Chapter 19

19.4K 1.2K 2
                                    

"Baiklah." Jennifer melihat Emilio dengan mata berkaca-kaca.

Emilio mengecup bibir perempuan itu singkat lalu memeluknya. Ini saatnya. Saat dimana perempuan itu bisa didapatkan kembali. Tapi kali ini dia berjanji tidak akan mempermainkan perempuan ini lagi. Dia memang salah telah mempermainkan perempuan ini.

Tidak disangka bahwa dirinya jatuh cinta pada anak culun, bukan? Dan dia tak pernah sekalipun jatuh cinta pada perempuan lain. Perempuan ini, Jennifer, adalah cinta pertama dan terakhirnya. Dia rasa begitu.

"Kau masuklah, Jennie. Tidur yang nyenyak." Emilio mengelus-elus puncak kepala perempuan itu.

"Baiklah. Hati-hati di jalan, Emi." Jennifer tersenyum lebar.

Jennifer membuka pintu mobil dan ketika dia diluar, dia melambaikan tangan pada laki-laki itu.

"Masuklah. Aku akan pergi setelah kau masuk."

"Kau pergilah dulu." Jennifer tidak mau kalah.

"Jennie, masuklah. Ini sudah malam."

"Pergilah, Emi. Aku ingin melihatmu lebih lama dari pada kau melihatku lebih lama." Jennifer terkekeh.

"Jennie." Emilio menggerutu.

"Ayo, Emi." Jennifer melihat laki-laki itu dengan tatapan memohon.

"Baiklah. Aku pergi dulu." Jennifer menganggukkan kepalanya. Emilio melambaikan tangannya, melihat Jennifer untuk terakhir kalinya di hari ini, dan mobil pun menjauh dari rumah Jennifer.

Dia paling sedih dengan perpisahan. Dia tau dia akan bertemu dengan laki-laki ini di hari selanjutnya, tapi dia tak akan tau bukan jika ada sesuatu yang terjadi, membuatmu tak bisa melihat orang itu lagi selamanya?

Dia tau dirinya masih trauma akan kejadian di masa lalu yang menimpanya.

Jennifer menggelengkan kepalanya kecil dan masuk ke dalam rumahnya.

'Jennie. Kau harus kuat. Setidaknya, satu orang paling berharga di kehidupanmu kembali, bukan?'
Jennifer berkata pada dirinya sendiri. Dia tak tau bagaimana harus berterima kasih pada Tuhan.

Tuhan masih mengijinkan dirinya bersama dengan Emilio. Setidaknya, masih ada laki-laki itu yang menguatkannya.

***

Sesampai di rumah, Emilio langsung membaringkan tubuhnya di tempat tidur dan melihat ke langit-langit kamarnya.

Emilio merogoh saku celananya dan mengeluarkan smartphonenya.

Dia menelpon perempuan itu. Jujur saja, dia sudah kembali merindukan perempuan itu.

Menunggu beberapa saat, Jennifer menjawabnya.

"Halo?"

"Hey, Jennie."

"Ada apa?"

"Sombong sekali."

"Apa? Salahku apa? Kau menelpon pasti ada tujuannya, bukan?"

"Kau salah."

"Aku tak paham maksudmu, Emi."

"Tidak ada tujuan. Hanya ingin mendengar suaramu." Emilio tidak mendengar jawaban dari Jennifer. Di sisi lain, hati Jennifer sudah berdegup kencang. Perasaan yang sudah lama terpendam di dalam hatinya. Perasaan kepada laki-laki itu kembali muncul.

"Jangan bercanda." Jennifer berusaha meredakan perasaannya yang semakin meningkat.

"Aku tidak bercanda, Jennie."

"Terserah kau. Kau tidak tidur?"

"Mungkin setelah ini? Aku tak tau. Kau sudah mengantuk?"

"Tidak juga. Aku malas tidur." Memang benar. Terkadang Jennifer malas untuk tidur, karena ada kemungkinan dirinya memimpikan orang tuanya kembali. Dia tak tau mengapa itu terus saja terjadi. Dia pun tak tau harus menunggu sampai kapan lagi agar dirinya pun bisa kuat.

"Kau harus tidur, Jennie." Jennifer menghela napas.

"Baiklah. Tapi kau juga."

"Iya, Jennie."

"Aku tutup kalau begitu."

"Mmm."

"Bye, Emi. Mimpi indah."

"Bye, Jennie. Kau juga."

Sambungan telpon pun terputus dan Jennifer meletakkan smartphonenya di atas meja di samping tempat tidurnya. Saat itu matanya melihat pigura yang ada di meja. Ada dua pigura disana. Foto dirinya dengan Emilio dan yang satunya foto dirinya dengan kedua orang tuanya.

Jennifer mengambil pigura yang berisi fotonya dengan kedua orang tuanya. Jennifer melihati wajah ayah dan ibunya satu per satu. Dia rindu orang tuanya.

"Aku rindu kalian." Mata Jennifer kembali berkaca-kaca. Jennifer memeluk pigura itu dan menangis. Ada waktunya. Waktu dimana dia bersedih seorang diri. Waktu dimana dia menangis tanpa memberi tau siapapun. Tak ada yang tau bagaimana perasaan sakit di hatinya. Dia tau kepergian orang tuanya sudah lama. Tapi dia rindu.

Setelah puas menangisi orang tuanya, Jennifer meletakkan pigura itu kembali ke meja dan membaringkan tubuhnya. Dia tau wajahnya pasti kacau sekarang ini. Matanya pasti bengkak dan memerah. Hidungnya pun pasti juga memerah.

Jennifer mencoba untuk tersenyum, menghilangkan segala kesedihan yang baru saja dia lepas.

Jennifer membaringkan tubuhnya di tempat tidurnya, dan beberapa saat kemudian tertidur.

Next update: tomorrow 🌳

Lovely Bet [LS #2] (COMPLETED)Όπου ζουν οι ιστορίες. Ανακάλυψε τώρα