#Cp 3 - Monokrom Takdir

5 0 0
                                    

Sudah sepanjang perjalanan pagi Anggara merengut, tak ada sapaan hangat dari teman-temannya yang ia balas. Sungguh sangat malas pikirnya. Ia hanya ingin melewati hari ini dengan cepat tanpa ada gangguan sedikitpun. Anggara ke sekolah tanpa membawa tas, ia hanya membawa beberapa buku pelajaran untuk hari itu dengan keresek, Anggara sadar ia telah melupakan tasnya di lapangan kemarin. Ia memutuskan untuk mengambil tasnya terlebih dahulu sebelum masuk ke kelas.

Lapangan pagi itu sungguh dingin, embun pagi menyeruak di sekeliling sekolah, ia berjalan santai menuju bangku lapangan. Sedikit was-was takut tasnya hilang ia mengabaikan apapun kondisi tempat itu hingga lambat-laun kabut tipis yang turun semakin menebal mengikuti jejak kaki Anggara masuk ke lapangan memotong jalan menuju bangku penonton.

"sial, makin ke tengah lapangan aku tidak bisa melihat apapun, ini kabut atau asap riau sih?" celetuknya kesal.

Dari balik kabut, samar-samar Anggara mendengar suara dercingan dari udara, makin lama suaranya juga makin mengeras hingga akhirnya suara tabrakan besar menggaung sepenjuru lapangan. Anggara melonjak kaget diikuti angin yang menghantamnya membuat Anggara terlempar ke belakang dan buku-bukunya berhamburan, kabut seketika menghilang.

Anggara menatap samar-samar sosok di depannya itu, seorang pria menggenakan google hitam baru saja berdiri dari bongkahan tanah yang hancur seperti lubang tabrakan hasil meteor. Dengan celana abu yang sedikit sobek sudah barang tentu Anggara mampu menebak jika pria itu anak SMA juga meskipun ia mengenakan jaket hitam. Mereka berdua bertatapan penuh tanya.

"kamu jatuh dari langit?" tanya Anggara bingung. Sebenarnya Anggara merasa sangat bodoh sekali menanyakan pertanyaan itu , sudah barang tentu manusia mana yang bisa jatuh dari langit sekeras itu selamat, tidak mungkin, yang dilihatnya adalah salah pikir Anggara.

Pria itu hanya terdiam menatap pria yang sedang terduduk itu, ia tidak berbicara apapun kemudian berjalan menghampiri Anggara.

Ia menjulurkan tangannya kepada Anggara. "ini masih pagi dan kamu jangan mengigau, ayo bangun."

Anggara meraih tangan pria itu seraya membersihkan celananya, -"thanks"

"sedang apa pagi-pagi ini kamu di lapangan?"

"oh aku? Aku hanya mau mengambil tas di bangku penonton, jalan lewat sini pasti lebih cepat daripada aku harus memutar" jawabnya kikuk. "oh iya aku Anggara aaditya, kelas 2 Ips 4" sambil menyodorkan tangannya.

"aku Denis Pamungas kelas 3 Bahasa 1, salam kenal" sembari membalas menyalami Anggara.

Anggara kemudian menunjuk google yang di pakai oleh Denis, dengan kode kikuk yang di perlihatkan Anggara Denis mengerti apa yang di maksud pria itu.

"oh ini, maaf kan aku. Tadi banyak kabut jadi aku pikir sebaiknya memakai ini" Denis menurunkan google itu sehingga kini tergantung pada leher.

"aneh, bukannya justru itu semakin kau susah melihat yah, kabut dengan google sebaiknya kamu pikir ulang bagaimana cara melihat dalam kabut.

Tiba-tiba terdengar suara teriakan dari ujung lapang, dan Anggara sudah sangat mengenal suara itu bahan sampai muak telinganya mendengar itu, jika saja telinganya punya mulut mungkin ia sudah muntah.

"hey kalian di sana apa yang sudah kalian lakukan? Pagi-pagi gini sasudah merusak lapangan bisanya!" pak Wikk datang menghampiri kedua orang itu setengah berlari, dari kejauhan ia terlihat sangat kesal.

"pak Wikk" ujar Denis bingung.

"aku hanya lewat pak untuk..." suara Anggara terhenti untuk melihat apa yang di tunjuk pak Wikk, lubang cukup besar yang merusak rerumputan lapangan, beberapa rumput tampak gosong karena sesuatu.

ASTAM EVAWhere stories live. Discover now