Kabha ^9^

20 8 5
                                    

..
.

Naya*

Pagi dihari ketiga aku berada dikota ini. Kota Atlas yang terkenal dengan kelezatan lumpianya. Kota yang akan kujadikan awal dari lembaran baru, tanpa dia.

Ya, aku datang ke kota ini memang dengan tujuan khusus. Bukan hanya untuk liburan atau bertemu dengan sahabat baruku -Ara-, bahkan bukan juga untuk mengerjakan tugas sekolah. Itu semua cuman sebagai kamuflase semata untuk menutupi alasan utamaku datang kekota ini.

Alasan itu yang memaksaku untuk menginjakkan kaki disini, dan maaf aku belum bisa beri tahu alasan apa itu kepada kalian sekarang.

Karena kalau kuberi tahu sekarang, nanti jadi nggak penasaran. Jadi ntar-ntar aja ya kasih tau nya?!.

Oh ya, pagi ini aku sudah berjalan keliling komplek perumahan tempat tinggal Ara.

Sedari tadi hanya kulangkahkan kakiku entah kemana, menyusuri jalan tanpa tujuan yang jelas.

Tadi sebelum berangkat, Ara pesen bahwa ia akan kerumah neneknya bersama Kelvin dan tante Key. Mungkin ntar siang juga udah balik, kata Ara tadi. Maka dari itu sekarang aku sendirian.

Tante Key nawarin aku untuk sekalian ikut, tapi aku menolak dengan alasan aku harus observasi tempat yang menjadi tugas sekolahku.

Dan disinilah aku sekarang berada, didepan sebuah rumah singgah yang berada didekat rumah Ara. Entah kenapa aku kesini, tapi sejak kemarin Ara menceritakan tentang rumah singgah ini, aku jadi ingin mengunjunginya.

Yang pertama aku lihat saat memasuki pintu gerbang adalah keasyikan anak-anak kecil yang sedang melakukan berbagai permainan. Mungkin usia mereka sekitar 4 – 15 tahun.

Aku tersenyum melihat kebahagiaan yang terpancar dari tawa mereka masing-masing.

Jadi kepingin ikut main dech!.

“Assalamualaikum Kakak! Ada yang bisa kami bantu?”

Aku menoleh kearah kiri saat mendengar suara itu. Disana berdiri dua orang gadis cilik yang kuperkirakan umurnya sekitar 10 tahun. Mereka menyambutku dengan senyum yang sangat manis.

“Eh iya. Kakak ingin bertemu dengan Bunda Lili?” aku menjawab pertanyaan mereka dengan mengingat nama ibu pengasuh rumah singgah ini yang Ara beri tahu kemarin.

“Oh, ingin bertemu bunda. Mari kak kami antar!”

Aku mengikuti langkah dua gadis itu. Dan sesekali aku bertanya kepada mereka tentang apa saja yang tertangkap oleh kornea mataku.

Semisal aku melihat adanya segrombolan anak kecil yang sedang melingkar dan menjadi dua lingkaran, satu lingkaran kecil berada ditengah dan satunya lagi lebih besar berada di luar lingkaran kecil.

Tapi yang menjadi pertanyaanku adalah posisi mereka yang berjongkok sambil menutup kedua mata mereka dengan telapak tangan. Dan kata dua gadis disampingku mereka sedang melakukan suatu permainan yang dimana permainan itu melatih pendengaran mereka.

Meta dan Anes sudah menjelaskan bagaimana cara permainan tadi, tapi aku tidak faham sama sekali, jadi aku nggak bisa njelasin ke kalian, sorry yak!

“Ini kak ruangannya bunda”

Aku berdiri didepan sebuah pintu kayu berwarna coklat. Sebelum masuk, aku mengucapkan terima kasih kepada dua gadis yang mengantarku tadi. Dan mereka berdua langsung pergi menuju tempat awal kami bertemu tadi.

