Kabha ^4^

34 11 0
                                    

Author*

"Ini ongkosnya Pak!" Naya menyodorkan uang sepuluh ribuan kepada supir angkot yang mengantarnya ke Lawang Sewu.

"Ini kembaliannya neng"

"Iya, makasih Pak" ucap Naya setelah menerima uang kembaliannya.

Dan disinilah sekarang Naya berdiri. Di depan gedung yang berdiri kokoh dengan pagar putih dan aksen gedung yang bergaya khas Eropa. Naya sering sekali mendengar tentang Lawang sewu, wisata sejarah yang berada di kota semarang. Bahkan dari kecil ia sangat ingin pergi ke tempat itu bersama keluarganya. Untuk pertama kalinya Naya menginjakkan kaki di bangunan bersejarah itu sendirian tanpa keluarganya, yang tidak sesuai dengan impiannya waktu kecil.

Lawang sewu artinya pintu seribu, walaupun Naya yakin bahwa pintu yang terdapat di bangunan itu tidak lebih bahkan tidak sampai seribu buah. Sebenarnya, jadwal Naya berkunjung ke Lawang Sewu itu masih besok pagi. Karena sekarang seharusnya Naya masih di rumah Ara dan menyesuaikan diri disana, walaupun Naya sebenarnya sudah akrab dengan orang-orang yang tinggal disana kecuali Kean.

Mengingat tentang Kean, mood Naya langsung anjlok. Naya masih ingat bagaimana Kean yang menuduhnya macam-macam tentang tujuannya datang ke kota ini.

°°°

"tapi gue kenal sama Ara dan gue tinggal disini udah izin sama orang tua gue dan juga orang tua loe, jadi gue gak ada masalah sama loe!" sentak Naya karna ucapan Kean yang menurutnya Keterlaluan.

"Mungkin orang tua gue udah ngizinin loe tinggal disini, tapi enggak dengan gue. Loe Cuma cewek asing yang tinggal disini dengan alesan yang entah apa, atau jangan-jangan tujuan sebenarnya loe datang kesini mau mencuri?" Kean berucap dengan ekspresi yang datar, Entah apa yang Kean pikirkan, tapi ucapannya tadi keluar begitu saja dari mulutnya.

Kean sendiri takhabis pikir, ini pertama kalinya ia berbicara sekasar itu kepada seorang cewek. Karena biasanya ia lebih memilih cuek dengan apa yang terjadi di sekelilingnya, apa lagi jika masalah itu tidak ada sangkut pautnya dengan dirinya. Tapi ini beda, Kean ikut campur karena masalah ini bersangkutan dengan keluarganya, ia tidak akan membiarkan siapapun mengusik keharmonisan keluarganya, apalagi cewek asing didepannya.

Naya hanya diam di tuduh seperti itu, wajahnya memerah menunjukkan bahwa ia emosi tapi Naya harus pintar-pintar mengatur emosinya saat ini karena ia berada di rumah orang lain, bukan dirumahnya yang ia bisa bebas mau ngapain. Naya tak habis pikir, ia kira cowok didepannya adalah tipikal yang cuek atau cool. Tapi ternyata sangat cerewet dan bertolak belakang sama wajah irit ekspresinya itu. Cowok aneh!

"Hei kenapa loe diam, apa benar yang gue bilang?"

Astaghfirullah, sabar sabar, ini beneran cowok beku kakaknya Ara gak sih? Yang irit ekspresi itu? kok gue gak yakin ya? Emang sih ni cowok nuduh gue dengan ekspresi yang datar, tapi mulutnya itu lho, cerewet. Batin Naya.

"Emang sih gue datang kesini emang bukan cuma buat liburan sama ngerjain tugas, tapi gue bukan orang yang loe tuduhkan itu." Naya menjeda ucapannya untuk mengambil napas dan melihat ekspresi cowok di depannya. "Gue gak butuh harta loe maupun harta keluarga loe, harta yang gue punya lebih dari cukup bahkan mungkin lebih dari harta yang keluarga loe punya" tambahnya.

Memang Naya mempunyai harta yang lebih dari cukup dari keluarganya, karena ia adalah pewaris sah serta tunggal dari keluarga mamanya yang memiliki peusahaan kapal terbesar di indonesia. Oke gak usah di bahas lebih lanjut.

Naya menghela napas setelah melihat ekspresi Kean yang gak percaya dengan apa yang ia ucapkan. "terserah lah Yan, loe mau nuduh gue apa. Yang penting gue gak ngerasa kalau gue seperti apa yang loe tuduhkan tadi. Nah! Karna mood gue buat tidur ilang gara-gara loe. Mending sekarang gue pergi keluar buat nyari mood gue lagi, Oke! Bye!" ucap Naya lalu kembali kekamar untuk mengambil barang yang dia perlukan.

KaBhaWhere stories live. Discover now