Wrong choice

8.2K 354 0
                                    

Christine POV
Dengan gontai aku berjalan pulang ke apartmenku di pinggiran Seattle. Sesampainya di apartment aku membuka setiap tempat yang kemungkinan menjadi tempat ayahku menyimpan uangnya. Aku hanya menemukan 400 dollar. Aku membuka lemari pakaianku dan mengambil sebuah kotak hitam. Didalamnya berisi perhiasan emas milikku dan mendianh ibukku. Aku membawanya ke toko perhiasan yang terletak 3 blok dari apartmentku.
Hasil penjualan itu hanya berjumlah 340 dollar. Masih sangat jauh dari nominal biaya operasi ayahku. Namun aku bertekad untuk menebusnya agar ayahku bisa segera ku makamkan.
Sesampainya dirumah sakit, aku menyerahkan uang itu. Aku duduk di kursi ruang tunggu rumah sakit ketika Dokter Ryan berjalan menuju kearahku dan duduk disebelahku.
"Aku bisa membantumu melunasi biaya rumah sakit ini." Katanya tiba-tiba. Aku terkejut dan menoleh.
"Benarkah dokter akan membantuku?, aku harus mengembalikannya dengan cara apa?" Tanyaku bingung.
"Nanti aku akan pikirkan caranya. Namun yang terpenting kau dapat memakamkan ayahmu dulu." Ucap dokter Ryan. Aku tidak tahu harus mengatakan apa, aku terlalu senang mendengarnya. Setelah itu aku pamit untuk kembali ke apartment. Namun kebahagiaanku luntur saat melihat Mr. Rolland berada didepan pintu apartmentku. Mr. Rolland adalah pemilik gedung apartment ini.
"Ariston! Kau sudah menunggak pembayaran apartment selama 2 bulan. Jadi aku tidak mau melihat wajahmu dan ayahmu disini besok pagi!"ucap mr. Rolland dengan ketus.
" maafkan aku mr. Rolland, aku akan membayarnya bulan depan. Ayahku baru saja meninggal dan aku sedang berusaha menebus biaya rumah sakitny." Ujarku memelas.
"Aku tidak peduli. Besok pagi apartment ini harus kosong. Karena ada seseorang yang sudah menyewanya dan pasti membayar lebih tepat waktu dibandingkan dengan dirimu." Sergah mr. Rolland lalu beranjak pergi.
Ya Tuhan, cobaan apa lagi ini. Dengan lesu aku membereskan semua barang-barangku dan ayahku.

Aaron POV
Sudah lewat tengah malam, tapi aku tidak bisa memejamkan mataku. Selain memikirkan pekerjaan aku juga memikirkan kejadian itu, kejadian dimana wanita itu menangis didepanku. Rasanya seperti deja vu, rasanya seperti aku pernah bersamanya dulu. Hah. Apa peduliku. Sebaiknya aku mengalihkan pikiranku dari hal-hal yang tidak penting seperti itu.
Aku terbangun dengan posisi tertelungkup di meja kerjaku. Ternyata aku tertidur setelah membaca.
Aku bersiap-siap bekerja, memanggang roti lalu memakannya sambil menyambar jas putih yang selalu kukenakan semenjak aku menjadi dokter ahli bedah saraf 5 tahun yang lalu. Sesampainya di rumah sakit, aku melihat wanita itu duduk di ruang tunggu dengan membawa 2 koper besar. Aneh. Apa dia akan pergi ke suatu tempat? Ah. Bukan urusanku. Namun melihat Ryan menghampirinya dan mengatakan sesuatu sehingga wanita itu bangun dan mengikuti Ryan ke ruangannya membuatku curiga.

Christine POV
Aku tertuduk lesu di ruang tunggu ketika dokter Ryan menghampiriku dan memberitahu bahwa tunggakan biaya rumah sakit ayahku telah ia lunasi. Namun ketika melihat 2 koper besar yang berada disampingku, kening dokter Ryan berkerut. "Kau akan kemana membawa koper ini? Kukira kau tinggal di Seattle?" Tanya dokter Ryan. Aku menghela nafas. "Aku sudah menunggak pembayaran apartment selama 2 bulan, jadi aku diusir dari apartmentku" jawabku sambil menunduk.
"Kemari ikutlah keruanganku, kita akan melanjutkan pembicaraan kita disana dan siapa tahu aku bisa membantu masalah apartmentmu itu." Jawab dokter Ryan seraya menatapku.
"Terimakasih atas bantuan ada dokter Ryan." Ucapku sambil beranjak dan mengikutinya dari belakang.
Sesampainya di ruangan dokter Ryan, aku meletakkan koperku dan duduk di kursi yang berhadapan dengan kursi dokter Ryan. Dokter Ryan kemudian melepas jasnya dan beranjak kearah pintu dan menutupnya. Dokter Ryan melangkah ke ruangan pemeriksaan dan memanggilku.
"Ada apa dokter? Ada yang bisa kubantu?" Tanyaku. Dokter Ryan menatapku lekat seraya memegang kedua pundakku dan sedikit mendorongku hingga berbaring di tempat tidur pasien.
"Dokter, apa yang kau lakukan?" Tanyaku mulai panik.
"Tenanglah, kita hanya akan membicarakan cara agar kau bisa melunasi hutangmu. Jadi caranya, kau harus melayaniku dulu sayang." Jawab dokter Ryan seraya menahanku dan mulai membuka kancing kemejaku. Apa yang dia katakan?! Dia menyuruhku untuk tidur dengannya agar bisa melunasi hutangku?
"Ryan, lepaskan aku! Aku janji akan melunasinya, tapi tidak seperti ini." Pintaku sembari menahan tangis. Ryan tak bergeming dan terus membuka satu persatu kancing kemejaku dan menyusupkan tangannya kepunggungku dan melepaskan kait bra ku dengan mudah. "Hanya ini yang aku inginkan sayang! Hanya tubuhmu" ucapnya seraya berusaha menciumku dan satu tangannya sudah meremas payudaraku. Aku menangis dan berontak, namun tenaga dokter Ryan sangat kuat menahanku. Aku mencoba berteriak, namun aku ragu ada yang mendengarnya, karena ruangan dokter Ryan ada diujung lorong yang jarang dilewati orang. Sampai ku dengar pintu terbanting. Aku melihat dokter Aaron dan menatapnya meminta tolong.
Dokter Aaron menarik dokter Ryan sampai ia terpelanting dan melayangkan pukulannya ke pipi dokter Ryan. Lalu ia mengeluarkan ponsel lalu menekannya beberapa saat. "Tolong segera kemari dan bawa polisi." Ucapnya lalu menutup teleponnya. Kemudian dokter Aaron mendatangiku dan melepas jas putihnya lalu menggunakkannya untuk menutupi tubuhku yang pasti sudah berantakan. Ia menatapku sebentar.
Kemudian 2 orang petugas keamanan dan seorang polisi datang dan berbicara dengan dokter Aaron lalu menarik dokter Ryan dan memborgolnya seraya menggiringnya keluar.

I'm in love with you, doc!Onde histórias criam vida. Descubra agora