Chapter 22

12 7 12
                                    

Chapter 22

12 September 2022

Hari Senin.

Shenina Taslim tengah bersiap-siap mengenakan kemeja biru langit yang cantik dipadukan dengan celana hitam panjang yang pas di tubuhnya. Ia mengenakan sedikit riasan, menyisir rambut gelombangnya, dan bersiap mengemudikan mobil putih ke arah kantor. Pagi ini, langit kelabu, tak ada secercah warna biru terang yang menghiasi Jakarta. Seakan, sebentar lagi, langit akan memuntahkan semua isi kepedihannya pada bumi.

Sepanjang perjalanan, Shena menghidupkan radio dan mendengarkan berita apa saja yang dapat menemani dirinya. Penyiar radio itu menghubungkan langit kelabu dengan planet-planet di tata surya. Apakah kehidupan di planet lain juga sedingin kehidupan kita di Jakarta seperti hari ini?

Lampu merah, dan mobil putih yang dikendarai Shena perlahan berhenti. Waduh, bisa saja. Ada banyak planet di luar sana. Kira-kira, hari ini di Mars apa kabar ya? Seru suara lain di radio itu.

Shena tersenyum mendengarnya. Mungkin saja di Saturnus sekarang cuacanya cerah, diselimuti awan-awan putih dan terasa hangat?

Lampu hijau. Mobil itu akhirnya kembali melaju.

Suara si penyiar kembali terdengar. Nah, gimana nasib planet-planet yang letaknya sangat jauh dari matahari? Pasti di sana tidak ada awan cerah, tidak ada bintang yang menyinari, hanya kegelapan, begitu terbelakang. Contohnya Pluto yang katanya nih, baru-baru ini sudah tidak dianggap sebagai planet lagi loh. Mungkin hari ini, di Pluto, sama-sama kelabunya seperti Jakarta. Kalau gitu, yuk langsung saja kita dengarkan lagu berjudul 'Awan Kelabu' yang lagi hits hari ini!

Suara penyiar tak lagi terdengar karena kini, Shena sudah sampai. Gadis itu lantas membawa tasnya menaiki lift yang akan membawanya ke tempat kerjanya.

"Bu Shena, selamat pagi," dia Isabel, salah satu pegawai kantor yang sangat ramah.

Shena kemudian tersenyum sembari membalas, "Pagi, Isabel."

"Ibu Shena nih, pagi-pagi sudah disapa secret admirer aja."

Langkah Shena terhenti, "Pengagum rahasia gimana?"

Isabel terkekeh, "Itu Bu, di meja Bu Shena ada bunga mawar besaaaaar sekali! Ada suratnya juga warna pink. Cieee Bu Shena ternyata sudah ada yang punya, ya?" Gadis itu semakin menggoda jika Shena tak lekas berkata bahwa ia tak mengenal siapapun dan langsung beranjak ke ruang kerjanya.

Benar saja. Buket berwarna pink dengan bunga mawar merah dan sepucuk surat.

Pagi, Princess, semangat kerjanya ya! Boleh, aku ketemu kamu di tempat biasa? I miss you.

Shena tak lagi peduli pada wanginya mawar yang menghiasi meja kerjanya, ia juga tak peduli pada teriakan Isabel yang mengatakan bahwa bos mereka akan segera sampai dan rapat akan dimulai. Shena tak lagi mendengarkan karena kini, ia hanya terfokus pada sepucuk surat yang tiba-tiba muncul di sana. Karena Shena tahu siapa pengirimnya. Tulisan tangan acak itu tidak semudah itu bisa ia lupakan.

Mobil itu melaju dengan kencangnya hingga siapapun akan mengira ada sebuah cahaya atau kekuatan super yang menerbangkannya. Padahal, hanya seorang gadis dengan jantung berdegup kencang dan hati yang sudah tak karuan. Empat puluh tiga menit akhirnya ia sampai di sana. Awal semuanya bermula. Taman air mancur yang dulunya adalah sebuah pekarangan taman bermain anak-anak di komplek perumahan lamanya. Sebuah taman di mana ia dan sahabat kecilnya sering bermain menghabiskan waktu ditemani es krim rasa strawberry.

Shena menepikan mobilnya, dan berjalan hampir berlari ke arah air mancur tersebut. Di mana Erlangga Nicholas Saputra dengan kaos santainya tengah menunggu.

