[13]

7.5K 958 91
                                    

Suasana di depan kamar Persia sudah kembali normal. Hanya penjaga yang mendapat tugas yang berjaga di sana. Para pelayan yang awalnya berkumpul di sana juga sudah kembali ke pekerjaan masing-masing.

Zagga masih bungkam seperti dua puluh menit yang lalu. Tak sepatah katapun keluar dari bibirnya. Ketika tabib mengobati lukanya dia masih memasang wajah tanpa ekspresi. Bahkan Baginda Ratu tak bisa membuat putra tunggalnya itu bicara.

Tabib memberi hormat dan meninggalkan ruangan. Begitu pintu tertutup, Zagga berbalik, menatap Persia yang masih tertidur. Hanya tinggal mereka berdua di sana. Zagga melangkah mendekat, lalu duduk di samping tempat tidur.

"Ada apa lagi denganmu, Pers?" ia mengusap rambut Persia. Wajah Persia tampak sedikit pucat. Tabib memang mengatakan kalau emosi Persia sangat berpengaruh terhadap kondisi tubuhnya. Jadi sebisa mungkin untuk membuatnya tetap nyaman.

Tapi yang membuat Zagga pusing adalah bagaimana caranya membuat wanita itu nyaman jika mereka saja tidak saling bicara. Sangat sulit baginya untuk mengobrol dengan Persia. Apalagi saat ini ada banyak hal yang harus ia pikirkan.

Kalimat terakhir Persia terbayang di kepalanya. Hal itu membuat Zagga menghela napas. Rasanya ia sangat ingin membanting sesuatu, tapi dia mencoba menahannya.

Pekerjaannya akan semakin banyak..

...

Anak panah melesat untuk ke sekian kali dan tepat mengenai bagian tengah target. Tidak seperti biasa. Saat latihan akan ada banyak pengawal di sekeliling Zagga. Tapi kali ini hanya ada Ruiji yang menemaninya.

"ANda yakin tidak butuh ramuan tanaman Jacasa, Pangeran?" Ruiji akhirnya buka suara.

Zagga sama sekali tak menghentikan kegiatan memanahnya. Ia menatap tajam pada target. "Tidak," katanya tegas.

Ruiji menatap sahabatnya itu dalam.

"Tapi luka itu karena Fayme. Tidak bisa diabaikan.."

Rahang Zagga mengeras. Ia menghentikan kegiatannya, lalu menarik napas dalam dan membuangnya berat.

"Aku harus bertemu Wolf, segera.."

Ruiji mengangguk.

...

Tiga laki-laki perkasa itu baru saja turun dari tunggangan masing-masing. Setelah memastikan kudanya aman, ketiganya memasuki pondok tempat di mana mereka bertiga selalu melakukan pertemuan.

"Ada yang mau aku tanyakan," Zagga langsung angkat bicara tanpa mau berbasa-basi.

"SIlahkan," ujar Wolf.

Zagga menarik napas dalam. "Katakan padaku Wolf dan jangan ada yang ditutupi. APa yang terjadi pada Persia sebenarnya? Kenapa dia sangat lemah? Apa karena dia sedang hamil?"

Wolf tidak langsung menjawab. Ia menggaruk pelipisnya, menghela napas, barulah menatap Zagga dengan tatapan yang tak bisa diartikan.

"Kau benar-benar tidak tau?" ia balik bertanya dan berhasil membuat Zagga mengerutkan kening. Kalau dia tau untuk apa dia jauh-jauh bertanya pada Wolf. Dan bagaimana dia bisa tau? Ini adalah kehamilan pertama istrinya. Pertama? Sebenarnya tidak. Tapi ini adalah pertama kali kasus seperti ini. Sebelumnya baik-baik saja.

"Bagaimana aku bisa tau? Kalau aku tau kenapa aku bertanya padamu?" katanya tak sabaran. Ia merasa kesal karena Wolf mengajaknya bermain teka-teki.

Wolf menghela napas pelan. "Baiklah. Jawabannya 50% ya.."

"50%?"

Wolf mengangguk. Ia menatap Zagga tenang dan dalam. "Sebenarnya bukan karena bayinya, tapi karena kau. Persia lemah karena dirimu.."

[The Curse] TERSEDIA VERSI E-BOOK ON GOOGLE PLAYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang