Kabha ^10^

8 3 0
                                    

Author*

Menggoda anak kecil sampe merenggut kesal adalah kesenangan tersendiri bagi Naya. Dalam menjaili anak kecil Nayalah jagonya.

Tapi, Naya juga seorang yang pintar mencari sekutu dengan anak kecil. Walau musuhnya banyak, tapi sekutunya juga banyak.

Seperti saat ini, Naya sedang bersuka ria dengan beberapa anak kecil karena sudah bisa mengalahkan Abha n D'geng.

"Yeeeeee, kita menang! kalian kalah!"

Ucap beberapa anak sambil menggoyangkan pinggul kekanan dan kekiri.

Salsa berkacak pinggang dan tak lupa dengan bibir yang cemberut menatap teman-temannya yang berada di pihak Naya dengan pandangan permusuhan.

"Awas ya kalian! Lihat aja nanti, bang Qali pasti menang. Dan kak Naya bakalan kalah!" ucap gadis cilik itu.

"Siapa takut! Wleekk. Sekali kalah tetep aja kalah" itu suara Ajib, sekutu Naya yang sangat suka buat gadis cilik itu kesal.

Terbukti, karena sedari tadi dia nggak berhenti mengganggu, bahkan tak segan segan menjaili gadis cilik yang tak lain adalah Salsa sampe hampir nangis.

"Kita nggak akan kalah lagi kan bang Qali?" tanya Salsa sambil mendongak menatap Abha minta persetujuan, yang dibalas Abha dengan senyum simpulnya.

"Halah, ngucap bang Qari aja nggak bisa. Masak mau menag sih?! Huuuu, isin tho karo pitik*. Hahahaha". Ajib mengejek Salsa karena cadelnya, yang belum bisa mengicap huruf R dengan benar.

Salsa yang mendengar ejekan Ajib segera menoleh ke sumber suara dengan wajah yang awalnya tersenyum menjadi merenggut kesal. "Aku bisa kok bilang bang Qoli. Tuh buktinya bisa" ucap Salsa sedikit membentak.

"Bang Qari Salsa. Bukan bang Qali".

"Iihh kan Salsa nggak bisa bilang L" ucap Salsa setelah menyadari maksud dari temannya itu.

"Lah, itu bisa" Ajib berucap dengan wajah yang sok polos.

Salsa semankin merenggut kesal karena ulah Ajib. "Iihh, bulan L tapi erllll !!"

"Iya. L kan?"

"Ajiibb..... . Auk ah Salsa malah"

"Hahahahhahahah" kor tawa memenuhi halaman rumah singgah.

Naya hanya bisa geleng geleng kepala melihat tingkah bocah-bocah itu. Saat ini Naya dan Abha sedang bermain engklek, dimana hanya Naya dan Abha yang jadi pemainnya sedangkan anak anak yang lain menjadi suporter dengan dua kubu yang berbeda, kubu pertama dipimpin Salsa dipihak Abha dan yang kedua dengan Ajib dipihak Naya.

Permainan dimenangkan oleh Naya dengan skore 2-0, jelas Naya yang menang lah, kan Naya udah khatam permainan itu, permainan yang sering dia lakukan dengan dia, dulu.

Naya tersenyum kecut mengingat masa kecilnya. Masa yang indah dan penuh warna, dimana tak ada masalah selain PR sekolah dan harus cepat pulang karena udah hampir maghrib.

'Ya allah Naya kangen'

Kembali lagi ke pertengkaran Ajib dan Salsa yang belum kelar. Naya melangkah ke sebuah bangku dibawah pohon Jambu. Ternyata permainan itu bisa menguras eneginya juga. Setelah menempelkan bokongnya ke bangku itu, Naya teriak memanggil Abha yang sibuk tertawa dengan anak anak yang lain, menertawakan Salsa yang kalah debat sama Ajib.

"Woi.. Ba"

Abha menaikkan alisnya saat mendengar panggilan Naya.

"Sini deh" ucap Naya sambil melambaikan tangannya guna menyuruh Abha untuk mendekat.

Abha berdiri dari duduknya dan berjalan menghampiri Naya. Ia duduk disamping kanan Naya yang sedang menatap anak-anak didepan mereka.

"Napa loe?"

