku cantik kan?"

Perempuan itu beranjak dari kursinya. Ia menari-nari kecil di hadapan Angga, bermaksud memperlihatkan gaunnya yang indah itu. Sudah puluhan kali Shena mengatakan bahwa ia sangat menyukai gaunnya hari ini. Apalagi, gaun ini berwarna merah muda.

"Cantik, nggak?" Ia mengulangi pertanyaannya sendiri karena Angga diam saja membisu. Tetapi, jelas sekali mata sahabatnya terdiam memandanginya yang asyik berdansa.

"Iya."

"Iya apa?"

"Iya, cantik."

***

[Picts from Pin

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

[Picts from Pin. All rights reserved]

I Am PlutoWhere stories live. Discover now