[18]

4.9K 761 26
                                    

Note : Hayyyyaaaa. pada kangen sama Green ya? Iya kan? udah ngaku aja. #Plak ditabok berjamaah

Hihihi.. iya tau kok. Pada kangen Pers-Zagga kan? Nih dikasih updetan. Hehehe. Maaf deh, Green molornya kelewatan ya. Nggak sesuai janji. Iya kok tau. Tapi apalah daya hayati yang tenggelam di kapal Van Der Wicjk karena Bang Zainudin yang tak ingin bersama. Uhuk #ditampollagi

Green gak janji ya bakal sering update. Taulah, udah mulai kuliah, udah mulai banyak tugas, berjuang buat masa depan. Berjuang mulu, diperjuanginnya kapan? Hahahaha. Baper dah. Gak ding, becanda aja. Ini sejenis ungkapan rindu Green aja sama kalian.. sama vote dan komen kalian ;) So komen yang banyak ya, biar Green seneng. Hehehe

So happy reading dan maafkan segala kekilapan ya.

Typo(s) everywhere

...

[ZAGGA POV]

"Apa maksudmu dengan tanaman ini sudah punah puluhan tahun lalu?" aku memandang tabib tak mengerti. Bagaimana bisa dia mengatakan kalau tanaman ini sudah punah sementara jelas-jelas kini racunnya ada di depan kami.

Tabib menarik napas tenang. "Tanaman Catle adalah salah satu tanaman yang sangan dilindungi, Pangeran. Raja bahkan pernah membentuk kelompok petani khusus untuk menjaga dan membudidayakan tanaman Catle. Tapi karena wabah kala itu, seluruh tanaman Catle di istana mati. Bahkan tak satu batangpun yang selamat."

Penjelasan dari tabib ini benar-benar membuatku tak habis pikir. Lalu bagaimana racunnya bisa ada?

"Tapi kau sendiri yang bilang kalau racun ini adalah racun baru. Lalu bagaimana racun ini bisa ada kalau tanaman dasarnya saja sudah punah?"

Tabib itu mengangguk. "Tanaman Catle memang sudah punah di istana. Tapi pasti hidup di suatu tempat."

Aku menatap lekat tabib. "Di suatu tempat? Jadi maksudmu ada yang memiliki tanaman Catle?"

Tabib mengangguk. "Iya, Pangeran. Mungkin ada yang pernah menyelamatkan tanaman Catle sebelum terjadinya wabah. Ia pasti menjaganya dengan baik, hingga menghasilkan racun sebaik ini pula."

Aku menatap botol kecil berisi racun mematikan itu. Aku bangkit, menggenggam botol itu. "Dimana tempat paling dingin di belahan bumi ini? Karena sudah pasti mereka tidak menanamnya di negara Api."

...

Aku diam menatap wanita yang tersenyum lebar di depanku. Ia melambaikan tangannya. "Aku melihatmu di sini, jadi aku menunggumu."

"Ada apa?" aku melangkah. Detera langsung menyamai langkah denganku.

"Aku dengar kau baru kembali dari misi penting, jadi aku ke sini untuk melihatmu. Kita sudah tidak bertemu beberapa hari."

"Aku banyak pekerjaan."

"Aku tau. Aku hanya akan mengikutimu saja, aku tidak akan menganggu. Aku janji."

Aku menoleh. Nyaris tak percaya dengan apa yang dikatakan Detera. Aneh. Ini sama sekali tidak seperti dirinya. Kenapa dia bisa jadi setenang ini?

Ia masih tersenyum. Aku melanjutkan langkah, dia juga melangkah di sampingku. Hari ini aku harus mengawasi pergerakan di luar istana.

Sepertinya Detera tidak main-main dengan ucapannya. Dia sama sekali tidak mengganggu kegiatanku. Dia memang hanya mengikut saja tanpa sedikitpun bicara. Ya, baguslah. Aku bisa sedikit tenang hari ini. Lelah rasanya jika harus berdebat di dalam dan di luar istana. Setelah memastikan pengumuman disampaikan, aku harus memastikan pasokan senjata sampai dengan aman. Sementara untuk latihan aku bisa menundanya untuk beberapa hari.

[The Curse] TERSEDIA VERSI E-BOOK ON GOOGLE PLAYTahanan ng mga kuwento. Tumuklas ngayon