"Nggak papa"

Naya melirik kesebelah kanannya tempat dimana Abha duduk. Dans aat itu juga tatapannya bertubrukan dengan tatapan lembut yang berasal dari iris hitam milik Abha.

"Napa loe liatin gue kayak gitu? Naksir ya?"

"Hishh, taik loe. GR loe ketinggian, awas lho jatoh" Naya berucap sambil cemberut, dia bingung sendiri kenapa tiba tiba ia ngerasa senewen ya?

"Eh Bha, gue mau nanya dong"

Naya mencoba mengutarakan hal yang sedari tadi dipikirnya. Dari pada ngejubel di otak fan bikin pusing terus nanti salah-salah malah jadi salah kira, mending kan di tanyakan langsung ke orangnya.

"Tumben izin dulu. Biasanya juga langsung ngejeplak gitu aja."

"Hah? Tumben? Biasanya? Hellow, kayaknya kita nggak sedeket itu deh?"

Abha meringis mendengar ucapan Naya. Dia dan Naya memang baru dua kali bertemu tapi entah kenapa ia merasa dekat dengan Naya. Apa itu cuman perasaannya aja atau.. Entahlah, Abha belum mau memikirkannya sekarang.

"Eh, emang loe mau nanya apaan?"

"Loe asli orang sini?"

"Gue kira loe bakal tanya sesuatu yang penting. Eh ternyata.."

"Ternyata apa?" tanya Naya waktu lihat ekspresi Abha yang sedikit kecewa? Entahlah.

"Yaa, nggak penting aja"

"Ish, gue nanya serius ini"

"Iye Nyak, gue asli orang sini, emang napa sih?"

"Kalau gue nanya loe sebuah alamat, loe pasti bakal tau dong?"

"Yaa tergantung alamatnya, kalau alamatnya masih tercatat sebagai salah satu tempat di semarang yaa insyaallah lah Abha tahu" ucap abha sambil menekan kata tahu.

"Ya allah, Nay nemu di mana sih orang kek gini" ucap Naya pelan.

Naya mengalihkan tatapannya ke arah anak-anak rumah singgah, anak anak itu terlihat sangat bahagia dengan banyaknya ketidaktahuan akan dunia luar.

Dulu Naya juga begitu, di masa kacilnya ia juga sangat bahagia hanya bermain dan makan yang dia pikirkan. Terkadang memang lebih baik tidak tahu apa-apa dan hidup damai.

Naya menyesal dengan sifat mudah penasaran yang dia miliki. Ia adalah contoh orang yang akan melakukan apapun untuk memghilangkan rasa penasarannya itu. Walau sifat penasarannya itu banyak sekali membuat hidup yang awalnya damai sentosa menjadi tidak karuan seperti sekarang ini.

Naya tidak menampik kalau hidupnya saat ini tidak beraturan. Bahkan ia bisa sampai di kota lumpia ini yang bahkan tak pernah ia kunjungi sebelumnya. Hanya untuk menuntaskan rasa penasaran yang ia tahu bahwa itu akan membuat ia tambah sakit nantinya. Bahkan bukan hanya ia yang akan sakit, tapi juga seseorang yang telah menjaganya selama 17 tahun terakir.

Tapi Naya tak punya pilihan lain. Ini adalah satu-satunya cara yang bisa ia lakukan. Dengan mengorbankan sedikit perasaan dan tenaganya. Naya berjanji akan mengembalikan semua dalam tempat seharusnya.

"Nyak, elah malah bengong" ucapan seseorang di sampingnya membuat lamunan Naya kabur.

"Eh iya Bha?" jawab Naya setelah yakin semua nyawanya telah terkumpul jadi satu.

"Gimana, jadi nyari alamatnya nggak?"

"Hmm, iya. Tapi besok aja deh nyarinya. Ini udah hampir sore, gue harus balik ke rumah Ara nih sebelum dia koar-koar nyuruh gue balik"

"Yahh kok cepet banget sih Nyak mainnya" ucap Abha dengan wajah kecewa yang dibaut-buat.

"Njir, taik elo bhak. Nggak usah ngeliarin ekspresi kayak gitu deh, jijik gue" ucap Naya sambil bergidik jijik.

"Udah lah, gue mau nyamperin anak panti sekalian juga pamit sama bunda Lili"

°°°

Happy reading
Dmk, 210518
Memel

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: May 21, 2018 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

KaBhaWhere stories live. Discover now