Napas Shena tertahan dan ia tercekat kala menatap wajah itu. Wajah yang sama seperti saat malam ia menjemputnya di Surabaya. Angga sangat kurus, meski badannya masih besar tinggi menjulang. Mukanya sangat tirus, matanya memerah dan semakin menghitam kantung matanya. Rambutnya memanjang, seperti lama tak bertemu dengan sisir atau gunting. Tubuh itu terlihat tak sehat, terlihat sangat lelah menanggung beban yang amat berat.

Shena terdiam, tak berani mendekat. Lalu, sepasang tangan yang dulunya menggenggam dengan erat kini menyentuhnya, dengan pelan, namun rasanya berbeda.

Hal yang sama sekali tak berubah adalah senyum Angga.

"Hai," sapanya dengan suara parau seperti seseorang yang habis menangis.

Shena tak menjawab, karena kini ia sibuk mendekap. Gadis itu menhambur pada pelukan hangat Angga yang masih tak berubah sejak lama. Ternyata benar ya, cinta itu buta.

"Shena... maaf."

***

Keduanya kini duduk di salah satu kafe di Jalan Merdeka yang baru saja dibuka. Angga memesan jus melon dan Shena masih dengan kopi panas, temannya selama beberapa bulan ini. Mereka masih sama-sama diam. Shena yang memandang Angga dengan seribu pertanyaan tertahan dan kekecewaan yang semakin membuncah, serta Angga yang menatap Shena dengan tulus dan sebegitu ia menyesalnya, namun Angga senang karena Shena sangat sehat, rambutnya halus bergelombang, tangannya halus cantik, wajahnya dirias tipis, sorot matanya masih sama, dan Shena kini berhasil menggapai mimpinya.

Pramusaji mengantarkan pesanan dan kembali membiarkan keduanya larut dalam diam.

Hingga Angga berani bertanya, sembari menatap Shena dengan lembut. "Hai, apa kabar?"

"Baik."

Angga mendesah, "Maaf."

"Buat apa?"

Minuman itu tak lagi menarik. "Shena, aku mau minta maaf. Aku bukan Erlangga Nicholas Saputra yang sama seperti dua puluh tahun terakhir. Aku bukan lagi Angga yang kemana-mana selalu sama kamu, menjaga kamu, jadi sahabat kamu, dan kekasihmu. Aku... bukan dia."

Shena melirik, masih diam dan dengan ekspresi yang Angga tak mengerti. "Nama kamu masih Angga."

"Kamu tahu bukan itu maksud aku."

"Ya, lalu?"

"Oke, pertama-tama, aku datang ke sini bukan sebagai pacar kamu. Tapi sebagai sahabat kamu. Shena, selamat ya atas kelulusannya, dan gelar yang kamu impi-impikan. Aku ikut bahagia kamu berhasil mewujudkan cita. Kedua, sampaikan terimakasih aku buat Mama dan Om Haris, serta Azka. Ketiga, aku mau berterimakasih karena selama aku pergi, kamu yang selalu menjaga dan merawat Mama aku..."

Shena hendak memotong ucapan itu tetapi Angga menggeleng, mengisyaratkan agar Shena tetap diam agar ia bisa melanjutkan ucapannya. "Jangan tanya dari mana aku tahu. Intinya, kamu benar-benar malaikat yang dikirim Tuhan. Thank you, Shena. Keempat, aku sudah ketemu sama Leo, kakak tingkat kamu. Kelihatannya dia baik, lagi, jangan tanya dari mana aku tahu. Intinya, dia sepertinya tertarik sama kamu. Dan aku lihat, dia serius."

"Aku nggak ada niat nyari pengganti kamu."

Angga tersenyum. "Tadi itu aku sebagai sahabat kamu. Sekarang, aku Angga pacar kamu. Shena, maaf, maaf, maaf, maaf, maaf, dan maaf..." Angga menarik kursinya, beranjak mendekati Shena dan berlutut pada gadis itu.

"Maaf..."

***

[Picts from Pin

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

[Picts from Pin. All rights reserved]

Selamat hari Sabtu!
Stay healthy~

P.S. Kisah Angga & Shena bentar lagi selesai nih huhu, ikutin terus ya🤎.

I Am PlutoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang