21

185 17 0
                                    

Bunyi sirene terdengar di seluruh bangunan. Lampu merah menyala menandakan adanya bahaya yang mengancam dan semua orang berlarian ke segala arah. Ilmuwan-limuwan laki-laki maupun perempuan berlari dari satu ruangan ke ruangan lainnya, membawa kotak-kotak metal berbentuk seperti koper berukuran kecil dan dikawal beberapa tentara berpakaian serba hitam. Petugas-petugas keamanan berteriak-teriak memberikan instruksi pada sesama petugas lewat alat komunikasi yang mereka pakai di telinga mereka.

Keadaan benar-benar kacau.

Vi memberengut selama ia mengawasi keadaan koridor yang ramai itu. Rencana mereka tidak berjalan mulus. Semua penyusup terdeteksi. Tapi beruntung pihak TARA tidak tahu siapa orangnya. Vi berhenti mengawasi dan bersandar di dinding putih yang dingin. Seluruh temannya berada di sampingnya dan Geo serta Cassy gelisah.

"Seharusnya ini tidak terjadi..." bisik Geo berulang-ulang selama semenit penuh.

Kelompok remaja itu malah lebih bisa mengendalikan kepanikan mereka dibanding dua orang yang sudah bisa dibilang dewasa itu. Vi memutar bola matanya untuk yang kesekian kalinya karena kesal, Axe memukul-mukul kedua kakinya dengan irama lagu yang tidak diketahui Vi, Rio diam seperti patung, tidak menunjukkan ekspresi apapun sedangkan Daniel mencengkeram kedua bahu Trix yang menegang dan berusaha menenangkan emosi gadis itu yang sedang membara. Vi tahu Trix tidak mau hanya diam saja di sini. Dia ingin bergerak, dia ingin bertempur.

Sekali lagi kedua mata gelap Vi tertuju pada Geo yang masih berbisik-bisik tidak jelas. Kedua alisnya makin lama-makin turun di dahinya kalau begini terus. Vi sudah tidak tahan lagi.

Dia maju mendekati Geo, mencengkeram kerah bajunya dan memdorongnya ke tembok. Vi mengabaikan jerit protes Cassy.

"Lepaskan dia!"

Vi berdiri dekat sekali dengan Geo. Dan karena tinggi badannya hanya sampai pundak Geo, Vi menengadah menatapnya dan Geo balas menatapnya.

"Kapan kita mulai bergerak, Playboy? Jangan membuang-buang waktu di sini!" Desis Vi.

Cassy meraih pundak Vi dan mendorongnya menjauh. Ekspresinya seperti dia ingin membunuh. "Geo. Bukan. Playboy."

"Oh ya?" Balas Vi merasa lebih berani dari siapapun. "Kalau begitu aku minta pendapatmu tentang dia yang menyukai Trix semenjak kami tiba di bunker kalian yang berharga." Vi mengucapkan semua itu dengan nada paling menyindir yang bisa ia lontarkan.

Sesuai harapannya, mata Cassy melebar dan untuk sesaat dia menunjukkan ekspresi tidak percaya dan terkejut. Cassy menatap bolak-balik antara Geo dan Trix.

"Tidak ada waktu untuk ini." Jawab Geo. Dia kelihatan sekali berusaha menghindari kontak mata dengan Cassy. Pria itu akan mendengar ocehan paling panjang dalam hidupnya tidak lama lagi. Kalau salah satu dari mereka berdua tidak ada yang mati.

Vi melepaskan kerah baju Geo dan kembali ke tempatnya. Dia menyandarkan kepalanya, merasa agak tidak nyaman karena ikatan rambutnya menghalangi. Sampai saat ini detak jantungnya masih cepat, rasanya kecepatannya bertambah dan bukannya menurun. Vi tidak tahu apakah ini bagus atau buruk, yang jelas ini akan mengganggunya saat dia harus melakukan tembakan, kedua tangannya gemetar tidak terkendali sementara dia mencengkeram pistolnya kuat sekali di satu tangan sampai membuat buku jarinya putih.

Di tengah hiruk-pikuk ini, Vi mendengar ada suara tembakan di suatu tempat tidak jauh dari tempat mereka semua bersembunyi. Baku tembak itu berlangsung terus menerus, terkadang diselingi suara jeritan para ilmuwan wanita yang ketakutan dan jelas tidak bisa melindungi diri. Semua jeritan wanita-wanita itu membuat rambut di belakang leher Vi meremang. Di samping kengeriannya mendengar jeritan mereka, Vi ingin menusuk tenggorokan mereka dan melihat cairan merah gelap dan kental mengalir keluar dari luka tusuk tersebut, dia merasa muak dengan semua jeritan itu.

Nowhere is SafeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang