Aku Takut, Dan Kamu Siapa?

51 7 3
                                    

Judul : Aku Takut, Dan Kamu Siapa?

Genre : Thriller/mistery

Penulis : Anida-elxe

Aku Takut, dan Kamu Siapa?

Karya Anida Fitri

Kenapa aku merasa sosok itu muncul dan meredam ketakutanku, dia berjongkok tidak jauh dariku dan tidak mengatakan sepatah katapun. Dia hanya sedang menenilik memandangiku yang dalam keadaan acak-acakan dan rambut berantakan.

Apa aku baru saja melihat hantu? Tapi kenapa sosoknya kelihatan begitu nyata dalam penglihatanku. Wajah pucat namun membuat hatiku tergelitik, mengingatkanku akan sosok seseorang.

Aku tidak bisa mengingatnya, aku kembali menyayat tanganku menggunakan cutter, membuat darah segar mengalir membentuk anak sungai ditanganku yang penuh dengan bekas sayatan.

Hanya inilah satu-satunya cara untuk menyalurkan rasa sakitku, rasa sakit didalam hatiku yang terdalam, hati yang tidak berbentuk dan penuh dengan tambalan. Hati yang berkali-kali berdarah dan menguarkan rasa sakit yang amat sangat.

Aku menyukai saat bau darah itu memenuhi penciumanku, memabukkan dan membuatku hendak menambah sayatan dilenganku yang satunya. Barang kali aku sudah gila, namun inilah keadaannya.

Sakit yang kau rasakan ketika kau terus-terusan di bully dan dijadikan kambing hitam, tidak ada tempat untuk bersandar dan menyalurkan emosi yang semakin meledak.

Kedua orangtuaku yang selalu saja sibuk dengan urusan masing-masing jarang sekali memperhatikanku, mereka merasa kebutuhanku telah tercukupi dengan dilayani pelayan. Tapi aku juga memerlukan cinta dan kasih sayang mereka. Apa aku harus hidup dengan kehampaan seperti ini?

Satu-satunya cara untuk menyalurkan kepedihan yang menggelayut dalam hatiku ini adalah dengan menyakiti diriku sendiri, barang kali ketika mereka melihat luka-luka tanganku ini mereka akan lebih memperhatikanku. Nyatanya malah sebaliknya, mereka memanggil seorang pisikiater dan lalu menyerahkanku padanya untuk diobati.

Kemana aku harus mengadu lagi? Berkali-kali aku berdoa dengan khusyuk agar bisa terlepas dari semua ini, tapi semakin lama semakin hatiku berdarah. Ini menyakitkan, lebih sakit dibandingkan rasa sakit ketika tanganmu disayat cutter.

Pembullyan yang terjadi padaku semakin merajalela, kian hari aku semakin menderita, kini aku memilih untuk tidak bersekolah dan mengurung diri didalam kamar. Membuatku semakin menutup diri dari lingkungan. Kedua orangtuaku akhirnya mencoba membujukku agar kembali bersekolah, meminta maaf akan kelalaian mereka. Tapi semua telah terlambat.

Walau dibagian kecil hatiku aku amat bersyukur mereka mulai peduli akan keadaanku tapi hampir seluruh bagian dalam hatiku sudah membeku, teramat susah untuk dikembalikan keasalnya. Hati yang telah dipenuhi oleh luka dan emosi negatif ini telah merubahku. Hampir saja aku didiagnosis gila tapi dokter yang selama ini merawatku bilang aku belum gila.

Aku memang belum gila, aku masih sadar sepenuhnya. Tapi entah kenapa hatiku yang teramat sakit tidak bisa berkompromi. Kedua orangtuaku lalu merawatku dirumah, walau mereka tidak bisa mendekatiku karena saat mereka disisiku aku akan merasa gelisah dan mengamuk.

Sayatan kecil kembali kutoreh ketangan kiriku, membuat darah kembali keluar dan menguarkan baunya yang khas. Ah aku suka ini.

Saat aku ingin melanjutkannya dan menyayat tepat dinadiku tiba-tiba sosok pria yang berjongkok barusan telah berada disebelahku dan menarikku dalam rengkuhannya. Menenggelamkan diriku dalam pelukkannya yang posesif. Aku membelalak dan hendak menyerangnya dengan cutterku tapi sebelah tangannya menahan pergerakkan.

Kehangatan yang disalurkan ketika tangannya menyentuh tanganku mengingatkanku akan sosoknya. Sosok yang begitu kurindukan. Tanpa kusadari airmataku mengalir lembut, membuat pandanganku mengabut dan isakan yang tertahan.

"Kakak ....," lirihku, membalas pelukkan kakak yang selama ini begitu menyayangiku melebihi siapapun. Satu-satunya orang yang menerimaku dan menyayangiku.

Dia menarikku, membuatku semakin tenggelam didalam dekapannya. Aku semakin terisak dan menangis didadanya, menyalurkan rasa sakit yang selama ini begitu dipendam. Meledakkan semua yang kurasakan. Aku ingin mati.

Aku ingin ikut dengan kakak yang telah meninggal setahun yang lalu, dia adalah anak dari pernikahan pertama ibu dengan pria lain sebelum menikah dengan ayahku. Kami saudara tiri, namun ikattan kami begitu kuat.

Sejak aku kehilangan kakak, aku semakin terpuruk oleh keadaan. Tidak ada yang bisa menjadi tempat untuk menumpahkan apa yang kurasakan. Seperti hidup didunia ini seorang diri.

Dan hari ini, saat aku ingin menyusul kakak dia malah kemari.

Ini bukan saatnya kau mati Isabel, kau masih harus hidup.

Aku menggeleng kuat, melepaskan pelukkan kami agar aku bisa melihat wajahnya yang kian transparan, aku tau waktunya tidak banyak disini. "Aku ingin ikut kakak ... Aku tidak ingin sendirian."

Dia mengusap airmataku dengan perlahan, sebuah lekukan senyum terukir indah diwajahnya yang sepucat salju, dia mendaratkan sebuah kecupan sayang didahiku seperti kebiasaannya untuk meredakan tangisku sewaktu kami kecil.

Tapi aku ingin kau tetap disini, kalau kau ikut pergi bersamaku maka siapa yang akan bersama kedua orangtuamu? Siapa yang akan bersama ibu?

"T-tapi aku sudah tidak tahan lagi kak." Aku kian menunduk, memalingkan wajahku darinya, aku sudah lelah dan cara tercepat agar aku tidak perlu merasakan kesakitan seperti ini dengan pergi ke alam baka bukan?

Kalau begitu bisakah kau berjanji untukku?

Aku mengeryit bingung, janji apa? Aku ingin secepatnya pergi dari sini dan ikut dengannya, jadi untuk apa kami membuat janji?

Tapi aku tetap mengangguk, dia menyingkirkan helaian rambutku yang menutup wajahku kebelakang telinga. Dia tersenyum hangat.

Berjanjilah untuk melanjutkan mimpiku.

"Mimpi apa, kak?"

Mimpi untuk melihat adikku Isabel terus hidup dan bahagia.

***

Mataku yang berat perlahan membuka, diriku yang terbaring lemah diatas ranjang dengan selimut menutupi separuh tubuhku. Aku mengerjap-erjap sebentar lalu bangun dari tiduranku, menyapukan pandanganku kesekeliling mencari keberadaan kakak.

Bodoh, aku mengumpat dalam hati. Kakak pasti sudah pergi ke alam baka meninggalkanku. Dia memang seenaknya, datang dan menggagalkan rencana bunuh diriku lalu menyuruhku untuk tetap hidup.

Aku tertawa pahit, memangnya apa yang dia harapkan? Aku tetap hidup dan menjalani semuanya kembali begitu? Aku mengusap wajahku yang panas menahan tangis, ketika itu aku sadar bahwa tangan kiriku yang penuh sayatan itu telah diobati dan dibungkus perban.

Aku sangat yakin ini perbuatan kakak.

Atensiku beralih menuju lemari kecil samping tempat tidurku, sebuah boneka beruang coklat duduk manis disana tepat menghadap kearahku dengan sebuah surat terselip ditangannya. Aku mengambilnya.

Untuk Isabel adikku yang manis.
Tetaplah ceria dan jadilah anak baik tanpa keberadaanku. Aku ingin suatu hari nanti kau menemukan kebahagiaanmu sendiri dan kau harus tau.

Tangisku seketika pecah

Kakak akan selalu mencintaimu.

***

Hm... Keknya inti ceritanya terlalu jelas yah? 😂 tapi ayolah, ini ide yang baru mampir dan langsung kubuat, pas bikin agak sedikit nyesak menurutku sih. Bagaimana dengan kalian?

Emang yah. Menulis itu harus rajin biar tulisan itu makin berkembang dan hidup, beda cerita kalau malas-malasan dan gak mau latihan, dipastikan akan ada bagian yang kurang.

Ini bukan nyindir, cuman aku sedang berpikir 😂 *ditampar Reader*

Ohho. Sampai disini dulu yah~

Salam tentakel.
El.

Buah Pena ( Koleksi Karya El)Opowieści tętniące życiem. Odkryj je teraz