Tok tok tok

Aku masuk kedalam ruangan yang bertuliskan bunda Lili didepan pintu. Saat masuk aku melihat seorang wanita setengah baya yang sedang serius menulis sebuah buku.

°°°


Setelah membicarakan maksud kedatanganku kepada Bunda Lili. Aku keluar ruangan tersebut menuju taman tempat anak-anak tadi bermain.

Aku berjalan menuju bangku yang diduduki seorang gadis kecil. Gadis itu sedang sibuk dengan boneka dan sebuah buku ditangannya.

“Hai dek?! Bolek kakak duduk?”

“Boleh” jawab anak itu setelah beberapa saat terdiam sambil memperhatikanku dengan dua mata bulatnya.

“Kamu kok sendirian? nggak ikut main sama yang lainnya?” tanyaku sambil melihat anak yang lagi asik bermain kejar-kejaran.

“Nggak”

“Kenapa?”

“Kakak kepo dech”

Gilak, bocah sekarang ditanyain baik-baik di bilang kepo. Yakin deh dia juga nggak ngerti arti dari kepo. Sok sok an bilang kepo, dasar bocah!!

“Emang kamu tau arti kepo?”

“Tau donk”

“Apaan”

“Banyak tanya”

Nah kan bener. Dasar bocah!

Aku cuman bisa menahan tawa mendengar jawabannya. Udahlah mending nggak usah dibahas deh.

“Itu buku apa yang kamu bawa?”

“Hish kakak kepo banget sih. Kalau mau duduk, duduk aja, ndak usah nggangguin Salsa!”

“Judes amat sih!” aku bergumam pelan. Eh tapi ternyata masih kedengeran dia.

“Kakak bilang apa?”

“Emang kakak bilang apa?”

“Hish tadi kakak bilang sesuatu!”

“Apa?” aku masih pura-pura nggak tau yang dia maksud. Jadi pengen ketawa lihat mukanya yang memerah menahan kesal.

“Hish kakak usil banget sih”

“Hahahahah”

“Ih kok malah ketawa! Sebenalnya kakak siapa sih? Salsa kok balu lihat?”

“Hahaha, umur kamu berapa? kok masih cadel?”

“Auk ah, gelap kak. Ditanya malah balik nanya!”

Sekali lagi aku tertawa karena ucapan gadis kecil disampingku, yang baru aku tahu namanya Salsa.

“Halloo everiibadeeh!”

“Nggak usah teriak-teriak bang Qari!” jawab serempak anak-anak ditaman itu.

Aku menengok keasal suara teriakan tersebut.

Disana berdiri seseorang yang sepertinya ku kenal. Bentar, bukannya dia?

“Hai Nyak?” sapanya sambil nyengir.

“ABHA!?”

“Hai?”

“Loe kok ada disini?”

“Bang Qali kok lama banget sih?”

Belum juga cowok didepanku menjawab. Suara gerutuan yang berasal dari gadis cilik disampingku terdengar.

“Hehehehe, maaf ya cantik. Tadi bang Qari ada urusan dulu!” jawab Abha sambil mengacak poni Salsa yang seperti poni sidora.

“Iya, tapi kan Salsa jadi lama nunggunya!”

“Kan Abang udah minta maaf”

“Yaudah mana barang yang aku minta?” ucap Salsa sambil mengulurkan tangan kanannya.

“Nih” Abha menyerahkan paperbag yang dibawanya tadi kepada Salsa.

“Makasih bang Qali” ucapnya sambil berlalu ketempat teman-temannya.

“Eh eh bentar. Tadi Salsa panggil loe apa? Bang Qali?”

“Ehng itu anu..”

“Bukannya Kemaren loe kenalan sama gue, nama loe Abha ya?”

“Ya emang. Kan nama lengkap gue Abqari Al-abha!”

°°°

.tobecontinue
.
.
.happyreading
.dmk, 180518
.memel

KaBhaWhere stories live. Discover now